Halaman

Jumat, 21 Juni 2013

Analisis Kasus Penggelapan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN / VERDUISTERING
( Analisis Kasus Penggelapan Sulasmi )

BAB I
PENDAHULUAN
Semakin maju perkembangan zaman seiringan dengan itu juga kejahatan banyak bermunculan di negeri pertiwi ini dengan berbagai metode. Salah satu diantaranya adalah tindak pidana penggelapan (verduistering) sebagaimana yang diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan pasal 377 KUHP. Menurut Laminating, tindak pidana sebagaimana tersebut sebagai ‘’penyalahgunaan kepercayaan’’. Sebab, inti dari tindak pidana yang diatur dalam Bab XXIV tersebut adalah ‘’penyalahgunaan hak’’. Atau ‘’penyalahgunaan kepercayaan’’.
Tindak pidana penggelapan sering terjadi di berbagai kalangan, mulai dari kalangan rendah hingga kalangan tinggi yang notabennya berpendidikan dan mengertian hukum atas tindakan tersebut, namun kejahatan ini tetap saja terjadi tidak hanya oleh masyarakat kecil bahkan seorang yang yang terpandang yang seharusnya menjadi panutan pun ikut terjerumus dalam kasus ini.
Menilik banyaknya kasus kejahatan yang terjadi dikalangan masyarakat, tentunya kita sangat prihatin. Bahkan, kasus yang menimpa istri polisi yang akan dibahas dalam makalah ini sungguh sangat memalukan. Sebagai istri penegak hukum seharusnya dapat memberikan tauladan yang baik kepada masyarakat, tetapi apa yang telah dilakukan oleh Sulasmi adalah hal yang tidak pantas ditiru.
Dalam penyidikan petugas, Sulasmi ditetapkan sebagai terdakwa kasus penggelapan uang milik rekan bisnisnya senilai Rp 386 juta. Wanita setengah baya berumur 35 tahun ini telah menipu ketiga rekan kerjanya. Diketahui, kasus istri Bintara ini dilaporkan polisi pada Desember 2009 lalu. ‘’pelapornya tiga orang, yakni Elok Kusuma Wardani, Yuliati dan Siti Jaridin.’’ Kata Iwan dipersidangan yang dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Heri Widodo. Kasus ini akan dibahas secara tuntas dalam makalah ini.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Tindak Pidana Penggelapan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Penggelapan diartikan sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan) yang menggunakan barang secara tidak sah.
Menurut R. Soesilo (1968.258), penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362. Bedanya ialah pada pencurian barang yang dimiliki itu belum berada di tangan pencuri dan masih harus “diambilnya” sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.
Menurut Lamintang, tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum.[1]
Pengertian yuridis mengenai penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri dari 5 pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP, merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah."[2]
Jadi, penggelapan dalam tindak pidana tersebut dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang menyimpang/menyeleweng,  menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bukan dari hasil kejahatan.

B.  Jenis-Jenis Tindak pidana Penggelapan
Berikut jenis-jenis tindak pidana penggelapan berdasarkan Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP.
1)  Penggelapan biasa
Yang dinamakan penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeegenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2)  Penggelapan Ringan
Pengelapan ringan adalah penggelapan yang apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari Rp.25. Diatur dalam Pasal 373 KUHP.
3) Penggelapan dengan Pemberatan
Penggelapan dengan pemberatan yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah (Pasal 374 KUHP).
4) Penggelapan dalam Lingkungan Keluarga
            Penggelapan dalam lingkungan keluarga yakni penggelapan yang dilakukan dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau oleh wali, pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya. (Pasal 375 KUHP).[3]

C.  Unsur-Unsur Pasal Tindak Pidana Penggelapan
Penggelapan terdapat unsur-unsur Objektif  meliputi perbuatan memiliki, sesuatu benda, yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dan unsur-unsur Subjektif meliputi penggelapan dengan sengaja dan penggelapan melawan hukum. Pasal-Pasal penggelapan antara lain :
1)   Pasal 372 KUHP Penggelapan Biasa
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum.
e. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
Hukuman : Hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun.
2)   Pasal 373 KUHP Penggelapan Ringan
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu bukan ternak.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum
e. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
f. Harganya tidak lebih dari Rp. 25,-
Hukuman : Hukuman penjara selama-lamanya 3 bulan.
3)   Pasal 374 dan KUHP Penggelapan dengan Pemberatan
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum.
e. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
f. Berhubung dengan pekerjaan atau jabatan.
Hukuman : Hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun.
4)   Pasal 375 KUHP Penggelapan oleh Wali dan Lain-lain
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
e. Terpaksa disuruh menyimpan barang.
f. Dilakukan oleh wali, atau pengurus atau pelaksana surat wasiat, atau pengurus lembaga sosial atau yayasan.
Hukuman : Hukuman penjara selama-lamanya 6 tahun.
Penggelapan yang ada pada pasal 375 ini adalah beradanya benda objek Penggelapan di dalam kekuasaan pelaku disebabkan karena: Terpaksa disuruh menyimpan barang itu, ini biasanya disebabkan karena terjadi kebakaran, banjir dan sebagainya. Kedudukan sebagai seorang wali (voogd); Wali yang dimaksudkan di sini adalah wali bagi anak-anak yang belum dewasa. Kedudukan sebagai pengampu (curator); Pengampu yang dimaksudkan adalah seseorang yang ditunjuk oleh hakim untuk menjadi wali bagi seseorang yang sudah dewasa, akan tetapi orang tersebut dianggap tidak dapat berbuat hukum dan tidak dapat menguasai atau mengatur harta bendanya disebabkan karena ia sakit jiwa atau yang lainnya.
Kedudukan sebagai seorang kuasa (bewindvoerder); Seorang kuasa berdasarkan BW adalah orang yang ditunjuk oleh hakim dan diberi kuasa untuk mengurus harta benda seseorang yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa menunjuk seorang wakil pun untuk mengurus harta bendanya itu. Kedudukan sebagai pelaksana surat wasiat; Yang dimaksud adalah seseorang yang ditunjuk oleh pewaris di dalam surat wasiatnya untuk melaksanakan apa yang di kehendaki oleh pewaris terhadap harta kekayaannya. Kedudukan sebagai pengurus lembaga sosial atau yayasan.
5)   Pasal 376 KUHP Penggelapan dalam Keluarga
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum.
e. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
f. Penggelapan dilakukan suami (isteri) yang tidak atau sudah diceraikan atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin.
Hukuman : Hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.
Tindak pidana penggelapan dalam keluarga disebut juga delik aduan relatif dimana adanya aduan merupakan syarat untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang oleh pengadu disebutkan namanya di dalam pengaduan. Dasar hukum delik ini diatur dalam pasal 376 yang merupakan rumusan dari tindak pidana pencurian dalam kelurga sebagaimana telah diatur dalam pembahasan tentang pidana pencurian, yang pada dasarnya pada ayat pertama bahwa keadaan tidak bercerai meja dan tempat tidur dan keadaan tidak bercerai harta kekayaan merupakan dasar peniadaan penuntutan terhadap suami atau istri yang bertindak sebagai pelaku atau yang membantu melakukan tindak pidana penggelapan terhadap harta kekayaan istri dan suami mereka. Pada ayat yang kedua, hal yang menjadikan penggelapan sebagai delik aduan adalah keadaan di mana suami dan istri telah pisah atau telah bercerai harta kekayaan.
Alasannya, sama halnya dengan pencurian dalam keluarga yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap harta kekayaan suami mereka, yaitu bahwa kemungkinan harta tersebut adalah harta bersama yang didapat ketika hidup bersama atau yang lebih dikenal dengan harta gono-gini yang mengakibatkan sulitnya membedakan apakah itu harta suami atau harta istri.
Oleh karena itu, perceraian harta kekayaan adalah yang menjadikan tindak pidana penggelapan dalam keluarga sebagai delik aduan.[4] Tindak pidana  Penggelapan dalam lingkungan keluarga dapat diadili jika kejahatan tersebut diadukan oleh keluarga yang bersengketa.

D. Analisis Kasus Tindak Pidana Penggelapan Bhayangkari
1) Kronologi Kejadian Perkara
Seorang anggota Bhayangkari (istri polisi) harus berurusan dengan hukum karena menggelapkan uang milik rekan bisnisnya senilai Rp 386 juta. Kasus yang menimpa Sulasmi 35, istri polisi yang dinas di Polres Malang ini, baru terungkap saat untuk kali pertamanya duduk dikursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Malang sebagai terdakwa.
Dalam sidang terbuka untuk umum ini, diketahui jaksa penuntut umum (JPU) Iwan Winarso mendakwa sulasmi dengan pasal berlapis 379 (a), 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan. Ancaman yang diterima adalah hukuman penjara diatas lima tahun.  Selama penyidikan dikepolisian, Sulasmi ditahan di polresta. Saat disidangkan, ia menjadi tahanan titipan kejaksaan di LP Wanita Sukun.
Diketahui, kasus istri Bintara ini dilaporkan polisi pada Desember 2009 lalu. ‘’pelapornya tiga orang, yakni Elok Kusuma Wardani, Yuliati dan Siti Jaridin.’’ Kata Iwan dipersidangan yang dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Heri Widodo.
Ketiga korban mengaku uangnya dilarikan Sulasmi sebesar Rp 386 juta. Kerugian terbesar dialami Elok, istri polisi yang berdinas di Polresta Malang, sebesar Rp 300 juta. Sedangkan Yuliati sebesar Rp 54 juta dan siti Rp 34 juta, ujar Iwan.
Dalam menjalankan aksinya, Sulasmi yang bertempat tinggal di Jl. Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang ini, berkedok menjalankan bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian. Caranya, Sulasmi mengambil barang ketiga korban diatas dengan cara berhutang. Barang-barang diatas langsung dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh pembayaran. Sayangnya, uang pembayaran dari para pembeli itu tidak dibayarkan ke korban.
Elok misalnya, untuk kulakan sembako yang ia jual ke Sulasmi harus menggadaikan sertifikat rumahnya ke bank. Sehingga ketika Sulasmi tidak  membayar utang, rumah Eko disita bank. Selain pembacaan dakwaan, agenda sidang kemarin juga langsung dilakukan pemeriksaan saksi. Elok yang bersaksi dipersidangan itu matanya hingga berkaca-kaca ketika memberikan keterangan akibat perbuatan terdakwa.[5]
2) Analisis Kasus dan Penerapan Pasal
a)      Modus Terdakwa
Dalam menjalankan aksinya, Sulasmi yang bertempat tinggal di Jl Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang ini, berkedok menjalankan bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian. Caranya, Sulasmi mengambil barang ketiga korban diatas dengan cara berhutang. Barang-barang diatas langsung dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh pembayaran. Namun uang hasil bisnis penjualan sembako, keu, dan pakaian tersebut tidak dibayarkan kepada ketiga korban.
b)      Unsur-Unsur Tindak Pidana kasus Sulasmi
Dalam sidang terbuka untuk umum ini, diketahui jaksa penuntut umum (JPU) Iwan Winarso mendakwa sulasmi dengan pasal berlapis 379 (a), 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan.
Pasal 379 (a) : ‘’Barangsiapa menjadikan pencarian atau kebiasaan membeli barang, dengan maksud mendapat barang itu untuk dirinya atau untuk orang lain, dengan tidak membayar lunas dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun’’.
Yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang menjadikan pencarian atau kebiasaan membeli barang dengan tidak membayar lunas, dengan maksud memperoleh barang itu untuk dirinya sendiri atau orang lain.
Unsur-unsur penting yang perlu dibuktikan dalam pasal ini adalah : Perbuatan itu harus dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan, apabila perbuatan itu hanya dilakukan sekali saja, belum dapat dikatakan sebagai pencarian atau kebiasaan. Pembelian barang seperti itu harus dilakukan berulan-ulang dan pada beberapa toko. Dalam kasus yang dilakukan Sulasmi mengambil barang ketiga korban diatas dengan cara berhutang. Barang-barang diatas langsung dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh pembayaran. Sayangnya, uang pembayaran dari para pembeli itu tidak dibayarkan ke korban. Pada waktu melakukan pembelian, harus sudah ada maksud akan tidak membayar lunas.
Dalam menjalankan aksinya, Sulasmi yang bertempat tinggal di Jl. Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang ini, berkedok menjalankan bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian. Caranya, Sulasmi mengambil barang ketiga korban diatas dengan cara berhutang. Barang-barang diatas langsung dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh pembayran. Sayangnya, uang pembayaran dari para pembeli itu tidak dibayarkan ke korban.
Pasal 372 : ‘’Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dan yang ada padanya bukan karena kejahatan, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah’’.
Kejahatan ini dinamakan ‘’penggelapan biasa’’. Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362, hanya bedanya kalau dalam pencurian barang yang diambil untuk dimiliki itu belum berada ditangannya si pelaku, sedang dalam kejahatan penggelapan, barang yang diambil untuk dimiliki itu sudah berada ditangannya si pelaku tidak dengan jalan kejahatan atau sudah dipercayakan kepadanya.
Adapun unsur – unsur yang terkandung dalam pasal ini adalah :
a)      Unsur obyektif yaitu :
Ø  Sengaja melawan hukum. Dalam kasus ini Sulasmi telah melakukan tindakan melawan hukum, yaitu  berkedok menjalankan bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian.
Ø  Penggelapan, Sulasmi harus berurusan dengan hukum karena menggelapkan uang milik rekan bisnisnya senilai Rp.386 juta.
Ø  Sesuatu barang. Barang yang digunakan oleh terdakwa berupa sembako yang dihutang dari para korbannya, setelah dijual uangnya tidak dikembalikan kepada rekan bisnisnya yang ia hutangi.
b)      Unsur subyektifnya adalah : Dengan sengaja, yaitu menguasai barang yang sudah ada ditangannya (dalam kekuasaannya) secara melawan hukum.
Pasal 378 : ‘’Barangsiapa dengan maksud hendak menguntumgkan dirinya atau orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu, baik dengan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian kebohongan, membujuk orang untuk memberikan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, dipidana karena penipuan dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun’’.
Yang diancam dalam pasal ini ialah orang yang membujuk orang lain supaya memberikan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang dengan melawan hukum.
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tentang penipuan ini adalah Unsur-unsur obyektif : Menggerakkan, Yaitu menggunakan tindakan-tindakan, baik berupa perbuatan-perbuatan maupun perkataan-perkataan yang bersifat menipu. Dalam hal ini Sulasmi berkedok menjalankan bisnis sembako. Untuk menyerahkan suatu barang / benda, yaitu ketika korban menyerahkan barang kepada Sulasmi yang berhutang kepadanya. Untuk memberi hutang, dalam kasus Sulasmi tidak terdapat unsur ini. Untuk menghapus piutang, yaitu setelah Sulasmi menjual barang yang diperolehnya dengan cara berhutang, ia tidak menyerahkan hasil penjualannya kepada ketiga korban. Dengan menggunakan daya upaya seperti : Memaki nama atau, Martabat palsu, Dengan tipu muslihat, Rangkaian kebohongan. Unsur yang b, c, dan d termasuk dalam pelanggaran yang dilakukan oleh Sulasmi, yaitu ketika ia berkedok menjalankan bisnis sembako, sedangkan unsur memakai nama palsu tidak termasuk.
Unsur-unsur subyektif : Dengan maksud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dan memiliki maksud / tujuan tertentu. Jika dikaitkan dengan kesengajaan, maka termasuk dalam dolus Premiditatus, yaitu kesengajaan yang disertai dengan rencana terlebih dahulu.
Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Penggelapan yang dilakukan Sulasmi hanya menguntungkan diri sendiri dan mungkin juga keluarganya. Adapun para korban sangat dirugikan. Secara melawan hukum. Jika melihat semua unsur-unsur diatas tentunya apa yang telah dilakukan Sulasmi telah melawan hukum yang telah di tetapkan dalam KUHPidana.
3)   Hukuman Atas Terdakwa Kasus Penggelapan Sulasmi
Dalam sidang terbuka untuk umum ini, diketahui jaksa penuntut umum (JPU) Iwan Winarso mendakwa sulasmi dengan pasal berlapis 379 (a), 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan. Ancaman yang diterima adalah hukuman penjara diatas lima tahun.  Selama penyidikan dikepolisian, Sulasmi ditahan di polresta. Saat disidangkan, ia menjadi tahanan titipan kejaksaan di LP Wanita Sukun.[6]
Berdasarkan analisis kasus penggelapan yang dilakukan oleh seorang istri polisi yang bernama Sulasmi atas tiga korbannya, Jaksa telah mendakwa sulasmi dengan pasal berlapis 379 (a), 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan, ancaman yang diterima adalah hukuman penjara. Dalam menjalankan aksinya, Sulasmi yang bertempat tinggal di Jl Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang ini, berkedok menjalankan bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian. Jika dikaitkan dengan unsur tindak pidana menurut doktrin ilmu hukum, kasus ini meliputi semua aspek-aspeknya yaitu perbuatan, yang dilarang dan ancaman pidana. Kasus ini termasuk dalam salah satu bagian asas ekstradisi yaitu asas kejahatan rangkap.
Hukuman atas terdakwa kasus penggelapan uang sebesar Rp.386.000.000. yang dilakukan oleh Sulastri atas tiga korbannya Elok, istri polisi yang berdinas di Polresta Malang, sebesar Rp 300 juta. Sedangkan Yuliati sebesar Rp 54 juta dan siti Rp 34 juta. Diancam dengan Pasal berlapis dengan hukuman penjara diatas lima tahun, telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana penggelapan.

BAB III
KESIMPULAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Penggelapan diartikan sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan) yang menggunakan barang secara tidak sah.
Menurut Lamintang, tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum.
Dengan demikian penggelapan dalam tindak pidana dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang menyimpang/menyeleweng,  menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bukan dari hasil kejahatan.
Adapun Jenis-Jenis Tindak Pidana Penggelapan dalam KUHP meliputi:
1)      Penggelapan Biasa
2)      Penggelapan Ringan
3)      Penggelapan dengan Pemberatan
4)      Penggelapan dalam Kalangan Keluarga
Analisis kasus penggelapan Sulasmi (Bhayangkari), modus terdakwa melakukan kejahatan melalui kedoknya menjalankan bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian. Caranya, Sulasmi mengambil barang ketiga korban diatas dengan cara berhutang. Barang-barang diatas langsung dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh pembayaran. Namun uang hasil bisnis penjualan sembako, keu, dan pakaian tersebut tidak dibayarkan kepada ketiga korban.
Akibat perbuatannya menggelapkan uang milik tiga rekan bisnisnya senilai Rp 386 juta, ia dikenakan dengan Pasal berlapis jaksa penuntut umum (JPU) Iwan Winarso mendakwa sulasmi dengan pasal berlapis 379 (a), 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan. Ancaman yang diterima adalah hukuman penjara diatas lima tahun.

DAFTAR PUSTAKA
Abdoel. 2009. http:// blogspot.com /2009/01/ kejahatan- terhadap- harta kekayaan. html. diakses hari Kamis tanggal 01 Januari 2009.
Eni Nurhaedin. 2013. http:// blogspot.com /2013/04/ kasus-pelanggaran-hukum-di indonesia. html. diakses hari Jumat tanggal  05 April 2013.
Imam syafi’i. 2012. http://wordpress.com/ tindak – pidana – penggelapan - dan-penipuan-dalam-kuh-pidana/html. diakses pada tanggal 01 Agustus 2012.
Moeljatno. 2011. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ray Pratama. 2012. http://blogspot.com /2012/02/ pengertian – dan – jenis - jenis-tindak.html. diakses bulan Februari 2012.


[1] Ray Pratama. http://blogspot.com/2012/02/pengertian-dan-jenis-jenis-tindak.html. diakses bulan Februari 2012.
[2] http://blogspot.com//pengertian-yuridis-tindak-pidana-pengelapan-dalam-bentuk-pokok.html.
[3] Prof. Moeljatno, S.H., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), Cet. 29, hal.132.

[4] Abdoel. http://blogspot.com/2009/01/kejahatan-terhadap-harta-kekayaan.html. diakses hari Kamis tanggal 01 Januari 2009.

[5]Eni Nurhaedin.http://blogspot.com/2013/04/kasus-pelanggaran-hukum-di-indonesia.html. diakses hari Jumat tanggal  05 April 2013.
[6] Imam syafi’i. http://.wordpress.com/tindak-pidana-penggelapan-dan-penipuan-dalam-kuh-pidana/html. diakses pada tangga l 1 Agustus 2012.
(Sumber Internet)

Tidak ada komentar: