MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM
“Filsafat Yunani Awal Munculnya Filsafat Islam”
MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM
Filsafat Islam
merupakan salah satu bidang studi islam yang keberadaannya menimbulkan pro dan
kontra. Mereka yang berpikran maju[1]
dan bersifat liberal cenderung mau menerima pemikiran filsafat islam. Sedangkan
mereka yang bersifat tradisional yakni berpegang teguh kepada doktrin ajaran
Al-Quran dan Al-Hadits secara tekstual, cenderung kurang mau menerima filsafat,
bahkan menolaknya.
Kajian dan
penelitian filsafat banyak dilakukan, walaupun dalam cara melihatnya masih
dijumpai kekaburan. Amin Abdullah misalnya mengatakan ada kekaburan dan
kesimpangsiuran yang patut disayangkan di dalam cara berfikir kita. Dengan
mengkaji metodologi penelitian filsafat yang dilakukan para ahli, kita ingin
meraih kembali kejayaan islam di bidang ilmu pengetahuan sebagaimana yang
pernah dialami di zaman klasik. Kajian filsafat Islam baru dilakukan sebagian
mahasiswa pada jurusan tertentu di akhir abad ke-20 ini. Sedangkan pada
masyarakat secara umumseperti yang di kalangan pesantren, pemikirann filsafat
masih dianggap terlarang, karena dapat melemahkan iman.[2]
Kalaupun di pesantren diajarkan logika, yang pada hakikatnya merupakan ilmu
yang mengajarkan cara berfikir filosofis, namun tidak diterapkan, hanya sebagai
hafalan semata.
A. Pengertian Filsafat
Islam
Kata filsafat berasa dari
kata philo yang berarti cinta, dan
kata sophos yang berarti ilmu atau
hikmah.[3]
Dengan demikian secara bahasa filsafat adalah cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Al-Syaibi berpendapat bahwah filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan
cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian
padanya, dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
Islam berasal dari
bahasa Arab “aslama, yuslimu, islaman” yang berarti patuh, tunduk, berserah
diri, serta memohon selamat dan sentosa.[4]
Kata tersebut berasal dari Salima yang
berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Secara istilah Islam adalah nama
bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
Melalui malaikat Jibril.
Filsafat Islam
menurut pendapat Ahmad Fuad Al-Ahwani yaitu “pembahasan meliputi berbagai alam
semesta dan bermacam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan
yang turun bersama lahirnya agama Islam.[5]
Menurut Musa Asy’ari yaitu pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan
berubah. Filsafat Islam dapat diketahui melalui lima cirinya yang pertama, dari segi sifat dan coraknya, filsafat Islam berdasar pada
ajaran Islam yang bersumberkan Al-qran dan Hadits. Kedua, dari segi ruang lingkup pembahasannya, mencakup pembahasan
bidang fisika atau alam raya. Ketiga, dari
segi datangnya, sejalan dengan perkembangan Islam itu sendiri. Keempat, dari segi yang mengembangkannya
filsafat Islam dalam arti materi pemikiran filsafatnya, bukan kajian sejarahnya
disajikan oleh muslim. Kelima, dari
segi kedudukannya, filsafat Islam sejajar dengan bidang studi keislaman lainnya
seoerti iqih, ilmu kalam, tasawuf, SKI, dan pendidikan Islam.
B. Model - Model
Penelitian Filsafat
1. Model M. Amin Abdullah
Dalam desertasinya yang
berjudul The Idea of Universality Ethical
Norm In Ghazali and Kant, M. Amin Abdullah menggunakan metode kepustakaan
yang bercorak deskriftif (mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber,
baik sumber primer maupun sekunder). Bahan-bahan tersebut selanjutnya diteliti
keontetikannya secara seksama, diklasifikasikan menurut variabel yang ingin
ditelitinya, Jika dilihat dari segi pendekatan yang digunakannya ia mengambil
pendekatan studi tokoh yaitu dengan cara menggunakan studi komparasi antara
pemikiran kedua tokoh tersebut (Al-Ghazali dan Immanuel Kant), khususnya dalam
bidang etika.[6]
2. Model Otto Horrassowitz,
Majid Fakhry dan Harun Nasution
Dalam bukunya yang
berjudul History of Muslim philosophy,
yang diterjemahkan dan disunting oleh
M.M. Syarif termasuk
penelitian kualitatif. Sumbernya kajian pustaka. Metodenya deskriptis analitis,
sedangkan pendekatannya histories dan tokoh yaitu bahwa apa yang disajikan
berdasarkan data-data yang ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik kajiannya
adalah tokoh.
Penelitian serupa
itu juga dilakukan oleh Majid Fakhry yang berjudul A History of Islamic Philosophy dan diterjemahkan oleh Mulyadi Kartanegara, pada penelitian ini
tampaknya menggunakan campuran, yaitu selain menggunakan pendekatan historis
(meneliti latar belakang munculnya berbagai pemikiran filsafat dalam Islam)
juga menggunakan pendekatan kawasan (mengelompokan para filosof ke dalam
kelompok Timur dan Barat), bahkan pendekatan substansi (mengemukakan berbagai
pemikiran filsafat yang dihasilkan dari berbagai tokoh tersebut.
Harun Nasution juga
melakukan penelitian filsafat dengan menggunakan pendekatan tokoh dan
pendekatan historis. Bentuk penelitiannya deskriptif dengan menggunakan
bahan-bahan bacaan baik yang ditulis oleh tokoh yang bersangkutan maupun
penulis lain yang berbicara mengenai tokoh tersebut. Dengan demikian penelitiannya
bersifat kualitatif. Melalui pendekatan tokoh Harun Nasution mencoba menyajikan
pemikiran filsafat berdasarkan tokoh yang ditelitinya, sedangkan dengan
pendekatan historis ia mencoba menyajikan tentang sejarah timbulnya pemikiran
filsafat Islam yang dimulai dengan kontak pertama dan ilmu pengetahuan serta
falsafah Yunani.[7]
3. Model Ahmad Fuad
Al-Ahwani
Ahmad Fuad Al-Ahwani termasuk
pemikir modern dari Mesir yang banyak mengkaji dan meneliti bidang filsafat
Islam, karyanya berjudul Filsafat Islam. Metode penelitian yang ditempuh Ahmad
Fuad Al-Ahwani adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan
kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah penelitian deskriftif kualitatif,
sedangkan pendekatannya adalah pendekatan yang berdasarkan campuran, yaitu
pendekatan historis (menjelaskan latar belakang timbulnya filsafat dalam Islam), pendekatan kawasan
(membagi tokoh-tokoh filosof menurut tempat tinggal mereka), dan pendekatan
tokoh (mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang
mengemukakannya).
Dari berbagai hasil
penelitian yang dilakukan para ahli memberikan kesan kepada kita bahwa pada
umumnya penelitian yang dilakukan bersifat penelitian kepustakaan. Metode yang
digunakan pada umumnya bersifat deskriptif analitis. Sedangkan pendekatannya
secara histories, kawasan, dan substansial. Pengkaji filsafat biasanya terbiasa
dengan diskusi dan perbincangan yang begitu mendalam tentang uraian-uraian dan
kitipan filosofis, seolah-olah hampir tidak mengalami kesulitan interpretasi
yang melelahkan.[8]
Dewasa ini setahap demi setahap pemikiran filsafat Islam
sudah mulai diterima masyarakat. Berbagai kajian dibidang keagamaan selalu
dilihat dari segi pemikiran filosofisnya. Tanpa bantuan filsafat, masyarakat
akan cenderung terjebak ke dalam bentuk ritualistik semata-mata tanpa tahu
pesan filosofis yang terkandung dalam ajaran tersebut.[9]
PEMBHASAN CONTOH SKRIPSI
Dalam skripsi
yang berjudul “Filsafat Yunani Awal Munculnya Filsafat Islam” membahas
tentang hystoris berkembangnya Filsafat Islam, falsafah dan ilmu pengetahuan
Yunani di Timur Tengah, timbullah pusat-pusat peradaban Yunani seperti
Iskandariah (dari nama Aleksander) di Mesir, Antakia di Suria, Selopsia serta
Jundisyapur di Irak dan Baktra (sekarang Balkh) di Iran. Ketika para Sahabat
Nabi Muhammad menyampaikan dakwah Islam ke daerah-daerah tersebut terjadi
peperangan antara kekuatan Islam dan kekuatan Kerajaan Bizantium di Mesir,
Suria serta Irak, dan kekuatan Kerajaan Persia di Iran. Daerah-daerah ini, dengan
menangnya kekuatan Islam dalam peperangan tersebut, jatuh ke bawah kekuasaan
Islam.
Tetapi
penduduknya, sesuai dengan ajaran Al-Qur'an, bahwa tidak ada paksaan dalam
agama dan bahwa kewajiban orang Islam hanya menyampaikan ajaran-ajaran yang
dibawa Nabi, tidak dipaksa para sahabat untuk masuk-Islam.Kedudukan akal yang
tinggi dalam pemikiran Yunani mereka jumpai sejalan dengan kedudukan akal yang
tinggi dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Dengan demikian timbullah di panggung
sejarah pemikiran Islam teologi rasional yang dipelopori kaum Mu'tazilah.
Ciri-ciri dari teologi rasional ini ialah:
1.
Kedudukan akal tinggi di dalamnya, sehingga mereka tidak mau tunduk kepada arti
harfiah dari teks wahyu yang tidak sejalan dengan pemikiran filosofis dan
ilmiah. Mereka tinggalkan arti harfiah teks dan ambil arti majazinya, dengan
lain kata mereka tinggalkan arti tersurat dari nash wahyu dan mengambil arti
tersiratnya. Mereka dikenal banyak memakai ta'wil dalam memahami wahyu.Karena
itu aliran ini menganut faham qadariah, yang di Barat dikenal dengan istilah
free-will and free-act, yang membawa kepada konsep manusia yang penuh dinamika,
baik dalam perbuatan maupun pemikiran.
2.
Pemikiran filosofis mereka membawa kepada penekanan konsep Tuhan Yang Maha
Adil. Maka keadilan Tuhanlah yang menjadi titik tolak pemikiran teologi mereka.
Keadilan Tuhan membawa mereka selanjutnya kepada keyakinan adanya hukum alam
ciptaan Tuhan, dalam al-Qur'an disebut Sunnatullah, yang mengatur perjalanan
apa yang ada di alam ini. Alam ini berjalan menurut peraturan tertentu, dan
peraturan itu perlu dicari untuk kepentingan hidup manusia di dunia ini.
Pemikirannya
tentang Tuhan menghasilkan Akal II dan pemikirannya tentang dirinya
menghasilkan Langit Pertama. Akal II juga mempunyai obyek pemikiran, yaitu
Tuhan dan dirinya sendiri. Pemikirannya tentang Tuhan menghasilkan Akal III dan
pemikirannya tentang dirinya sendiri menghasilkan Alam Bintang. Begitulah Akal
selanjutnya berfikir tentang Tuhan dan menghasilkan Akal dan berpikir tentang
dirinya sendiri dan menghasilkan planet-planet.Demikianlah gambaran alam dalam
astronomi yang diketahui di zaman Aristoteles dan zaman al-Farabi, yaitu alam
yang terdiri atas sepuluh falak. Pemikiran Akal X tentang Tuhan tidak lagi
menghasilkan Akal, karena tidak ada lagi planet yang akan diurusnya.
Memang
tiap-tiap Akal itu mengurus planet yang diwujudkannya. Akal dalam pendapat
filsuf Islam adalah malaikat. Begitulah Tuhan menciptakan alam semesta dalam
falsafat emanasi al-Farabi. Tuhan tidak langsung menciptakan yang banyak ini,
tetapi melalui Akal I yang esa, dan Akal I melalui Akal II, Akal II melalui
Akal III dan demikianlah seterusnya sampai ke penciptaan Bumi melalui Akal X.
Tuhan tidak langsung berhubungan dengan yang banyak, tetapi melalui Akal atau malaikat.
Dalam diri
Tuhan tidak terdapat arti banyak, dan inilah tauhid yang murni dalam pendapat
al-Farabi, Ibn Sina dan filsuf-filsuf Islam yang menganut paham emanasi.
Sesuatu mesti diciptakan dari suatu yang telah ada. Maka materi asal timbul
bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang dipancarkan pemikiran Tuhan. Karena
Tuhan beffikir semenjak qidam, yaitu zaman tak bermula, apa yang dipancarkan
pemikiran Tuhan itu mestilah pula qadim, dalam arti tidak mempunyai permulaan
dalam zaman. Dengan lain kata Akal I, Akal II dan seterusnya serta materi asal
yang empat api, udara, air dan tanah adalah pula qadim. Dari sinilah timbul
pengertian alam qadim, yang dikritik al-Ghazali.
Filsafat
Islam dibentangkan oleh dua lingkungan yang hidup sezaman yang sama-sama meletakkan
sendi kajian rasional Islam. Pertama, ialah lingkungan kaum penerjemah yang
memasok dunia islam dengan buah pemikiran klasik baik timur dan barat. Kedua,
lingkungan sekte-sekte teologis Islam, khususnya Mu`tazilah. Adapun topik
Filsafat Islam bersifat Religius, dimulai dengan meng-esakan Tuhan dan
menganalisa secara universal dan menukik teori keTuhanan yang tak terdahului
sebelumnya.
Dalam
perkembangan Filsafat Islam berlandaskan pada prinsip agama. Dikatakan Filsafat
Religius, karena Filsafat Islam tumbuh dijantung Islam, tokoh-tokohnya dididik
dengan ajaran Islam dengan semangat Islam dan hidup dengan suasana Islam.
Filsafat Islam merupakan perpanjangan dari pembahasan keagamaan dan teologis
yang ada sebelumnya.
Filsafat
Islam terpengaruh oleh Filsafat Yunani. Namun demikian, sumber pokok yang
mereka manfaatkan adalah nash-nash agama (Al-Qur`an). Ini dapat dilihat
terutama pada aliran Mu`tazilah dan Asy`ariyah. Walaupun demikian, dalam
kenyataanya Filsafat Islam lahir dari dalam islam itu sendiri, sedangkan cara
pemecahannya yang terpegaruh dari Filsafat Yunani.
Dengan
demikian, dengan adanya kontak umat Islam dengan kebudayaan Yunani bersama
dengan waktu penulisan ilmu Islam, maka masuklah unsur kebudayaan Yunani yang
memberi corak tertentu, terutama dalam bentuk dan isi. Dalam bentuk pengaruh
logika Yunani besar sekali, ilmu islam diberi warna baru, ditempa menurut pola
Yunani dan disusun sesuai dengan system Yunani. Jadi, logika mempunyai pengaruh
yang sangat besar pada alam pikiran islam saat itu.
Jadi pada
dasarnya Filsafat Islam adalah hasil dari pemikiran umat islam itu sendiri,
namun tidak lepas dari pengaruh Filsafat Yunani. Ini terlihat bagaimana kaum
muslim dalam menyelesaikan suatu masalah tentunya menggunakan logika mereka
sendiri, serta Filsafat Islam meliputi problema-problema besar Filsafat seperti
soal wujud, esa dan berbilang, teori mengenal kebahagian dan keutamaan,
hubungan Tuhan dengan manusia dan lain-lain.
KESIMPULAN
Ringkasnya,
Islam adalah agama yang berangkat dari kebenaran mutlak dari wahyu Tuhan yang
dalam dirinya terdapat nilai universal yang dapat mengakomodir kebudayaan dan
pemikiran asing dengan melalui proses Islamisasi.
Sedangkan
Barat adalah kebudayaan yang bermula dari spekulasi akal belaka yang tiada memiliki
rujukan kepada kebenaran mutlak dan tiada akan pernah mencapai kebenaran.
Masalah yang dihadapi kebudayaan Islam hakekatnya bukanlah kemunduran dalam
bidang-bidang yang sifatnya fisikal, akan tetapi adalah kerancuan (tumpah
tindih) pemikiran, yaitu antara konsep-konsep Islam dan konsep-konsep Barat
sekuler.
Karena itu
perbedaan dan pembedaan Islam dan Barat perlu dilakukan secara konsisten, agar
dapat mengenali asal usul suatu konsep dan pemikiran dan mengetahui proses
ilmiah selanjutnya, apakah harus diadapsi atau ditolak.
Islamisasi
bukanlah adopsi pemikiran asing kedalam Islam, tapi lebih merupakan adapsi
pemikiran luar dengan proses epistemologis yang meletakkan realitas dan
kebenaran dalam suatu kesatuan tawhidi.
Kita tidak
anti Barat tapi bukan pula menganggap Barat sama atau bahkan lebih unggul dalam
segala segi dari Islam. Kita dapat mengambil manfaat dari kemajuan teknologi
Barat, tapi tidak dapat meniru pandangan hidup Barat yang sama sekali berbeda
dari pandangan hidup Islam.
pada umumnya penelitian yang dilakukan
bersifat penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan pada umumnya bersifat
deskriptif analitis. Sedangkan pendekatannya secara histories, kawasan, dan
substansial. Pengkaji filsafat biasanya terbiasa dengan diskusi dan perbincangan
yang begitu mendalam tentang uraian-uraian dan kitipan filosofis, seolah-olah
hampir tidak mengalami kesulitan interpretasi yang melelahkan
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ahwani,
Fuad. 1985. Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
1986
Louis O. Kattsof, 1989. Pengantar Filsafat (terj.) Soejono
Soemargono dari judul asli Element of
Filosofj. Yogyakarta: Bayu Indra Grafika
Madkour,
Inrahim.1990. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Yogyakarta:
Bumi Aksara
Nata,
Abuddin, 1889. Metodologi Studi Islam. Jakarata:
Raja Grafindo Persadaa
Nurcholis
Madjid, Hakikat Sejarah Pemikiran Islam, Pelita, 27 Januari, 1991
[1] Berpikir maju antara lain ditandai dengan sifat terbuka, rasional, kritis,
objektif, berorientasi kedepan, dinamis, dan mau mengikuti perubahan zaman,
tanpa meninggalkan prinsip atau ajaran dasar yang bersifat asasi.
[2] Abuddin Nata, Metodologi
Studi Islam, (Jakarata: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 251.
[3] Louis O. Kattsof, Pengantar
Filsafat (terj.) Soejono Soemargono dari judul asli Element of Filosofj, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1989), cet
ke6, hlmn. 11.
[4] Maulana Muhammad Ali, Islamologi
Dinul Islam, (terj.) R. Kaelani dan H.M.Bachrun, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van
Hoeve, 1980), hal. 2.
[5] Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat
Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), cet. 1 hal. 5.
[6] Nata, abuddin, Metodologi
studi Islam, (Jakarata: Jakarata: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 258.
[7] Harun Nasution, falsafat dan
Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet. II.
[8] Oliver Leaman, Pengantar
Filsafat Islam, (terj.) Amin Abdullah dari judul asli An Introduction to Medievel Islamic Philosophy, (Jakarta: Rajawali,
1989), cet. I, hal. 274.
[9] Abuddin Nata, Metodologi Studi
Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 265.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar