TINJAUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN / VERDUISTERING
( Analisis Kasus Penggelapan Sulasmi )
BAB I
PENDAHULUAN
Semakin
maju perkembangan zaman seiringan dengan itu juga kejahatan banyak bermunculan di
negeri pertiwi ini dengan berbagai metode. Salah satu diantaranya adalah tindak
pidana penggelapan (verduistering) sebagaimana yang diatur dalam Bab XXIV Pasal
372 sampai dengan pasal 377 KUHP. Menurut Laminating, tindak pidana sebagaimana
tersebut sebagai ‘’penyalahgunaan kepercayaan’’. Sebab, inti dari tindak pidana
yang diatur dalam Bab XXIV tersebut adalah ‘’penyalahgunaan hak’’. Atau ‘’penyalahgunaan
kepercayaan’’.
Tindak
pidana penggelapan sering terjadi di berbagai kalangan, mulai dari kalangan
rendah hingga kalangan tinggi yang notabennya berpendidikan dan mengertian
hukum atas tindakan tersebut, namun kejahatan ini tetap saja terjadi tidak hanya
oleh masyarakat kecil bahkan seorang yang yang terpandang yang seharusnya
menjadi panutan pun ikut terjerumus dalam kasus ini.
Menilik
banyaknya kasus kejahatan yang terjadi dikalangan masyarakat, tentunya kita
sangat prihatin. Bahkan, kasus yang menimpa istri polisi yang akan dibahas
dalam makalah ini sungguh sangat memalukan. Sebagai istri penegak hukum
seharusnya dapat memberikan tauladan yang baik kepada masyarakat, tetapi apa
yang telah dilakukan oleh Sulasmi adalah hal yang tidak pantas ditiru.
Dalam
penyidikan petugas, Sulasmi ditetapkan sebagai terdakwa kasus penggelapan uang
milik rekan bisnisnya senilai Rp 386 juta. Wanita setengah baya berumur 35
tahun ini telah menipu ketiga rekan kerjanya. Diketahui, kasus istri Bintara
ini dilaporkan polisi pada Desember 2009 lalu. ‘’pelapornya tiga orang, yakni
Elok Kusuma Wardani, Yuliati dan Siti Jaridin.’’ Kata Iwan dipersidangan yang
dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Heri Widodo. Kasus ini akan dibahas secara
tuntas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tindak Pidana Penggelapan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Penggelapan diartikan
sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan) yang
menggunakan barang secara tidak sah.
Menurut R. Soesilo (1968.258),
penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362.
Bedanya ialah pada pencurian barang yang dimiliki itu belum berada di tangan
pencuri dan masih harus “diambilnya” sedangkan pada penggelapan waktu
dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan
kejahatan.
Menurut Lamintang,
tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan
kepercayaan oleh seorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa
adanya unsur melawan hukum.[1]
Pengertian
yuridis mengenai penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri dari
5 pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP, merupakan tindak
pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi: "Barang
siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang
seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya
bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda
setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah."[2]
Jadi, penggelapan dalam tindak pidana tersebut dapat diartikan
sebagai suatu perbuatan yang menyimpang/menyeleweng, menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan
awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum,
bukan dari hasil kejahatan.
B.
Jenis-Jenis
Tindak pidana Penggelapan
Berikut jenis-jenis
tindak pidana penggelapan berdasarkan Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan 377
KUHP.
1) Penggelapan biasa
Yang dinamakan
penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP:
“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri
(zich toeegenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam
karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2) Penggelapan Ringan
Pengelapan ringan adalah penggelapan yang
apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari Rp.25. Diatur
dalam Pasal 373 KUHP.
3) Penggelapan dengan Pemberatan
Penggelapan dengan pemberatan yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang
yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau
karena ia mendapat upah (Pasal 374 KUHP).
4) Penggelapan dalam Lingkungan Keluarga
Penggelapan dalam lingkungan
keluarga yakni penggelapan yang dilakukan dilakukan oleh orang yang karena
terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau oleh wali, pengampu, pengurus atau
pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang
sesuatu yang dikuasainya. (Pasal 375 KUHP).[3]
C.
Unsur-Unsur
Pasal Tindak Pidana Penggelapan
Penggelapan terdapat unsur-unsur Objektif meliputi perbuatan memiliki, sesuatu benda,
yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya
bukan karena kejahatan, dan unsur-unsur Subjektif meliputi
penggelapan dengan sengaja dan penggelapan melawan hukum. Pasal-Pasal penggelapan
antara lain :
1)
Pasal 372 KUHP Penggelapan Biasa
a.
Dengan sengaja memiliki.
b.
Memiliki suatu barang.
c.
Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d.
Mengakui memiliki secara melawan hukum.
e.
Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
Hukuman
: Hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun.
2) Pasal 373
KUHP Penggelapan Ringan
a.
Dengan sengaja memiliki.
b.
Memiliki suatu bukan ternak.
c.
Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d.
Mengakui memiliki secara melawan hukum
e.
Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
f.
Harganya tidak lebih dari Rp. 25,-
Hukuman
: Hukuman penjara selama-lamanya 3 bulan.
3) Pasal 374
dan KUHP Penggelapan dengan Pemberatan
a.
Dengan sengaja memiliki.
b.
Memiliki suatu barang.
c.
Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d.
Mengakui memiliki secara melawan hukum.
e.
Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
f.
Berhubung dengan pekerjaan atau jabatan.
Hukuman
: Hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun.
4) Pasal 375
KUHP Penggelapan oleh Wali dan Lain-lain
a.
Dengan sengaja memiliki.
b.
Memiliki suatu barang.
c.
Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d.
Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
e.
Terpaksa disuruh menyimpan barang.
f. Dilakukan oleh wali, atau pengurus atau
pelaksana surat wasiat, atau pengurus lembaga sosial atau yayasan.
Hukuman : Hukuman penjara
selama-lamanya 6 tahun.
Penggelapan yang ada pada pasal 375
ini adalah beradanya benda objek Penggelapan di dalam kekuasaan pelaku
disebabkan karena: Terpaksa disuruh menyimpan barang itu, ini biasanya
disebabkan karena terjadi kebakaran, banjir dan sebagainya. Kedudukan sebagai
seorang wali (voogd); Wali yang dimaksudkan di sini adalah wali bagi anak-anak
yang belum dewasa. Kedudukan sebagai pengampu (curator); Pengampu yang
dimaksudkan adalah seseorang yang ditunjuk oleh hakim untuk menjadi wali bagi
seseorang yang sudah dewasa, akan tetapi orang tersebut dianggap tidak dapat
berbuat hukum dan tidak dapat menguasai atau mengatur harta bendanya disebabkan
karena ia sakit jiwa atau yang lainnya.
Kedudukan sebagai seorang kuasa
(bewindvoerder); Seorang kuasa berdasarkan BW adalah orang yang ditunjuk oleh
hakim dan diberi kuasa untuk mengurus harta benda seseorang yang telah
ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa menunjuk seorang wakil pun untuk mengurus
harta bendanya itu. Kedudukan sebagai pelaksana surat wasiat; Yang dimaksud
adalah seseorang yang ditunjuk oleh pewaris di dalam surat wasiatnya untuk
melaksanakan apa yang di kehendaki oleh pewaris terhadap harta kekayaannya. Kedudukan
sebagai pengurus lembaga sosial atau yayasan.
5) Pasal 376
KUHP Penggelapan dalam Keluarga
a.
Dengan sengaja memiliki.
b.
Memiliki suatu barang.
c.
Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d.
Mengakui memiliki secara melawan hukum.
e.
Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
f. Penggelapan dilakukan suami (isteri) yang tidak
atau sudah diceraikan atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin.
Hukuman
: Hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang
dikenakan kejahatan itu.
Tindak pidana penggelapan dalam
keluarga disebut juga delik aduan relatif dimana adanya aduan merupakan syarat
untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang oleh pengadu disebutkan namanya
di dalam pengaduan. Dasar hukum delik ini diatur dalam pasal 376 yang merupakan
rumusan dari tindak pidana pencurian dalam kelurga sebagaimana telah diatur
dalam pembahasan tentang pidana pencurian, yang pada dasarnya pada ayat pertama
bahwa keadaan tidak bercerai meja dan tempat tidur dan keadaan tidak bercerai
harta kekayaan merupakan dasar peniadaan penuntutan terhadap suami atau istri
yang bertindak sebagai pelaku atau yang membantu melakukan tindak pidana
penggelapan terhadap harta kekayaan istri dan suami mereka. Pada ayat yang
kedua, hal yang menjadikan penggelapan sebagai delik aduan adalah keadaan di
mana suami dan istri telah pisah atau telah bercerai harta kekayaan.
Alasannya, sama halnya dengan
pencurian dalam keluarga yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap harta
kekayaan suami mereka, yaitu bahwa kemungkinan harta tersebut adalah harta
bersama yang didapat ketika hidup bersama atau yang lebih dikenal dengan harta
gono-gini yang mengakibatkan sulitnya membedakan apakah itu harta suami atau
harta istri.
Oleh karena itu, perceraian harta
kekayaan adalah yang menjadikan tindak pidana penggelapan dalam keluarga
sebagai delik aduan.[4]
Tindak pidana Penggelapan dalam
lingkungan keluarga dapat diadili jika kejahatan tersebut diadukan oleh
keluarga yang bersengketa.
D. Analisis
Kasus Tindak Pidana Penggelapan Bhayangkari
1)
Kronologi Kejadian Perkara
Seorang anggota Bhayangkari (istri polisi) harus
berurusan dengan hukum karena menggelapkan uang milik rekan bisnisnya senilai Rp
386 juta. Kasus yang menimpa Sulasmi 35, istri polisi yang dinas di Polres Malang
ini, baru terungkap saat untuk kali pertamanya duduk dikursi pesakitan
Pengadilan Negeri (PN) Malang sebagai terdakwa.
Dalam sidang terbuka untuk umum ini, diketahui jaksa
penuntut umum (JPU) Iwan Winarso mendakwa sulasmi dengan pasal berlapis 379 (a),
372 dan 378 KUHP tentang penggelapan. Ancaman yang diterima adalah hukuman
penjara diatas lima tahun. Selama penyidikan dikepolisian, Sulasmi
ditahan di polresta. Saat disidangkan, ia menjadi tahanan titipan kejaksaan di
LP Wanita Sukun.
Diketahui, kasus istri Bintara ini dilaporkan polisi
pada Desember 2009 lalu. ‘’pelapornya tiga orang, yakni Elok Kusuma Wardani,
Yuliati dan Siti Jaridin.’’ Kata Iwan dipersidangan yang dipimpin oleh ketua
Majelis Hakim Heri Widodo.
Ketiga korban mengaku uangnya dilarikan Sulasmi
sebesar Rp 386 juta. Kerugian terbesar dialami Elok, istri polisi yang berdinas
di Polresta Malang, sebesar Rp 300 juta. Sedangkan Yuliati sebesar Rp 54 juta
dan siti Rp 34 juta, ujar Iwan.
Dalam menjalankan aksinya, Sulasmi yang bertempat tinggal
di Jl. Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang ini, berkedok menjalankan bisnis
sembako, penjualan kue, dan pakaian. Caranya, Sulasmi mengambil barang ketiga
korban diatas dengan cara berhutang. Barang-barang diatas langsung dijual
kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh pembayaran. Sayangnya, uang
pembayaran dari para pembeli itu tidak dibayarkan ke korban.
Elok misalnya, untuk kulakan sembako yang ia jual ke
Sulasmi harus menggadaikan sertifikat rumahnya ke bank. Sehingga ketika Sulasmi
tidak membayar utang, rumah Eko disita bank. Selain pembacaan dakwaan,
agenda sidang kemarin juga langsung dilakukan pemeriksaan saksi. Elok yang
bersaksi dipersidangan itu matanya hingga berkaca-kaca ketika memberikan
keterangan akibat perbuatan terdakwa.[5]
2)
Analisis Kasus dan Penerapan Pasal
a)
Modus Terdakwa
Dalam menjalankan
aksinya, Sulasmi yang bertempat tinggal di Jl Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang
ini, berkedok menjalankan bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian. Caranya,
Sulasmi mengambil barang ketiga korban diatas dengan cara berhutang.
Barang-barang diatas langsung dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh
pembayaran. Namun uang hasil bisnis penjualan sembako, keu, dan pakaian
tersebut tidak dibayarkan kepada ketiga korban.
b)
Unsur-Unsur Tindak Pidana kasus Sulasmi
Dalam sidang terbuka
untuk umum ini, diketahui jaksa penuntut umum (JPU) Iwan Winarso mendakwa sulasmi
dengan pasal berlapis 379 (a), 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan.
Pasal 379
(a) : ‘’Barangsiapa menjadikan pencarian atau kebiasaan membeli barang,
dengan maksud mendapat barang itu untuk dirinya atau untuk orang lain, dengan
tidak membayar lunas dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat
tahun’’.
Yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang
menjadikan pencarian atau kebiasaan membeli barang dengan tidak membayar lunas,
dengan maksud memperoleh barang itu untuk dirinya sendiri atau orang lain.
Unsur-unsur
penting yang perlu dibuktikan dalam pasal ini adalah : Perbuatan itu harus dilakukan sebagai
pencarian atau kebiasaan, apabila perbuatan itu hanya dilakukan sekali saja,
belum dapat dikatakan sebagai pencarian atau kebiasaan. Pembelian barang
seperti itu harus dilakukan berulan-ulang dan pada beberapa toko. Dalam kasus
yang dilakukan Sulasmi mengambil barang ketiga korban diatas dengan cara
berhutang. Barang-barang diatas langsung dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah
memperoleh pembayaran. Sayangnya, uang pembayaran dari para pembeli itu tidak
dibayarkan ke korban. Pada waktu melakukan
pembelian, harus sudah ada maksud akan tidak membayar lunas.
Dalam menjalankan aksinya, Sulasmi yang bertempat
tinggal di Jl. Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang ini, berkedok menjalankan
bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian. Caranya, Sulasmi mengambil barang
ketiga korban diatas dengan cara berhutang. Barang-barang diatas langsung
dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh pembayran. Sayangnya, uang
pembayaran dari para pembeli itu tidak dibayarkan ke korban.
Pasal 372 : ‘’Barangsiapa
dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang, yang sama sekali atau
sebagian kepunyaan orang lain, dan yang ada padanya bukan karena kejahatan,
dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun
atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah’’.
Kejahatan ini dinamakan
‘’penggelapan biasa’’. Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan
pencurian dalam pasal 362, hanya bedanya kalau dalam pencurian barang yang
diambil untuk dimiliki itu belum berada ditangannya si pelaku, sedang dalam
kejahatan penggelapan, barang yang diambil untuk dimiliki itu sudah berada
ditangannya si pelaku tidak dengan jalan kejahatan atau sudah dipercayakan
kepadanya.
Adapun unsur – unsur
yang terkandung dalam pasal ini adalah :
a) Unsur obyektif yaitu :
Ø Sengaja melawan hukum. Dalam kasus ini Sulasmi telah melakukan tindakan
melawan hukum, yaitu berkedok menjalankan bisnis sembako, penjualan kue,
dan pakaian.
Ø Penggelapan, Sulasmi harus berurusan dengan hukum karena menggelapkan uang
milik rekan bisnisnya senilai Rp.386 juta.
Ø Sesuatu barang. Barang yang digunakan oleh terdakwa berupa sembako yang
dihutang dari para korbannya, setelah dijual uangnya tidak dikembalikan kepada
rekan bisnisnya yang ia hutangi.
b) Unsur subyektifnya adalah : Dengan sengaja, yaitu menguasai barang yang sudah
ada ditangannya (dalam kekuasaannya) secara melawan hukum.
Pasal 378 : ‘’Barangsiapa
dengan maksud hendak menguntumgkan dirinya atau orang lain dengan melawan
hukum, baik dengan memakai nama palsu, baik dengan tipu muslihat, maupun dengan
rangkaian kebohongan, membujuk orang untuk memberikan suatu barang atau supaya
membuat utang atau menghapuskan piutang, dipidana karena penipuan dengan pidana
penjara selama-lamanya empat tahun’’.
Yang diancam dalam pasal ini ialah orang yang membujuk orang lain supaya
memberikan suatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang
dengan melawan hukum.
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tentang penipuan ini adalah
Unsur-unsur obyektif : Menggerakkan, Yaitu menggunakan tindakan-tindakan, baik
berupa perbuatan-perbuatan maupun perkataan-perkataan yang bersifat menipu.
Dalam hal ini Sulasmi berkedok menjalankan bisnis sembako. Untuk menyerahkan
suatu barang / benda, yaitu ketika korban menyerahkan barang kepada Sulasmi
yang berhutang kepadanya. Untuk memberi hutang, dalam kasus Sulasmi tidak
terdapat unsur ini. Untuk menghapus piutang, yaitu setelah Sulasmi menjual
barang yang diperolehnya dengan cara berhutang, ia tidak menyerahkan hasil
penjualannya kepada ketiga korban. Dengan menggunakan daya upaya seperti : Memaki
nama atau, Martabat palsu, Dengan tipu muslihat, Rangkaian kebohongan. Unsur
yang b, c, dan d termasuk dalam pelanggaran yang dilakukan oleh Sulasmi, yaitu
ketika ia berkedok menjalankan bisnis sembako, sedangkan unsur memakai nama palsu
tidak termasuk.
Unsur-unsur subyektif : Dengan maksud, yaitu kejahatan yang dilakukan
dengan sengaja dan memiliki maksud / tujuan tertentu. Jika dikaitkan dengan
kesengajaan, maka termasuk dalam dolus Premiditatus, yaitu kesengajaan yang
disertai dengan rencana terlebih dahulu.
Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Penggelapan yang
dilakukan Sulasmi hanya menguntungkan diri sendiri dan mungkin juga
keluarganya. Adapun para korban sangat dirugikan. Secara melawan hukum. Jika
melihat semua unsur-unsur diatas tentunya apa yang telah dilakukan Sulasmi
telah melawan hukum yang telah di tetapkan dalam KUHPidana.
3) Hukuman Atas Terdakwa Kasus Penggelapan Sulasmi
Dalam sidang terbuka untuk umum ini, diketahui jaksa penuntut umum (JPU)
Iwan Winarso mendakwa sulasmi dengan pasal berlapis 379 (a), 372 dan 378 KUHP
tentang penggelapan. Ancaman yang diterima adalah hukuman penjara diatas lima
tahun. Selama penyidikan dikepolisian, Sulasmi ditahan di polresta. Saat
disidangkan, ia menjadi tahanan titipan kejaksaan di LP Wanita Sukun.[6]
Berdasarkan analisis kasus penggelapan yang dilakukan oleh seorang istri
polisi yang bernama Sulasmi atas tiga korbannya, Jaksa telah
mendakwa sulasmi dengan pasal berlapis 379 (a), 372 dan 378 KUHP tentang
penggelapan, ancaman yang diterima adalah hukuman penjara. Dalam menjalankan aksinya, Sulasmi yang bertempat tinggal di Jl Jaksa Agung
Suprapto, Kota Malang ini, berkedok menjalankan bisnis sembako, penjualan kue,
dan pakaian. Jika
dikaitkan dengan unsur tindak pidana menurut doktrin ilmu hukum, kasus ini
meliputi semua aspek-aspeknya yaitu perbuatan, yang dilarang dan ancaman
pidana. Kasus ini
termasuk dalam salah satu bagian asas ekstradisi yaitu asas kejahatan rangkap.
Hukuman atas
terdakwa kasus penggelapan uang sebesar Rp.386.000.000. yang dilakukan oleh
Sulastri atas tiga korbannya Elok,
istri polisi yang berdinas di Polresta Malang, sebesar Rp 300 juta. Sedangkan
Yuliati sebesar Rp 54 juta dan siti Rp 34 juta. Diancam dengan Pasal berlapis
dengan hukuman penjara diatas lima tahun, telah memenuhi unsur-unsur tindak
pidana penggelapan.
BAB
III
KESIMPULAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Penggelapan diartikan
sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan) yang
menggunakan barang secara tidak sah.
Menurut Lamintang, tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau
penyalahgunaan kepercayaan oleh seorang yang mana kepercayaan tersebut
diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum.
Dengan demikian penggelapan dalam tindak pidana dapat diartikan
sebagai suatu perbuatan yang menyimpang/menyeleweng, menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan
awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum,
bukan dari hasil kejahatan.
Adapun Jenis-Jenis Tindak Pidana Penggelapan dalam KUHP meliputi:
1)
Penggelapan
Biasa
2)
Penggelapan
Ringan
3)
Penggelapan
dengan Pemberatan
4)
Penggelapan
dalam Kalangan Keluarga
Analisis
kasus penggelapan Sulasmi (Bhayangkari), modus terdakwa melakukan kejahatan
melalui kedoknya menjalankan bisnis sembako, penjualan kue, dan pakaian. Caranya, Sulasmi
mengambil barang ketiga korban diatas dengan cara berhutang. Barang-barang
diatas langsung dijual kembali oleh Sulasmi dan sudah memperoleh pembayaran.
Namun uang hasil bisnis penjualan sembako, keu, dan pakaian tersebut tidak
dibayarkan kepada ketiga korban.
Akibat perbuatannya menggelapkan
uang milik tiga rekan bisnisnya senilai Rp 386 juta, ia dikenakan dengan Pasal
berlapis jaksa penuntut umum (JPU) Iwan Winarso mendakwa sulasmi dengan pasal
berlapis 379 (a), 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan. Ancaman yang diterima
adalah hukuman penjara diatas lima tahun.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdoel. 2009. http:// blogspot.com /2009/01/ kejahatan- terhadap- harta kekayaan.
html. diakses hari
Kamis tanggal 01 Januari 2009.
Eni Nurhaedin.
2013. http://
blogspot.com /2013/04/ kasus-pelanggaran-hukum-di indonesia. html.
diakses hari Jumat tanggal 05 April
2013.
Imam
syafi’i. 2012. http://wordpress.com/ tindak – pidana – penggelapan - dan-penipuan-dalam-kuh-pidana/html.
diakses pada tanggal 01 Agustus 2012.
Moeljatno. 2011. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ray
Pratama. 2012. http://blogspot.com /2012/02/ pengertian – dan – jenis - jenis-tindak.html.
diakses bulan Februari 2012.
Www.net.
http://blogspot.com// pengertian – yuridis - tindak-pidana-pengelapan-dalam-bentuk-pokok.html.
[1] Ray Pratama.
http://blogspot.com/2012/02/pengertian-dan-jenis-jenis-tindak.html.
diakses bulan Februari 2012.
[3] Prof. Moeljatno, S.H., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2011), Cet. 29, hal.132.
[4] Abdoel. http://blogspot.com/2009/01/kejahatan-terhadap-harta-kekayaan.html. diakses hari Kamis tanggal 01 Januari 2009.
[5]Eni Nurhaedin.http://blogspot.com/2013/04/kasus-pelanggaran-hukum-di-indonesia.html. diakses
hari Jumat tanggal 05 April 2013.
[6] Imam syafi’i. http://.wordpress.com/tindak-pidana-penggelapan-dan-penipuan-dalam-kuh-pidana/html.
diakses pada tangga l 1 Agustus 2012.
(Sumber Internet)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar