PENELITIAN SOSIAL DAN METODE ANALISIS WACANA
Pendahuluan
Saat ini banyak sekali peneliti-peneliti baru bermunculan. Penelitian
umumnya berusaha untuk mencari jawaban dari suatu permasalahan. Akan tetapi
sebenarnya manusia dengan kemampuan dan pengetahuannya berusaha untuk
mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik. Manusia dengan nalar yang
dimilki memiliki kemampuan yang lebih dibanding makhluk lainnya. Penalaran tersebut akan
dapat dikomunikasikan kepada manusia lain melalui bahasa. Penalaran umumnya
mempunyai ciri berfikir logis dan analitik. Berfikir logis maksudnya
penalaran didsarakan kepada logika yang bisa diterima akal sehat.
Sedangkan berfikir analitis, maksudnya manusia mempunyai kemampuan untuk mencerna
dengan mendalam segala sesuatu yang dihadapi. Istilah wacana (discourse)
yang berasal dari Bahasa Latin, discursus,
telah digunakan baik dalam arti terbatas maupun luas. Secara terbatas, istilah
ini menunjuk pada aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang mendasari
penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Secara lebih
luas, istilah wacana menunjuk pada bahasa dalam tindakan serta pola-pola yang
menjadi ciri jenis-jenis bahasa dalam tindakan. Analisis wacana, dalam arti
paling sederhana adalah kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat.
Lazimnya, perluasan arti istilah ini dikaitkan dengan konteks lebih luas yang
mempengaruhi makna rangkaian ungkapan secara keseluruhan. Para analis wacana
mengkaji bagian lebih besar bahasa ketika mereka saling bertautan. Beberapa
analis wacana mempertimbangkan konteks yang lebih luas lagi untuk memahami
bagaimana konteks itu mempengaruhi makna kalimat.
Sebagaimana
telah disebut, analisis wacana tidak hanya mengemuka dalam kajian bahasa,
tetapi juga dalam berbagai lapangan kajian lain. Kalau dalam linguistik,
analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat
yang memusatkan perhatian pada aras lebih tinggi dari hubungan ketata-bahasaan
(grammatical), dalam sosiologi, analisis wacana menunjuk pada kajian
hubugan konteks sosial dengan pemakaian bahasa. Kalau dalam psikologi sosial,
analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap struktur dan bentuk percakapan
atau wawancara, dalam ilmu politik, analisis wacana menunjuk pada kajian
terhadap praktik pemakaian bahasa dan tali-temalinya dengan kekuasaan.
A.
Penelitian Sosial
1.
Pengertian Penelitian Sosial
Penelitian
Sosial, adalah penelitian yang dilakukan untuk menginterpretasikan
gejala-gejala yang terdapat dalam masyarakat. Metode dan pendekatan dalam
penelitian sosial tidak jauh berbeda dengan penelitian ilmu alam.
Menurut
Sutrisno Hadi, yang dimaksud
dengan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan sesuatu untuk mengisi
kekosongan dan kekurangan, mengembangkan atau memperluas dan menggali lebih
mendalam apa yang sudah ada, serta menguji kebenaran terhadap sesuatu
yang sudah ada tetapi masih terdapat keraguan akan kebenarannya.
Menurut Marzuki, penelitian merupakan usaha untuk menemukan,
mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan
menggunakan metode-metode ilmiah.
Menurut Sanapiah Faisal, penelitian merupakan aktivitas
dalam menelaah suatu masalah dengan menggunakan metode ilmiah secara terancang
dan sistematis untuk menemukan pengetahuan baru yang terandalkan kebenarannya
(objektif dan sahih) mengenai dunia alam dan dunia sosial.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan pengetahuan baru dengan
menggunakan metode-metode ilmiah secara sistematis untuk memperluas dan
menggali lebih mendalam apa yang sudah ada.
2.
Metode Penelitian Sosial
a. Merumuskan Masalah Penelitian
Masalah-masalah penelitian umumnya dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan. Permasalahan dalam penelitian akan memberikan arahan dan
isi dalam proses penelitian. Kemampuan menetapkan masalah penelitian sangat menentukan
keberhasilan kegiatan penelitian yang dilakukan. Dalam mengungkapkan
permasalahan hendaknya peneliti menggunakan rumusan yang spesifik, operasional,
singkat, jelas dan padat. Hal ini penting untuk menuntun dan mengarahkan
peneliti terutama dalam penyusunan instrumen penelitian.Dalam beberapa
penelitian rumusan masalah sering digunakan dalam penyusunan hipotesis
Syarat-syarat utama dalam pennyusunan rumusan masalah antara lain :
·
Menggunakan
kalimat pertanyaaan.
·
Mengungkapkan
variabel penelitian.
·
Mengungkapkan
jenis hubungan antar variabel.
·
Mengungkapkan
subyek penelitian.
Ciri-ciri pernyataan Masalah Penelitian yang baik :
Masalah yang dipilih harus mempunya nilai penelitian
1.
Masalah harus mempunyai keaslian
2.
Masalah harus menyatakan suatu hubungan
3.
Masalah harus merupakan hal yang penting
4.
Masalah harus dapat di uji
5.
Masalah harus mencerminkan suatu pertanyaan
Masalah yang dipilih dengan bijak, artinya :
1.
Data serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia
2.
Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif harus
dalam batas-batas kemampuan
3.
Waktu memecahkan masalah harus wajar
4.
Biaya dan hasil harus seimbang
Masalah dipilih dengan kualifikasi peneliti
1.
Menarik bagi peneliti
2.
Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti
b. Menyusun Rancangan Penelitian
Sebelum melaksanakan
penelitian, terlebih dahulu harus dipersiapkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan penelitian. Segala rencana
penelitian yang dituangkan dalam bentuk tulisan disebut rancangan penelitian.
Rancangan penelitian berisi pokok-pokok perencanaan yang mencakup seluruh
peneltian yang tertuang dalam satu kesatuan naskah yang ringkas, jelas
dan lugas. Rancangan penelitian sering disebut disain penelitian. Apa bedanya
dengan proposal penelitian? Proposal penelitian merupakan rencana peneltian
yang diajukan kepada pihak sponsor atau lembaga untuk disetujui atau ditolak
untuk mendapatkan dana (fund).
Biasanya
proposal penelitian disertai dengan organisasi peneliti, pembiayaan dan waktu
pelaksanaan. Dalam rancangan penelitian, secara umum terdiri dari judul
penelitian, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, landasan teori, hipotesa, metodologi penelitian dan daftar pustaka.
Penentuan topik dan judul penelitian. Topik merupakan pokok permasalahan dari
suatu penelitian. Penentuan topik membantu peneliti dalam menentukan judul yang
sesuai. Dalam menentukan topik hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini :
·
Topik
harus terjangkau oleh peneliti.
Topik yang diambil disesuaikan dengan kemampuan peneliti.
Peneliti harus menyesuaikan dengan kemampuan akademik dan finansial dari topik
yang akan diteliti.
·
Topik dipandang penting dan menarik.
Topik hendaknya akan memberikan sumbangan bagi kehidupan
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu hendaknya topik mempunyai daya
tarik tersendiri bagi peneliti, sehingga menimbulkan antusiasme dalam
penelitian.
·
Topik
memiliki kegunaan praktis.
Topik hendaknya dapat digunakan oleh masyarakat untuk
mempermudah kehidupan
·
Data
cukup tersedia.
Dalam penelitian hendaknya didukung oleh fakta-fakta dan
data-data yang akurat dan kredibel.
Setelah
topik penelitian sudah ditentukan tahap berikutnya adalah menentukan judul
penelitian. Dalam menentukan judul hendaknya memperhatikan variabel utama
penelitian, hubungan antara variabel dan subyek penelitian.
Manfaat rancangan
penelitian
Rancangan penelitian sangat diperlukan dalam
penyelenggaraan penelitian. Rancangan peneltian mempunyai manfaat sebagai
berikut :
·
memberi
pedoman yang lebih detail kepada peneliti dalam menyelenggarakan penelitian.
·
memberikan
rambu-rambu batasan dalam penyelenggaraan penelitian, sehingga penelitian lebih
efektif dan efisien.
·
memberikan
diskripsi (gambaran) yang jelas tentang apa yang harus dilakukan dan kesulitan
apa yang dihadapi dalam melakukan penelitian.
Syarat-syarat
rancangan penelitian
Supaya rancangan penelitian lebih bermanfaat, maka
rancangan penelitian harus memenuhi syarat sebagai berikut :
·
Sistematis,
semua unsur yang termasuk dalam rancangan penelitian harus tersusun runtut dan
logis. Misalnya rancangan penelitian diawali dengan judul, kemudian dilanjutkan
dengan latar belakang dan masalah yang mendasari peneltian tersebut.
·
Konsisten,
maksudnya harus terdapat kesesuaian di antara unsur-unsur dalam rancangan
penelitian. Judul harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian.
·
Operasional,
maksudnya segala yang terdapat di rancangan penelitian menggunakan bahasa
operasional yang jelas dan lugas. Apa yang dicari, apa yang yang ditanyakan,
sampel mana yang akan diukur dan sebagainya telah tercantum di dalamnya dengan
jelas.
c.
Memilih Metode Penelitian
Dalam
bagian ini mencakup subyek penelitian, metode pengumpulan data, teknik
pengolahan data dan analisis data.
a.
Subyek penelitian.
Dalam menentukan subyek penelitian sangat penting dalam
penelitian. Subyek penelitian mencakup lokasi penelitian, populasi dan
penentuan sampel penelitian.
1. lokasi
penelitian.
Seorang peneliti hendaknya membatasi diri pada lokasi
yang jelas. Maksudnya di wilayah atau daerah mankah ia mengadakan penelitian.
Sehingga hasil penelitian lebih akurat, karena tidak semua tempat mempunyai
karakteristik yang sama dengan daerah yang ditelit
2. Populasi.
Yang dimaksud dengan populasi adalah semua individu yang
menjadi obyek penelitian. Jadi kalau yang kita teliti adalah Siswa SMA 1
Surabaya, maka yang menjadi populasi adalah semua siswa SMA 1 Surabaya.
3. Sampel.
Pengambilan sampel dilakukan karena sering kita tidak
mungkin mengamati seluruh populasi yang kita teliti. Langkah-langkah dalam
penarikan sampel sebagai berikut :
·
Menetukan
karakteristik populasi.
·
Menentukan
teknik pengambilan sampel.
·
Menetukan
besar /jumlah sampel.
·
Menarik
sampel.
Teknik pengambilan sampel dapat dilakukan
melalui teknik-teknik sebagi berikut :
1)
Sampel
acak (random sampling).
Setiap subyek yang akan diteliti mempunyai kemungkinan
yang sama untuk menjadi sampel. Cara yang dapat ditempuh dalam pengambilan
sampel ini adalah dengan cara undian.
2)
Sampel
berstrata (stratified sampling).
Seandainya populasi terbagi dalam strata (tingkat) yang
berbeda-beda, semestinya pengambilan sampel didasarkan pada tingkat harus
terwakili. Misalnya penelitian siswa SMA, mestinya kelas 1, kelas 2 dan kelas 3
terwakili semua.
3)
Sampel
wilayah (area probability sampling).
Pengambilan sampel ini jika dalam penelitian meliputi
wilayah yang sangat luas. Untuk itu diperlukan pengambilan sampel didasarkan
wilyah tertentu yang dapat mewakili daerah yang lebih luas.
4)
Sampel
proporsi (propostional sampling).
Pengambilan sampel ini merupakan penyempurnaan dari
sampel berstrata dan sampel wilayah. Sampel ini didasarkan berapa jumlah
perwakilan sampel yang mewakili kela maupun wilayah penelitian.
5)
Sampel
bertujuan (purpossive sampling).
Penentuan sampel kadang tidak sesuai yang kita harapkan.
Penentuan sampel ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu agar tujuan
penelitian dapat dicapai. Pertimbangan ini anatara lain waktu, tempat yang jauh
dan sebagainya.
6)
Sampel
kelompok (cluster sampling).
Sebenarnya hampir sam dengan sampel strata, setiap
populasi terdiri dari kelompok-kelompok. Sehingga setiap kelompok seharusnya
terwakili dalam sampel penelitian.
b.
Metode pengumpulan data
Sebelum kita membahas teknik pengumpulan data, perlu kita
bahas dahulu tentang data. Secara umum data dibedakan menjadi data primer dan
data sekunder
1.
Data primer .
Adalah data yang dieproleh langsung dari lapangan atau
responden. Data tersebut data berupa data kuisioner yang dibagikan atau
wawancara langsung dengan nara sumber.
2.
Data sekunder.
Adalah data yang diperoleh tidak langsung dari lapangan,
tetapi sumber-sumber lain seperti publikasi instansi, koran, dokumen dan
sebagainya.
Di dalam rancangan peneitian perlu dijelaskan metode
pengumpulan data apa yang dipergunakan. Ada beberapa metode yang sering dipergunakan
dalam pengumpulan data antara lain studi kepustakaan, observasi, wawancara, dan
metode angket
c.
Teknik pengolahan dan analisis
data
Setelah itu, maka proses berikutnya adalah menentukan
teknik pengolahan data dan analisis data. Teknik pengolahan data erat kaitannya
dengan jenis data yang didapatkan. Terdapat 2 pendekatan dalam penelitian
yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.
1. Pendekatan
kualitatif
Pendekatan ini digunakan apabila data yang diperoleh dari
lapangan merupakan data kuaitatif yang tersaji dalam kalimat atau kata-kata.
Biasanya penyajian data ini dalam bentuk uraian naratif maupun diskriptif.
Sehingga analisisnya sering disebut analisis diskripsi.
2. Pendekatan
kuantitatif
Pendekatan ini dipergunakan apabila data yang diperoleh
merupakan data-data yang berbentuk angka. Untuk menganalisis data yang demikian
menggungakan analisis statistik yang diwujudkan dalam bentuk tabel, grafik,
diagram dan sebagainya.
Penelitian
yang baik hendaknya memenuhi persyaratan berikut :
a.
Sistematis
Penelitian dilaksanakan menurut pola tertentu. Pola
tersebut dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Tujuannya agar
pelaksanaan penelitian lebih efisien dan efektif.
b.
Terencana
Penelitian telah direncanakan jauh-jauh sebelumnya.
Sehingga penelitian merupakan kegiatan yang disengaja dengan menggunakan
langkah-langkah yang baku.
c.
Mengikuti metode ilmiah
Dalam mengadakan penelitian harus didasari cara-cara
(metode) yang sudah ditentukan. Dalam penelitian seharusnya menggunakan
prinsip-prinsip memperoleh pengetahuan.
Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti mempunyai
cara berfikir yang berbeda dengan seorang yang bukan peneliti.
Cara
berfikir seorang peneliti, antara lain:
a. Berfikir
skeptis
Adalah rasa tidak percaya kepada sesuatu yang sudah ada.
Peneliti harus selalu menanyakan bukti mapun fakta yang mendukung penelitian.
b. Berfikir
analitis
Seorang peneliti harus mempunyai kemampuan untuk
menganalisis setiap sesuatu yang baru dan persoalan dalam penelitian.
c. Berfikir
kritis
Seorang peneliti harus mempunyai kemampuan berfikir yang
kritis. Sehingga dalam mengemukakan pendapat dan pikirannya didsarkan atas
logika yang disertai dengan pertimbangan yang obyektif dari lapangan.
d. Jujur
Seorang peneliti harus mengesampingkan kepentingan
pribadi dalam penelitian. Sehingga data yang diperoleh lebih obyektif tidak
subyektif.
e. Terbuka
Peneliti
harus bersedia mengemukakan hasil penelitian kepada pihak lain dan bersedia
menerima masukan dan kritik terhadap penelitian tersebut.
3. Kerangka Teoritik dan Hipotesis
a. Diskripsi Teoritik
Dalam diskripsi
teoritik akan diuraikan konsep-konsep sebagai berikut:
1. Kemampuan Menulis Karya Ilmiah
Menurut Sternberg,
kemampuan berarti kekuatan untuk menunjukan suatu tindakan khusus ataub tugas
khusus, baik secara fisik maupun mental. Kemampuan menulis mengacu pada
pengertian pengetahuan dan pemahaman menulis.
Menulis merupakan suatu
bentuk komunikasi tersendiri yang ditunjukan untuk ketidaktahuan pembaca.
Penulis biasanya lebih mengutamakan apa yang akan dikomunikasikan daripada
kepada siapa penulis berkomunikasi. Penulis juga harus melibatkan pembacanya.
Menulis membutuhkan pemikiran, disiplin, dan konsentrasi. Menulis melibatkan
pengerjaan sesuatu ke dalam bentuk yang relatif permanen. Dalam hal ini menulis
bukan hanya terfokus pada hal-hal seperti tulisan, ejaan dan tata bahasa,
pembaca juga akan menilai tulisan tersebut melalui gaya, isi, dan logika
penulis. Oleh karena itu, menulis membutuhkan perhatian dan pemikiran.
Kemampuan menulis
menuntut kemampuan menggunakan pola-pola secara tertulis untuk mengungkapkan
suatu gagasan atau pesan. Kemampuan menulis ini mencakup berbagai kemampuan,
misalnya kemampuan memahami apa yang akan dikomunikasikan, kemampuan
menggunakan unsur-unsur bahasa secara tepat, kemampuan menggunakan gaya bahasa
yang tepat, pilihan kata serta lainnya.
Dalam mengembangkan
tulisan menjadi karangan yang utuh diperlukan kemampuan berbahasa. Dalam hal
ini seseorang harus menguasai kata-kata yang akan mendukung gagasannya. Ini
berarti bahwa seseorang harus mampu memilih kata dan istilah yang tepat pula.
Kata-kata itu dirangkaikan menjadi kalimat-kalimaat yang efektif. Selanjutnya,
ditata menjadi paragraf-paragraf. Biasanya suatu paragraf dimulai dengan suatu
kalimat umum yang memperkaenalkan topik.
2. Pendekatan
Pembelajaran
Untuk menyelesaikan
suatu persoalan pokok dalam memilih tehnik belajar
-mengajar diperlukan
pendekatan tertentu. Pendekatan itu merupakan titik tolak atau sudut pandang
kita memandang seluruh masalah yang ada dalam program belajar-mengajar. Salah
satu segi yang sering disoroti orang dalam pengajaran bahasa, termasuk bahasa
Indonesia adalah pendekatan yang digunakan dalam pengajaran bahasa yang
berpengaruh pada pemilihan metode dan strategi atau teknik pengajarannya.
Berhasil tidaknya suatu pengajaran bahasa sering kali dinilai dari pendekatan
yang dipilih dan dilakukan oleh guru atau pengajar karena dengan pendekatan
inilah kita dapat menentukan isi dan cara pengajaran bahasa.
Edward Anthony,
seorang ahli linguistik terapan dari Amerika, mengindentifikasi perbedaan
antara pendekatan, metode, dan teknik. Pendekatan adalah serangkaian asumsi
yang bersifat aksiomatis tentang sifat dan hakikat bahasa, pengajaran bahasa
serta belajar bahasa. Metode adalah rencana teratur dan didasarkan atas suatu
pendekatan yang dipilih.
3. Penalaran Verbal
Penalaran verbal,
yaitu kemampuan berpikir untuk menarik kesimpulan yang dapat
dipertaggungjawabkan kebenarannya baik secara induktif maupun deduktif dengan
menggunakan bahasa sebagai sarana utama serta menghindari salah nalar.
Komponen-komponen
yang mengacu pada penalaran verbal tersebut adalah:
·
Penarikan
kesimpulan secaara induktif, yang meliputi generalisasi, analogi, dan hubungan
sebab-akibat
·
Penarikan
kesimpulan secara deduktif
·
Penghindaran
salah nalar
b. Hasil Penelitian yang Relevan
Susetyo dalam
penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Penguasaan
Struktur Terhadap Hasil Belajar Menulis” menyimpulkan bahwa secara keseluruhan
hasil belajar menulis pada kelompok mahasiswa yang belajar dengan pendekatan
pembelajaran terpadu lebih baik dibandingkan dengan belajar dengan pendekatan
tidak terpadu. Hasil penelitian ini juga menggambarkan bahwa bagi mahasiswa
yang memiliki penguasaan struktur tinggi, hasil belajar menulis kelompok yang
belajar dengan pembelajaran terpadu lebih baik dibandingkan dengan kelompok
yang dengan pendekatan pembelajaran tidak terpadu.
c. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah suatu model kontekstual
tentang bagaimana teori berhubungan dengan faktor yang telah diindetifikasikan
sebagai masalah yang penting. Serta menjelaskan secara teoritis pertautan antar
variabel yang akan diteliti.
Adapun urutan untuk membuat kerangka berpikir yang baik
adalah sbb:
·
Menetapkan
variabel
·
Membaca
buku dan hasil penelitian
·
Deskripsi
teori dan hasil penelitian
·
Analisis kritis terhadap teori dan hasil
penelitian
·
Analisis komparatif terhadap teori dan
hasil penelitian.
·
Kesimpulan
d. Hipotesis Penelitian
Hipotesis
penelitian adalah menarik kesimpulan sementara. Hipotesis juga dapat diartikan
sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat (teori,
proposisi) meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan karena kesimpulan
tersebut masih bersifat sementara.
B. Analisis Wacana
1. Pengertian Wacana dan Analisis Wacana Secara Umum
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu
kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat
itu. Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di
atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang
berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan
secara lisan atau tertulis.
Para pakar bahasa telah memperkenalkan beberapa definisi
wacana, seperti berikut:
Harimurti (1984:204)"Wacana atau dalam Bahasa Inggrisnya
ialah 'Discourse'. Wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap, yaitu dalam
hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi ataupun terbesar.
Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh seperti novel, buku
seri ensiklopedia dan sebagainya, paragraf, kalimat atau kalimat yang membawa
amanat yang lengkap."
Anton M.Moeliono (1995:407)"Wacana adalah rentetan
kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara
kalimat itu."
Menurut Asmah (1982:3) bahwa wacana tidak mempunyai
satu-satu jenis kalimat yang berdiri secara utuh tanpa dipengaruhi oleh
proses-proses kelahiran kalimat. Ini bermaksud bahwa kalimat yang selalu
didapati dalam struktur dan sistem secara teratur. Asmah telah membedakan
kalimat sistem dari ayat wacana. Kalimat sistem adalah kalimat atau tutur yang
dikeluarkan dan diasingkan dari konteks wacana, sedangkan kalimat wacana yang
juga disebut kalimat teks adalah kalimat yang betul-betul terdapat dalam wacana
teks dan wacana lisan.
Menurut Edmonson di dalam Spoken Discourse: A Model jor
Analysis (1981), wacana adalah satu peristiwa yang terstruktur diwujudkan di
dalam perilaku llinguistik (bahasa) atau yang lainnya.
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang saling
berkaitan, sehingga terbentuklah makna yang serasi.
Analisis wacana
merupakan salah satu alternative dari analisis isi selain analisis isi
kuantitatif (yang lebih menekankan pada pertanyaan ‘apa’), sedangkan analisis
wacana lebih melihat pada ‘bagaimana’dari suatu pesan atau teks komunikasi.
Melalui analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita,
tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Selain itu, analisis wacana lebih
bisa melihat makna yang tersembunyi dari sebuah teks melalui struktur
kebahasaannya.
Analisis wacana dapat
melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif. Hal ini bukan
berarti metode ini lebih unggul , namun lebih menjelaskan bahwa setiap metode
memiliki karakteristik tersendiri, baik kelebihan maupun kekurangannya.
2. Beberapa Pengertian Wacana
a. Kohesi
dan Koherensi
Kohesi adalah
keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana
sehingga terciptalah pengertian yang baik atau koheren. Kohesi merujuk pada
perpautan bentuk, sedangkan koherensi merujuk pada perpautan makna. Agar wacana
terlihat menjadi lebih baik harus memiliki keduanya. Kalimat atau kata yang dipakai
bertautan, pengertian yang satu menyambung pengertian yang lainnya secara
berturut-turut. Jadi, wacana yang kohesif dan koheren merupakan wacana yang
utuh. Keutuhan wacana merupakan faktor yang menentukan kemampuan bahasa.
b.
Deisksis
Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani yang berarti
‘menunjuk’ atau ‘menunjukkan’. Dalam KBBI (1991: 217), deiksis diartikan
sebagai hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk
pronomina, ketakrifan, dan sebagainya.
Deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen
berubah-ubah atau berpindah-pindah (Wijana, 1998: 6). Menurut Bambang Yudi
Cahyono (1995: 217), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakekat
tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna
yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan.
Deiksis dapat juga diartikan sebagai lokasi dan
identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang
dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan
waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara (Lyons,
1977: 637 via Djajasudarma, 1993: 43). Menurut Bambang Kaswanti Purwo (1984: 1)
sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau
berganti-ganti, tergantung siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat
dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah
rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase yang menunjuk
kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. Rujukan semacam itu oleh Nababan
(1987: 40) disebut deiksis (Setiawan, 1997: 6).
Pengertian deiksis dibedakan dengan pengertian anafora.
Deiksis dapat diartikan sebagai luar tuturan, dimana yang menjadi pusat
orientasi deiksis senantiasa si pembicara, yang tidak merupakan unsur di dalam
bahasa itu sendiri, sedangkan anafora merujuk dalam tuturan baik yang mengacu
kata yang berada di belakang maupun yang merujuk kata yang berada di depan
(Lyons, 1977: 638 via Setiawan, 1997: 6).
Berdasarkan beberapa pendapat, dapat dinyatakan bahwa
deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi
yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk
pada sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya.
Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan pada bentuk atau konstituen
sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk
yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora.
Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk
menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu
sendiri. Kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata deiktis. Kata-kata
ini tidak memiliki referen yang tetap. Referen kata saya, sini, sekarang baru
dapat diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di tempat mana, dan waktu
kapan kata-kata itu diucapkan. Jadi, yang menjadi pusat orientasi deiksis
adalah penutur.
c.
Anafora dan Katafora
Anafora ialah
pengulangan bunyi, kata, atau struktur sintaktis pada larik-larik atau
kalimat-kalimat yang berturutan untuk memperoleh efek tertentu, hal atau fungsi merujuk kembali pada sesuatu
yang telah disebutkan sebelumnya dulu wacana (yang disebut anteseden) dengan
substitusi, misalnya dulu Pak Karta rumahnya terbakar, kata “nya”
menunjuk kepada Pak Karta.
Katafora ialah
pengacuan pada sesuatu yang disebut di belakang, misalnya pada kalimat
“dengan gayanya yang khas, ia mulai bicara” mengacu pada ia.
d.
Pengacuan atau Referensi
Referensi dalam
analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan
semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan
yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang
dibicarakan, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik.
Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b)
ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada
hal yang berbeda.
Juga dapat diartikan
acuan atau sebagai dasar / pedoman untuk pengembangan suatu masalah. Biasanya
dalam mengerjakan makalah atau membuat buku kita memerlukan buku rujukan.
e.
Konstruksi Endosentrik dan Eksosentrik
Konstruksi eksosentrik adalah komponen-komponennya tidak
mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.
Konstruksi eksosentrik biasanya dibedakan atas frase
eksosentrik yang direktif atau disebut frase preposisional ( komponen
pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya
berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina) dan non
direktif (komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang sedangkan
komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa,
atau verba).
Konstruksi endosentrik adalah frase yang salah satu
unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan
keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya dapat menggantikan kedudukan
keseluruhannya. Frase ini disebut juga frase modifikatif karena komponen
keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (Inggris head) mengubah atau
membatasi makna komponen inti atau hulunya itu. Selain itu disebut juga frase
subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase
berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen
yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan.
3. Metode Analisis Wacana
Pada dasarnya, metode
analisis wacana menempatkan manusia sebagai konstruk/ makhluk aktif (dinamis).
Yang mana peranannya sebagai peneliti media, memiliki fungsi memberikan
pengamatan secara sistematis dan teratur. Baik objek yang diteliti berasal dari
ilmu-ilmu alam, dan terlebih lagi ilmu-ilmu social. Adapun metode analisis
wacana terbagi menjadi empat metode yaitu :
a. Metode
Distribusional
Metode Distribusional adalah metode analisis linguistik
yang dikembangkan oleh kalangan linguistik strukturalisme model Amerika, yang
lebih dikenal dengan sebutan kaum “Neo-Bloomfieldians”. Metode ini pada
dasarnya merupakan reaksi terhadap Metode Padan yang pada umumnya dipakai di
dalam linguistik tradisional. Karena cara bekerjanya berdasarkan logika yang
bersifat spekulatif, maka Metode Padan itu ditentang habis-habisan oleh
linguistik struktural.
Metode distribusional atau metode agih (istilah
Sudaryanto), yaitu menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang
bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-ciri khas
kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu.
b. Metode
Prahma Linguistik
Dalam linguistik,
analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat
yang memusatkan perhatian pada aras lebih tinggi dari hubungan ketata-bahasaan
(grammatical), dalam sosiologi, analisis wacana menunjuk
pada kajian hubugan konteks sosial dengan pemakaian bahasa. Kalau dalam
psikologi sosial, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap struktur dan
bentuk percakapan atau wawancara, dalam ilmu politik, analisis wacana menunjuk
pada kajian terhadap praktik pemakaian bahasa dan tali-temalinya dengan
kekuasaan. Tampak jelas, digunakan dalam lapangan kajian apa pun, istilah
analisis wacana niscaya menyertakan telaah bahasa dalam pemakaian.
c. Metode
Analisis Konteks
Konteks adalah
sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks
wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks
ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur
bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja,
kata kerja bantu, dan proposisi positif
Di samping konteks
ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang
lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks
bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.
Konteks
ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks
ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka
topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang
berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur,
mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa
beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan
dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam
wacana.
Konteks wacana ialah
tersusun dari berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu,
tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan saluran (Moeliono
dan Soejono Dardjowidjojo, 1988). Unsur-unsur itu berhubungan pula dengan
unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi bahasa yang dikemukakan Hymes.
Unsur-unsur itu adalah:
1. Latar (setting)
Latar ini mengacu
pada tempat dan waktu atau tempo terjadinya percakapan. Misalnya, percakapan
dikampus pada pukul 08.30 pagi, yang menghasilkan wacana sebagai berikut:
Ana : “Selamat pagi”
Ani :
“Selamat pagi”
Ana : “ Mau kuliah, Bu?”
Ani : “Ya, sudah terlambat ni, mari”
2. Peserta
(Participants)
Peserta mengacu
kepada peserta percakapan, yakni pembicara dan pendengar atau kawan bicara,
misalnya antara Ana dan Ani pada contoh diatas, keduanya adalah peserta
percakapan.
3. Hasil (ends)
Hasil mengacu pada
hasil percakapan, misalnya seorang pengajar brtujuan memberikan pelajaran yang
menarik kepada para pemelajar itu sendiri. Topik yang menarik belum tentu
hasilnya baik karena sangat bergantung pada pemelajar ittu sendiri dan cara
penyampaiannya. Kadang-kadang topik menarik, tetapi hasil tidak memuaskan.
4. Amanat (message)
Amanat mengacu pada
bentuk dan isi amanat. Bentuk amanat dapat berupa surat, esai, iklan pemberitahuan,
pengumuman.
5. Cara (key)
Cara mengacu pada
semangat melaksanakan percakapan, misalnya dengan cara bersemangat, menyala-nyala,
atau dengan cara santai, tenang meyakinkan.
6. Sarana
(instrument)
Mengacu kepada apakah
pemakaian bahasa dilaksanakan secara lisan atau tulis, dan mengacu pula pada
variasi bahasa yang digunakan.
7. Norma (norms)
Mengacu pada perilaku
peserta percakapan. Misalnya, diskusi yang cenderung dua arah, setiap peserta
memberikan tanggapan (argumentasi).
8. Jenis (genre)
Mengacu pada
katagori, seperti sajak, teka-teki,dan doa. Jenis (genre) termasuk salah satu
ciri pokok wacana.
d. Metode
Deskriptif
Metode deskripsi
adalah suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu objek,
suatu set kondisi,
suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Whitney (1960) berpendapat, metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif
mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam
masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan,
kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang
sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan
fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif.
Adakalanya peneliti mengadakan klasifikasi, serta penelitian terhadap
fenomena-fenomena dengan menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentu,
sehingga banyak ahli meamakan metode ini dengan nama survei normatif (normatif
survei). Dengan metode ini juga diselidiki kedudukan (status) fenomena atau
faktor dan memilih hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain.
Karenanya mentode ini juga dinamakan studi kasus (status study).
Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau
standar-standar sehingga penelitian ini disebut juga survei normatif. Dalam
metode ini juga dapat diteliti masalah normatif bersama-sama dengan masalah
status dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan antarfenomena. Studi
demikian dinamakan secara umum sebagai studi atau penelitian deskritif.
Perspektif waktu yang dijangkau, adalah waktu sekarang atau sekurang-kurangnya
jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan responden.
4. Klasifikasi Wacana
a. Berdasarkan Media Penyampaian
1. Wacana
Tulis
Wacana tulis ialah
wacana yang tersusun secara gramatikal maksudnya menggunakan tata bahasa yang
benar, menggunakan alat hubung seperti kertas, pena, dan lain-lain,
kata-katanya berstruktur maksudnya berurutan. Contoh wacana tlis,
artikel-artikel, majalah, tabloid dan lain-lain.
2. Wacana
Lisan
Wacana lisan ialah
wacana yang penyampaiannya tidak menggunakan alat hubung karena disini langsung
ada yang berbicara dan yang mendengarkan, dan kata-katanya pun menggunakan
bahasa percakapan, dan urutanya pun tidak terlalu diperhatikan. Contohnya,
dialog antara penjual dan pembeli di pasar.
b. Berdasarkan Sifat
1. Wacana Fiksi
Wacana fiksi adalah wacana yang mengemukakan dunia
imajinasi hasil kreativitas pengarang. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi
menawarkan berbagai permasalahan manusia hidup, dan kehidupan. Wacana fiksi
pada dasarnya merupakan hasil pengungkapan kembali berbagai permasalahan yang
dialami dan dihayati oleh pengarang. Oleh karena itulah, wacana fiksi dapat
diartikan sebagai rangkaian kalimat mengenai kisahan atau cerita yang diemban
oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar, serta tahapan, dan
rangkaian cerita yang bertolak dari hasil imajinasi.
2. Wacana Nonfiksi
Wacana nonfiksi
adalah wacana yang mengemukakan suatu peristiwa atau kejadian nyata (fakta)
yang kemudian dikembangkan oleh pengarang menjadi suatu karya-karya, biasanya
dalam pembuatan wacana nonfiksi pengarang membutuhkan bukti-bukti atau
acuan-acuan untuk dijadikan sebuah karya.
Kesimpulan
Penelitian Sosial
Penelitian Sosial, adalah penelitian yang dilakukan untuk
menginterpretasikan gejala-gejala yang terdapat dalam masyarakat. Metode
dan pendekatan dalam penelitian sosial tidak jauh berbeda dengan penelitian
ilmu alam. Penelitian juga mempunyai arti yaitu suatu usaha untuk menemukan
pengetahuan baru dengan menggunakan metode-metode ilmiah secara sistematis
untuk memperluas dan menggali lebih mendalam apa yang sudah ada.
Ciri-ciri pernyataan Masalah
Penelitian yang baik :
Masalah yang dipilih harus mempunya nilai penelitian
·
Masalah harus mempunyai keaslian
·
Masalah harus menyatakan suatu hubungan
·
Masalah harus merupakan hal yang penting
·
Masalah harus dapat di uji
·
Masalah harus mencerminkan suatu pertanyaan
Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu harus
dipersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian. Segala rencana penelitian yang dituangkan dalam bentuk tulisan
disebut rancangan penelitian. Rancangan penelitian berisi pokok-pokok
perencanaan yang mencakup seluruh peneltian yang tertuang dalam satu
kesatuan naskah yang ringkas, jelas dan lugas. Rancangan penelitian sering
disebut disain penelitian.
Dalam menentukan topik
hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini :
·
Topik
harus terjangkau oleh peneliti.
Topik yang diambil disesuaikan dengan kemampuan peneliti.
Peneliti harus menyesuaikan dengan kemampuan akademik dan finansial dari topik
yang akan diteliti.
·
Topik dipandang penting dan menarik.
Topik hendaknya akan memberikan sumbangan bagi kehidupan
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu hendaknya topik mempunyai daya
tarik tersendiri bagi peneliti, sehingga menimbulkan antusiasme dalam
penelitian.
·
Topik
memiliki kegunaan praktis.
Topik hendaknya dapat digunakan oleh masyarakat untuk
mempermudah kehidupan
·
Data
cukup tersedia.
Dalam penelitian hendaknya didukung oleh fakta-fakta dan
data-data yang akurat dan kredibel.
Setelah
menentukan topik, yang harus kita lakukan adalah membuat rancangan penelitian
adapun manfaat rancangan penelitian adalah sebagai berikut :
·
memberi
pedoman yang lebih detail kepada peneliti dalam menyelenggarakan penelitian.
·
memberikan
rambu-rambu batasan dalam penyelenggaraan penelitian, sehingga penelitian lebih
efektif dan efisien.
·
memberikan
diskripsi (gambaran) yang jelas tentang apa yang harus dilakukan dan kesulitan
apa yang dihadapi dalam melakukan penelitian.
Metode Analisis
Wacana
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu
kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat
itu. Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di
atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,
yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau
tertulis.
Analisis wacana merupakan
salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif (yang
lebih menekankan pada pertanyaan ‘apa’), sedangkan analisis wacana lebih
melihat pada ‘bagaimana’dari suatu pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis
wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga
bagaimana pesan itu disampaikan. Selain itu, analisis wacana lebih bisa melihat
makna yang tersembunyi dari sebuah teks melalui struktur kebahasaannya.
Pada dasarnya, metode
analisis wacana menempatkan manusia sebagai konstruk/ makhluk aktif (dinamis).
Yang mana peranannya sebagai peneliti media, memiliki fungsi memberikan
pengamatan secara sistematis dan teratur. Baik objek yang diteliti berasal dari
ilmu-ilmu alam, dan terlebih lagi ilmu-ilmu social. Adapun metode analisis
wacana terbagi menjadi empat metode yaitu : Metode distribusional, metode
Prahma linguistik, metode analisis konteks, metode deskriptif.
DAFTAR PUSTAKA
Djajasudarma, Fatimah. 2010. Wacana
(Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur).
Bandung: Refika Aditama
Hasan, Lubis Hamid. 1993. Analisis
Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa
Rohman, Dhohiri Taufik dkk. 2007. Sosiologi
3 (Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Yudistira
Wardarita, Ratu. 2010. Kemampuan
Menulis Karya Ilmiah. Yogyakarta: Pararaton
http//:www.blogspot.com/Analisis-wacana,metode
penelitian sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar