TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
PENDAHULUAN
Kondisi Indonesia masuk dalam
kategori penyakit kronis dengan tingkat kejahatan korupsinya sangat tinggi.
Kalau menurut ilmuwan, sosiologi korupsi itu disamakan dengan 'patologi sosial'
yang sangat sulit disembuhkan, apabila tidak mulai dari sikap dan karakter.
Penyakit ini dari dari waktu ke waktu selalu menghiasi wajah pertelevisian
nasional, bahkan bisa mengalahkan isu-isu kemiskinan di berbagai daerah
lainnya. Menurut survei Transparency Internasional tahun 2011 objektivitas
pemberantasan pelaku korupsi masih sangat minus. Konon Indonesia berada pada
posisi terbawah dari 183 negara yang menduduki ranking 100 dengan skor 3 dan
baru diikuti oleh negara lain seperti Argentina, Benin, Burkina Faso dan
Madagaskar maupun seterusnya. Dari Indeks Prestasi Korupsi negara ini
seharusnya memiliki komitmen untuk mengurangi tingkat korupsi, tapi jauh api
dari panggangnya.
Korupsi telah berjalan lama dari
zaman Majapahit hingga sekarang. Konteks modern, mendekati 70 tahun merdeka
bangsa ini semakin subur korupsinya, bahkan raport merah. Berbagai cara
ditempuh dalam menindak pejabat negara yang terbukti korupsi. Sejarah
membuktikan semenjak terbentuknya KPK tahun 2003 bahwa pemberantasan korupsi
itu tidak perlu ada tingkat, harus objektif tanpa pandang bulu. Oleh sebab itu,
wajib untuk menyatakan tidak pada korupsi dan berusaha melaporkan kepada
pihak-pihak yang berwewenang apabila menemukan modus korupsi. Peraturan
perundang-undangan merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara
dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia
serius melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Untuk itu
perlu ada keseriusan bagi para pejabat Negara dalam memberantas tindak pidana
korupsi yang sudah menjadi budaya di Negara ini dan disertai dengan pemberian
balasan yang setimpal, hukuman yang seberat-beratnya kepada koruptor secara
tegas dan tepat.
Dalam usaha pemberantasan tindak
pidana korupsi ini sosiologi hukum juga berperan penting dalam mewujudkan
masyarakat dan negara yang terbebas dari tindak kejahatan korupsi yang
merugikan rakyat Indonesia ini. Peluang korupsi ketika pejabat publik
menggunakan wewenangnya untuk mengambil aset negara. Oleh karena itu harus
ditangani lebih efektif, tanggap, sigap dan cepat karena korupsi di Indonesia
sangat kompleks serta membutuhkan strategi maupun karakter manusia jujur yang
kuat tahan banting dan mampu berbuat adil..
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sosiologi, Hukum, Sosiologi Hukum, dan Korupsi
Sosiologi berasal dari
kata Latin socius yang berarti
“kawan” dan kata Yunani Logos yang
berarti ”kata” atau “berbicara” , jadi sosiologi berbicara mengenai masyarakat.
Kekhususan bahwa perilaku sosiologi adalah manusia selalu dilihat dalam
kaitannya dengan struktur-struktur kemasyarakatan dan kebudayaan yang dimiliki,
dibagi dan ditunjang bersama.
Dalam
merumuskan suatu definisi (batasan makna) yang dapat mengemukakan keseluruhan
pengertian, sifat, dan hakikat yang dimaksud dalam beberapa kata dan kalimat
merupakan hal yang sangat sukar. Oleh sebab itu suatu definisi hanya dapat
dipakai sebagai suatu pegangan sementara saja. Sungguhpun penyelidikan berjalan
terus dan ilmu pengetahuan tumbuh ke arah pelbagai kemungkinan, masih
juga diperlukan suatu pengertian yang pokok dan menyeluruh. Untuk patokan sementara akan diberikan
beberapa definisi sosiologi menurut para ahli sebagai berikut:
Ø Pitirim
Sorokin, mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:
a. Hubungan dan
pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan
agama; keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomis, gerak masyarakat dengan
politik dan lain sebagainya);
b. Hubungan dan
pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala nonsoial
(misalnya gejala geografis, biologis, dan sebagainya)
c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala
sosial.
Ø Roucek dan
Warren, mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
antara manusia dengan kelompok-kelompok.
Ø William F.
Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian
secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.
Ø J. A. A. Van
Door dan C. J. Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan
tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat
stabil.
Ø Selo Soemardjan
dan Soelaeman Soemardi menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakata adalah
ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan
sosial. Selanjutnya menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang
pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial,
kelompok-kelompok sosial serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah
pengaruh timbal balik antara berbagai kehidupan bersama, misalnya pengaruh
timal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik,
antara segi kehidupan hukum dan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan
agama dan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu proses sosial
yang bersifat tersendiri ialah dalam hal terjadinya perubahan-perubahan di
dalam struktur masyarakat.[1]
Ø Auguste Comte, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari manusia sebagai
makhluk yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan sesamanya.
Ø Emile Durkheim, Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari fakta sosial. Fakta sosial merupakan cara bertindak, berpikir, dan
berperasaan yang berada di luar individu, serta mempunyai kekuatan memaksa dan
mengendalikan.
Ø Max Weber, Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan
dengan mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain.
Hukum berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk tunggal.
Kata jamaknya adalah “Alkas”, yang selanjutnya diambil dalam bahasa Indonesia
menjadi “Hukum”. Di dalam pengertian hukum terkandung pengertian bertalian erat
dengan pengertian yang dapat melakukan paksaan. Hukum adalah keseluruhan norma yang
oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau
dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota
masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki
oleh penguasa tersebut.
Hukum adalah sistem yang terpenting
dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk
penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakat terhadap kriminalitas dalam hukum pidana, hukum pidana
yang berupayakan cara negara dapat menuntut perilaku dalam konstitusi hukum,
meyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia
dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan
dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari
pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat
negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan
militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan
jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
Hukum
tidak dapat didefinisikan secara tepat dan sama karena disetiap wilayah
berbeda-beda hukumnya, jadi sulit untuk didefinisikan, namun beberapa sarjana
telah memberikan batasan tentang hukum menurut pendapatnya masing-masing. Batasan-batasan yang telah mereka
kemukakan satu sama lain saling berbeda. Batasan-batasan yang telah mereka
kemukakan mengenai pengertian hukum adalah sebagai berikut :
Ø Menurut
pendapat Prof. Mr.E.M. Meyers, Hukum adalah semua aturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan, ditujukan pada tingkah laku manusia dalam masyarakat
yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalan melakukan tugasnya.
Ø Menurut Leon
Duguit, Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang
daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama
terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
Ø Menurut
Immanuel Kant, Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak
bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari
oarang lain menurut asas tentang kemerdekaan.
Ø Menurut Utrecht,
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena
itu harus ditaati oleh masyarakat.
Ø Menurut S.M. Amin, S.H. Hukum adalah kumpulan peraturan yang
terdiri dari norma dan sanksi-sanksi serta tujuan hukum adalah mengadakan
ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban
terpelihara.
Sosiologi Hukum
adalah
ilmu yang mempelajari hubungan tibal balik antara hukum dengan gejala social (masyarakat).
Sosiologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami,
mempelajari, menjelaskan secara analiti sempiris tentang persoalan hukum
dihadapkan dengan fenomena-fenomena lain dimasyarakat. Hubungan timbal balik
antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam mempelajari sosiologi hukum.
Sosiologi hukum
merupakan ilmu yang menganggap hukum bukan hanya sisi normatif semata tetapi
merupakan sekumpulan fakta empiris, sesuatu yang nyata dalam masyarakat, yang
ditinjau dari bebagai sisi sampai terdapat keseimbangan informasi terhadap
suatu fenomena sosial tentang hukum.
Adapun pengertian
hukum menurut beberapa para ahli
sebagai
berikut:
Ø Soerjono
Soekanto, Sosiologi hukum merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang antara
lain meneliti, mengapa manusia patuh pada hukum, dan mengapa dia gagal untuk
mentaati hukum tersebut serta factor-faktor social lain yang mempengaruhinya
(Pokok-Pokok Sosiologi Hukum).
Ø Satjipto
Rahardjo, Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari fenomen hukum dengan
mencoba keluar dari batas-batas peraturan hukum dan mengamati hukum sebagaimana
dijalankan oleh orang-orang dalam masyarakat.
Ø Soetandyo
Wignjosoebroto, Sosiologi hukum adalah cabang kajian sosiologi yang memusatkan
perhatiannya kepada ihwal hukum sebagaiman terwujud sebagai bagian dari
pengalaman dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. (hukum; paradigma metode dan
dinamika masalahnya).
Ø David n.
Schiff, Sosiologi hukum adalah, studi sosiologi terhadap fenomena-fenomena
hukum yang spesifik yaitu yang berkaitan dengan masalah legal relation, juga
proses interaksional dan organizational socialization, typikasi, abolisasi dan
konstruksi social; (pendekatan sosiologis terhadap hukum).
Korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio
atau corruptus mempunyai
arti buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau
memfitnah. Sedangkan pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
(W.J.S. Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan tidk
bermoral. Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah
penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk
kepentingan pribadi maupun orang lain. Sedangkan di dunia internasional
pengertian korupsi berdasarkan Black Law Dictionary yang mempunyai arti bahwa
suatu perbuatan yan dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa
keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya
"sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang
mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan
untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan
kebenaran-kebenaran lainnya.[2]
B.
Peranan Sosiologi Terhadap
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ilmu sosial yang secara khusus
mempelajari “interaksi sosial” ini adalah sosiologi. Berikut manfaat sosiologi
dan peranan sosiologi dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi
(UU No. 24 / 1960, UU No. 3 / 1971, UU No. 31 / 1999, dan UU No. 20 / 2006). Sosiologi
dalam masyarakat adalah untuk meneliti berbagai macam masalah dalam masyarakat
dan membantu mencari jalan keluar yang paling efektif khususnya dalam kasus
korupsi. Terdapat tiga tahap yaitu, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian.
Dalam kasus korupsi hal ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kasus
korupsi. Pada tahap perencanaan, disini perencanaan dalam anggaran harus dibuat
serinci mungkin dan sesuai dengan kebutuhan,serta terkendali. Tahap pelaksanaan
yang harus dilihat adalah jalannya suatu pembangunan/tindakan sesuai dengan apa
yang terjadi serta terus melaporkan proses perubahan yang terjadi secara
terbuka, dan selalu terawasi/terpantau. Sedangkan pada tahap penilaian, dalam
hal ini yang harus dilakukan adalah analisis terhadap masalah/dampak sosial
yang akan terjadi dalam suatu pembanguan/tindakan.
Selanjutnya yaitu penelitian, dengan penelitian dan
penyidikan sosiologi akan diperoleh suatu perencanaan/pemecahan masalah yang
baik. Dalam kasus korupsi hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya korupsi
dan cara untuk mengatasinya.
Sebagai ahli ilmu kemasyarakatan, para sosiolog tentu sangat
berperan dalam membangun masyarakat. Dalam hal korupsi diperlukan untuk
pengumpulan dan penggunaan data, dalam mencari tahu data tentang kehidupan
sosial pelaku korupsi. Data itu kemudian diolah untuk memberi saran-saran baik
dalam penyelesaian kasus korupsi, maupun efek sosial dari kasus korupsi yang
terjadi. Peran sosiolog sebagai guru atau pendidik merupakan faktor paling
utama dalam memberantas korupsi di Indonesia. Peran ini sangat penting, karena
disini mencakup generasi penerus bangsa. Dalam proses pembelajaran
guru/sosiolog dapat menjelaskan apa itu korupsi, akibat sosial dari korupsi,
serta memberikan pedoman kepada peserta didik tentang bagaimana bersikap dan
bertingkah laku dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama
yang berkaitan dengan korupsi.
Dalam kehidupan bermasyarakat penting bagi sosiolog, untuk
memberikan pegangan kepada masyarakat dalam mengadakan pengendalian sosial, yaitu
system pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku para pejabat. Dengan
kekuatan yang dimilikinya berupa semangat dalam menyuarakan dan memperjuangkan
nilai-nilai kebenaran serta keberanian dalam menentang segala bentuk ketidak
adilan, masyarakat menempati posisi yang penting dalam upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia, serta pengawal bagi terciptanya kebijakan publik yang
berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak.
Untuk mengatasi maraknya tindakan korupsi dapat ditempuh
dengan cara antara lain, perbaikan moral dari diri sendiri, penegakan hukum
yang tidak pandang bulu, pengawasan internal dan eksternal yang baik, kontrol
sosial dari masyarakat, mengusahakan perbaikan gaji aparatur negara,
peningkatan iman dan taqwa. Dengan demikian semua akan berjalan dengan terbuka
dan mencegah timbulnya korupsi.[3]
C.
Penyebab dan Pemberantasan Korupsi di Indonesia di
Lihat dari Aspek Sosiologi Hukum
Ø Penyebab
Korupsi di Indonesia:
1. Tanggung jawab
profesi, moral dan sosial yang rendah
2. Sanksi
yang lemah dan penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak
hukum, Institusi pemeriksa/pengawas yang tidak bersih/independen. Kesadaran
hokum sering kali diasumsikan, bahwa ketaatan hukum sangat erat hubungannya
dengan kesadaran hukum yang mana dianggap sebagai variable bebas, sedangkan
taraf ketaatan merupakan variable tergantung. Kesadaran hukum terletak antara
hukum dengan prilaku manusia yang nyata.[4]
3. Rendahnya
disiplin/kepatuhan terhadap Undang-undang dan Peraturan
4. Kehidupan yang
konsumtif, boros dan serakah (untuk memperkaya diri)
5. Lemahnya
pengawasan berjenjang (internal) dalam pelaksanaan tugas
6. Hilangnya rasa
malu ber KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
7. Wewenang yang
besar tidak diikuti evaluasi laporan kinerja
8. Kesempatan
korupsi yg terbuka
9. Budaya memberi
upeti/tips;
10. Pengaruh
lingkungan sosial;
11. Penghasilan yang
rendah dibandingkan dengan kebutuhan hidup yang layak
12. Lemahnya
penghayatan Pancasila dan pengalaman agama
Beberapa sebab (Causa)
terjadinya tindak pidana korupsi menurut Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah dalam
bukunya yang berjudul “Pemberantasan Tindak Korupsi” sebagai berikut:
1. Kurangnya Gaji atau Pendapatan Pegawai
Negri Dibandingkan dengan Kebutuhan yang Makin Hari Makin Meningkat
Pada umumnyan orang menghubungkan-hubungkan tumbuh
suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan misalnya kurang gaji
pejabat-pejabat, buruknya ekonomi, mental pejabat yang kurang baik,
administrasi dan manajemen yang kacau yang menghasilkan adanya prosedur yang
berliku-liku dan sebagainya (B. Soedarso).
Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negri memang
factor yang menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia.
Berdasarkan laporan hakim agung Warioba di Tanzania tahun 1970, sebab-sebab
orang melakukan korupsi ialah sebagi berikut:
o Kelangkaan kebutuhan pokok berupa barang
dan jasa, rendahnya gaji disertai dengan meningkatnya biaya hidup sebelum dan
sesudah pension.
o Ketidakpastian ekonomi bagi masa depan
orang
Patut
diingat bahwa kurangnya gaji pegawai negri ini dibandingkan dengan kebutuhannya
, semakin gawat manakala diperhatikan kebutuhan semakin meningkat sebagai
akibat kemajuan teknologi.
2. Manajemen yang Kurang Baik dan Kontrol
yang Kurang Efektif dan Efesien
Terkenal ucapan Prof. Soemitro Alm. yang dikutip
oleh media cetak bahwa kebocoran mencapai 30% dari anggaran. Ternyata usaha
pendidikan dan pelatihan seperti P4 dan SESPA tidak mempan bukan saja untuk
memberantasnya, ttapi juga untuk menguranginya. Korupsi semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Bahkan seorang widyaiswara di suatu Pusdiklat mengatakan pada
tanggal 20 Mei 2002 bahwa sesungguhnya 50% anggaran dimakan oleh penyelenggara.
Konsentrasi Raksasa pada piramid Mesir dan dinding besar Cina menunjukan bahwa
fungsi manajemen telah sejak lama ada, dalam arti proyek-proyek yang
dilaksanakan itu membutuhkan sejumlah orang yang tunduk kepada orang lain untuk
melaksanakan tugas.[5]
3. Karena Modernisasi
Penyebab modernisasi mengembangbiakan korupsi
sebagaimana disebutkan oleh Huntington berikut ini:
o Modernisasi membawa perubahan-perubahan
pada nilai dasar atas masyarakat
o Modernisasi juga ikut mengembangkan
korupsi dikarnakan membuka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru.
Hubungannya dengan kehidupan politik tidak diatur oleh norma-norma tradisional
yang terpenting dalam masyarakat, sedangkan norma-norma baru dalam hal ini
belum dapat diterima oleh golongan-golongan berpengaruh dalam masyarakat.
o Modernisasi merangsang korupsi karena
perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam kegiatan system politik.
Modernisasi terutama di Negara-negara yang baru memulai modernisasi,
memperbesar kekuasaan pemerintah dan melipatgandakan kegiatan-kegiatan yang
diatur oleh peraturan-peraturan pemerintah.[6]
Sedangkan pemberantasan korupsi
dilakukan dengan cara Masyarakat masih menganggap suap sebagai hal yang
wajar, lumrah, dan tidak menyalahi aturan. Suap terjadi hampir di semua aspek
kehidupan dan dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Banyak yang belum
memahami bahwa suap, baik memberi maupun menerima, termasuk tindak korupsi.
Suap dianggap sebagai bentuk primitif dan induk korupsi. Suap adalah awal
lahirnya budaya koruptif dalam skala luas yang terjadi saat ini. Contoh paling
sederhana di masyarakat kita adalah bila seseorang ingin membuat KTP dalam
waktu satu hari langsung jadi padahal ketentuanya satu minggu, seseorang yang
akan membuat KTP itu memberikan uang tambahan/tips kepada pegawai kecamatan
agar KTP itu jadinya satu hari.
Dari contoh dan realitas diatas suap
memakai bahasa lain yang bukan terang- terangan mengatakan ini adalah suap
hanya “membantu”. Sebenarnya membantu ini adalah hal yang lumrah tapi disalah
gunakan demi kepentingan yang lain dan akhirnya justru disalahgunakan demi
keuntungan pribadi dan saling menguntungkan antara pemberi dan penerima.
Ø Upaya
Memberantas Korupsi
1. Percepatan
pemberlakuan asas pembuktian terbalik
2. Penegakan
hukum yang tegas dan konsisten dengan sanksi berat kepada pelaku korupsi
3. Meningkatkan
komitmen, konsisten dengan sanksi berat kepada pelaku korupsi;
4. Menata kembali
organisasi, memperjelas, transparansi, mempertegas tugas dan fungsi yang
diemban oleh setiap instansi;
5. Menyempurnakan
sistem ketatalaksanaan meliputi: perumusan kebijakan (agar tidak terjadi
penyalahgunaan kebijakan), perencanaan penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan
evaluasi pertanggungjawaban kinerja serta kualitas pelayanan masyarakat
6. Memperbaiki
manajemen kepegawaian
7. Mengembangkan
budaya kerja/tertib/malu melakukan KKN
8. Meningkatkan
transparansi, akuntabilitas dan pelayanan prima.[7]
Ø Wewenang
Komisi Pemberantasan Korupsi:
1. Mengkoordinasikan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam
kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
4. Melaksanakan
dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
5. Meminta
laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi;
6. Berani menindak pelaku korupsi yang
melarikan diri ke negara lain.
D.
Tebang Pilih Kasus Korupsi dalam Perspektif
Sosiologi Hukum
Seperti yang terjadi pada realita koruptor-koruptor
yang dekat dengan kekuasaan dan/atau mempunyai kekuatan politik dan ekonomi
(uang) yang kuat sulit sekali untuk disentuh dengan hukum, hal ini tidaklah
menghenrankan kita semua mengingat hukum di negeri ini belumlah menjadi
panglima tapi hukum hanyalah sebagai posisi tawar menawar (bargaining position)
dalam politik ekonomi dan kekuasaan.
Para aparat penegak hukum dalam melaksanakan
tugasnya haruslah berpegang pada hukum positif yang berlaku, namun dari sudut
politik, orang tidak hanya melihat pada pelaksanaan hukum, akan tetapi juga
mempertimbangkan akibat-akibat suatu keputusan yang berlandaskan hukum pada
kepentingan bangsa dan Negara yang lebih luas. Kedua macam sikap dan pandangan
itu acap kali menimbulkan keraguan dalam melaksanakan hukum di lapangan.
Jadi sulit sekali bagi kita untuk memisahkan hukum, politik, dan ekonomi mengingat hukum merupakan produk bersama DPR (sekumpulan politisi) dengan pemerintah, walaupun sudah ada political will (kemauan politik) dari pemerintah untuk mengedepankan supremasi hukum, namun hal tersebut belumlah cukup dan mungkin hanya akan menjadi jargon-jargon politik, untuk itu diperlukan political action (aksi politik) yang nyata di lapangan, yang tentunya hal ini akan mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat. Namun mengingat pemerintahan SBY jilid II dibentuk merupakan kualisi partai politik, rasanya lima tahun kedepan sulit bagi kita untuk mengatakan hukum menjadi panglima atau istilah sosiologi hukumnya, hukum baik secara yuridis dan empiris tidak mengalami pertentangan dalam pelaksanaan di masyarakat
Korupsi sebagai musuh bersama, tetap akan ada. Kita tetap akan dipertontonkan keberhasilan aparat penegak hukum dalam menangkap koruptor, namun jangan banyak berharap para koruptor yang bersembunyi di ketiak penguasa akan tersentuh hukum, kecuali ada keberanian dari pemerintahan SBY bahwa pemberantasan korupsi di negeri tanpa tebang pilih.[8]
Jadi sulit sekali bagi kita untuk memisahkan hukum, politik, dan ekonomi mengingat hukum merupakan produk bersama DPR (sekumpulan politisi) dengan pemerintah, walaupun sudah ada political will (kemauan politik) dari pemerintah untuk mengedepankan supremasi hukum, namun hal tersebut belumlah cukup dan mungkin hanya akan menjadi jargon-jargon politik, untuk itu diperlukan political action (aksi politik) yang nyata di lapangan, yang tentunya hal ini akan mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat. Namun mengingat pemerintahan SBY jilid II dibentuk merupakan kualisi partai politik, rasanya lima tahun kedepan sulit bagi kita untuk mengatakan hukum menjadi panglima atau istilah sosiologi hukumnya, hukum baik secara yuridis dan empiris tidak mengalami pertentangan dalam pelaksanaan di masyarakat
Korupsi sebagai musuh bersama, tetap akan ada. Kita tetap akan dipertontonkan keberhasilan aparat penegak hukum dalam menangkap koruptor, namun jangan banyak berharap para koruptor yang bersembunyi di ketiak penguasa akan tersentuh hukum, kecuali ada keberanian dari pemerintahan SBY bahwa pemberantasan korupsi di negeri tanpa tebang pilih.[8]
Adnan Buyung mengatakan “Dalam Negara hukum yang
dianut Indonesia sekarang ada kecenderungan terjadi pergeseran kearah formal
legalitas, tanpa melihat substansinya.[9]
E.
Pertanggung Jawaban Pidana pada Perkara Tindak Pidana Korupsi
Dalam Undang-undang Nomor 31 tahun
1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Undang-undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, pertanggung jawaban
pidana pada perkara tindak pidana korupsi yaitu:
1. Korporasi adalah
kumpulan orang dan atau kekayaan yang
terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
2. Pegawai Negeri adalah
meliputi :
a. pegawai
negeri sebagaimana
dimaksud dalam
Undang-undang tentang
Kepegawaian;
b. pegawai negeri
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang
Hukum
Pidana;
c. orang yang menerima gaji
atau upah dari keuangan negara atau daerah;
d. orang yang menerima gaji
atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau
daerah; atau
e. orang yang menerima gaji
atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari
negara atau masyarakat.
3. Setiap orang adalah orang
perseorangan atau termasuk korporasi.
F.
Penjatuhan Pidana pada Perkara
Tindak Pidana Korupsi
Berdasarkan ketentuan undang-undang
nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan
pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi
adalah sebagai berikut.
Ø Terhadap
Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi
- Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999
jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.
2. Pidana
Penjara
- Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
- Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3)
- Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
- Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
3. Pidana
Tambahan
- Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
- Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
- Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
- Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
- Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
- Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Ø Terhadap Tindak Pidana yang
dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda
dengan ketentuan maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini
melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat (1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:
- Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
- Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
- Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain.
- Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding pengadilan.
- Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.[10]
KESIMPULAN
Pernyataan korupsi sebagai sebuah
istilah kebudayaan tetap menjadi sebuah pernyataan yang melahirkan dua
pandangan yang berbeda. Ada pihak yang mengatakan bahwa tindakan korupsi
merupakan sebuah budaya dan ada juga yang menentang hal ini. Namun perbedaan pendapat
ini didasarkan pada pemahaman kebudayaan yang berbeda-beda pula. Korupsi bisa
di lihat sebagai sebuah kebudayaan jika kebudayaan memiliki diartikan sebagai
sebuah tingkah laku yang terus diwariskan dari generasi ke generasi, sebuah
kebiasaan yang terus terpelihara dalam masyarakat baik secara pribadi maupun
kelompok yang besar seperti seperti bangsa Indonesia. Namun secara filosofis,
korupsi di satu pihak bukanlah sebuah kebudayaan sebab korupsi sungguh
bertentangan dengan nilai dan unsur kebudayaan itu sendiri dan di pihak lain
korupsi dapat dikatakan sebuah kebudayaan jika meneliti motif dari korupsi itu
sendiri. Nilai kebahagiaan yang merupakan hal yang mendasar dari manusia itu
sendiri merupakan motif di balik tindakan korupsi itu.
Peranan
sosiologi dalam memberantas atau mencegah korupsi, Sosiologi dalam masyarakat
adalah untuk meneliti berbagai macam masalah dalam masyarakat dan membantu
mencari jalan keluar yang paling efektif khususnya dalam kasus korupsi.
Terdapat tiga tahap yaitu, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian. Dalam kasus
korupsi hal ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kasus korupsi. Pada
tahap perencanaan , disini perencanaan dalam anggaran harus dibuat serinci
mungkin dan sesuai dengan kebutuhan,serta terkendali. Tahap pelaksanaan yang
harus dilihat adalah jalannya suatu pembangunan/tindakan sesuai dengan apa yang
terjadi serta terus melaporkan proses perubahan yang terjadi secara terbuka,
dan selalu terawasi/terpantau. Sedangkan pada tahap penilaian, dalam hal ini yang
harus dilakukan adalah analisis terhadap masalah/dampak sosial yang akan
terjadi dalam suatu pembanguan/tindakan.
Selanjutnya
yaitu penelitian, dengan penelitian dan penyidikan sosiologi akan diperoleh
suatu perencanaan/pemecahan masalah yang baik. Dalam kasus korupsi hal ini
diperlukan untuk mencegah terjadinya korupsi dan cara untuk mengatasinya.
Berdasarkan tinjauan Sosiologi Hukum
terhadap undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia
ternyata masih belum maksimal bahkan belum mencapai titik keberhasilan dari
sinilah perlu kerja keras pejabat pemberantasan serta diiringi dengan peran
penting sosiologi dalam memberantas tindak pidana korupsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Chairudin.
1991. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar
Grafika.
Hamzah,
Andi. 2008. Pemberantasan Korupsi Melalui
Hukum Pidana Nasional dan Internasional.
Jakarta: PT Rajawali Pers.
Honour
dan Mainwaring. 1998. Sosiologi dan
Bisnis. Jakarta: Bina Aksara.
Salman,
Otje. 1993. Beberapa Aspek Sosiologi
Hukum. Bandung: PT Alumni.
Syawaludin,
Mohammad. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar
Teori dan Metodologi. Palembang: IAIN Raden Fatah Press.
http://agusthutabarat.wordpress.com/2009/11/06/tindak-pidana-korupsi-di-indonesia-tinjauan-uu-no-31-tahun-1999-jo-uu-no-20-tahun-2001-tentang-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi/
[1] Mohammad Syawaludin, Sosiologi
Suatu Pengantar Teori dan Metodologi, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press,
2006), Hal. 23.
[2] http://idiesta.blogspot.com/2012/06/pengertian-korupsi.html
[4] Otje, Salman, Beberapa Aspek
Sosiologi Hukum, (Bandung: PT Alumni, 1993), hal. 52.
[5] Honour dan Mainwaring, Sosiologi
dan Bisnis, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hal, 144.
[6] Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana
Nasional dan Internasional, (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2008), Ed. Revisi, hal. 13-22.
[9] Chairudin, Sosiologi Hukum, (Jakarta:
Sinar Grafika, 1991), hal. 109.
[10]
http://agusthutabarat.wordpress.com/2009/11/06/tindak-pidana-korupsi-di-indonesia-tinjauan-uu-no-31-tahun-1999-jo-uu-no-20-tahun-2001-tentang-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar