Halaman

Senin, 10 Juni 2013


PENELITIAN SOSIAL DAN METODE ANALISIS WACANA

Pendahuluan
Saat ini banyak sekali peneliti-peneliti baru bermunculan. Penelitian umumnya berusaha untuk mencari jawaban dari suatu permasalahan. Akan tetapi sebenarnya manusia dengan kemampuan dan pengetahuannya berusaha untuk mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik. Manusia dengan nalar yang dimilki memiliki kemampuan yang lebih dibanding makhluk lainnya. Penalaran tersebut akan dapat dikomunikasikan kepada manusia lain melalui bahasa. Penalaran umumnya mempunyai ciri berfikir logis dan analitik.  Berfikir logis maksudnya penalaran didsarakan kepada logika  yang bisa diterima akal sehat. Sedangkan berfikir analitis, maksudnya manusia mempunyai kemampuan untuk mencerna dengan mendalam segala sesuatu yang dihadapi.          Istilah wacana (discourse) yang berasal dari Bahasa Latin, discursus, telah digunakan baik dalam arti terbatas maupun luas. Secara terbatas, istilah ini menunjuk pada aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Secara lebih luas, istilah wacana menunjuk pada bahasa dalam tindakan serta pola-pola yang menjadi ciri jenis-jenis bahasa dalam tindakan. Analisis wacana, dalam arti paling sederhana adalah kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat. Lazimnya, perluasan arti istilah ini dikaitkan dengan konteks lebih luas yang mempengaruhi makna rangkaian ungkapan secara keseluruhan. Para analis wacana mengkaji bagian lebih besar bahasa ketika mereka saling bertautan. Beberapa analis wacana mempertimbangkan konteks yang lebih luas lagi untuk memahami bagaimana konteks itu mempengaruhi makna kalimat.
Sebagaimana telah disebut, analisis wacana tidak hanya mengemuka dalam kajian bahasa, tetapi juga dalam berbagai lapangan kajian lain. Kalau dalam linguistik, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat yang memusatkan perhatian pada aras lebih tinggi dari hubungan ketata-bahasaan (grammatical), dalam sosiologi, analisis wacana menunjuk pada kajian hubugan konteks sosial dengan pemakaian bahasa. Kalau dalam psikologi sosial, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap struktur dan bentuk percakapan atau wawancara, dalam ilmu politik, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap praktik pemakaian bahasa dan tali-temalinya dengan kekuasaan.
A.    Penelitian Sosial
1.      Pengertian Penelitian Sosial
Penelitian Sosial, adalah penelitian yang dilakukan untuk menginterpretasikan gejala-gejala yang terdapat dalam  masyarakat. Metode dan pendekatan dalam penelitian sosial tidak jauh berbeda dengan penelitian ilmu alam.
Menurut Sutrisno Hadi, yang dimaksud dengan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan sesuatu untuk mengisi kekosongan dan kekurangan, mengembangkan atau memperluas dan menggali lebih mendalam apa yang sudah ada, serta menguji  kebenaran terhadap sesuatu yang sudah ada tetapi masih terdapat keraguan akan kebenarannya.
Menurut Marzuki, penelitian merupakan usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.
Menurut Sanapiah Faisal, penelitian merupakan aktivitas dalam menelaah suatu masalah dengan menggunakan metode ilmiah secara terancang dan sistematis untuk menemukan pengetahuan baru yang terandalkan kebenarannya (objektif dan sahih) mengenai dunia alam dan dunia sosial.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan pengetahuan baru dengan menggunakan metode-metode ilmiah secara sistematis untuk memperluas dan menggali lebih mendalam apa yang sudah ada.
2.      Metode Penelitian Sosial
a.      Merumuskan Masalah Penelitian
Masalah-masalah penelitian umumnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan. Permasalahan dalam penelitian akan memberikan arahan dan isi dalam proses penelitian. Kemampuan menetapkan masalah penelitian sangat menentukan keberhasilan kegiatan penelitian yang dilakukan. Dalam mengungkapkan permasalahan hendaknya peneliti menggunakan rumusan yang spesifik, operasional, singkat, jelas dan padat.  Hal ini penting untuk menuntun dan mengarahkan peneliti terutama dalam penyusunan instrumen penelitian.Dalam beberapa penelitian rumusan masalah sering digunakan dalam penyusunan hipotesis Syarat-syarat utama dalam pennyusunan rumusan masalah antara lain :
·         Menggunakan kalimat pertanyaaan.
·         Mengungkapkan variabel penelitian.
·         Mengungkapkan jenis hubungan antar variabel.
·         Mengungkapkan subyek penelitian.

Ciri-ciri pernyataan Masalah Penelitian yang baik :
Masalah yang dipilih harus mempunya nilai penelitian
1.      Masalah harus mempunyai keaslian
2.      Masalah harus menyatakan suatu hubungan
3.      Masalah harus merupakan hal yang penting
4.      Masalah harus dapat di uji
5.      Masalah harus mencerminkan suatu pertanyaan
Masalah yang dipilih dengan bijak, artinya :
1.      Data serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia
2.      Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif harus dalam batas-batas kemampuan
3.      Waktu memecahkan masalah harus wajar
4.      Biaya dan hasil harus seimbang
Masalah dipilih dengan kualifikasi peneliti
1.      Menarik bagi peneliti
2.      Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti

b.      Menyusun Rancangan Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu harus dipersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian. Segala rencana penelitian yang dituangkan dalam bentuk tulisan disebut rancangan penelitian. Rancangan penelitian berisi pokok-pokok perencanaan yang mencakup seluruh peneltian  yang tertuang dalam satu kesatuan naskah yang ringkas, jelas dan lugas. Rancangan penelitian sering disebut disain penelitian. Apa bedanya dengan proposal penelitian? Proposal penelitian merupakan rencana peneltian yang diajukan kepada pihak sponsor atau lembaga untuk disetujui atau ditolak untuk mendapatkan dana (fund). Biasanya proposal penelitian disertai dengan organisasi peneliti, pembiayaan dan waktu pelaksanaan. Dalam rancangan penelitian, secara umum terdiri dari judul penelitian, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, landasan teori, hipotesa, metodologi penelitian dan daftar pustaka. Penentuan topik dan judul penelitian. Topik merupakan pokok permasalahan dari suatu penelitian. Penentuan topik membantu peneliti dalam menentukan judul yang sesuai. Dalam menentukan topik hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini :
·         Topik harus terjangkau oleh peneliti.
Topik yang diambil disesuaikan dengan kemampuan peneliti. Peneliti harus menyesuaikan dengan kemampuan akademik dan finansial dari topik yang akan diteliti.
·         Topik dipandang penting dan menarik.
Topik hendaknya akan memberikan sumbangan bagi kehidupan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu hendaknya topik mempunyai daya tarik tersendiri bagi peneliti, sehingga menimbulkan antusiasme dalam penelitian.
·         Topik memiliki kegunaan praktis.
Topik hendaknya dapat digunakan oleh masyarakat untuk mempermudah kehidupan
·         Data cukup tersedia.
Dalam penelitian hendaknya didukung oleh fakta-fakta dan data-data yang akurat dan kredibel.
Setelah topik penelitian sudah ditentukan tahap berikutnya adalah menentukan judul penelitian. Dalam menentukan judul hendaknya memperhatikan variabel utama penelitian, hubungan antara variabel dan subyek penelitian.
Manfaat rancangan penelitian
Rancangan penelitian sangat diperlukan dalam penyelenggaraan penelitian. Rancangan peneltian mempunyai manfaat sebagai berikut :
·         memberi pedoman yang lebih detail kepada peneliti dalam menyelenggarakan penelitian.
·         memberikan rambu-rambu batasan dalam penyelenggaraan penelitian, sehingga penelitian lebih efektif dan efisien.
·         memberikan diskripsi (gambaran) yang jelas tentang apa yang harus dilakukan dan kesulitan apa yang dihadapi dalam melakukan penelitian.

Syarat-syarat rancangan penelitian
Supaya rancangan penelitian lebih bermanfaat, maka rancangan penelitian harus memenuhi syarat sebagai berikut :
·         Sistematis, semua unsur yang termasuk dalam rancangan penelitian harus tersusun runtut dan logis. Misalnya rancangan penelitian diawali dengan judul, kemudian dilanjutkan dengan latar belakang dan masalah yang mendasari peneltian tersebut.
·         Konsisten, maksudnya harus terdapat kesesuaian di antara unsur-unsur dalam rancangan penelitian. Judul harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian.
·         Operasional, maksudnya segala yang terdapat di rancangan penelitian menggunakan bahasa operasional yang jelas dan lugas. Apa yang dicari, apa yang yang ditanyakan, sampel mana yang akan diukur dan sebagainya telah tercantum di dalamnya dengan jelas.

c.       Memilih Metode Penelitian
Dalam bagian ini mencakup subyek penelitian, metode pengumpulan data, teknik pengolahan data dan analisis data.
a.      Subyek penelitian.
Dalam menentukan subyek penelitian sangat penting dalam penelitian. Subyek penelitian mencakup lokasi penelitian, populasi  dan penentuan sampel penelitian.
1.      lokasi penelitian.
Seorang peneliti hendaknya membatasi diri pada lokasi yang jelas. Maksudnya di wilayah atau daerah mankah ia mengadakan penelitian. Sehingga hasil penelitian lebih akurat, karena tidak semua tempat mempunyai karakteristik yang sama dengan daerah yang ditelit
2.      Populasi.
Yang dimaksud dengan populasi adalah semua individu yang menjadi obyek penelitian.  Jadi kalau yang kita teliti adalah Siswa SMA 1 Surabaya, maka yang menjadi populasi adalah semua siswa SMA 1 Surabaya.
3.      Sampel.
Pengambilan sampel dilakukan karena sering kita tidak mungkin mengamati seluruh populasi yang kita teliti. Langkah-langkah dalam penarikan sampel sebagai berikut :
·         Menetukan karakteristik populasi.
·         Menentukan teknik pengambilan sampel.
·         Menetukan besar /jumlah sampel.
·         Menarik sampel.

Teknik pengambilan sampel dapat dilakukan melalui teknik-teknik sebagi berikut :
1)      Sampel acak (random sampling).
Setiap subyek yang akan diteliti mempunyai kemungkinan yang sama untuk menjadi sampel. Cara yang dapat ditempuh dalam pengambilan sampel ini adalah dengan cara undian.

2)      Sampel berstrata (stratified sampling).
Seandainya populasi terbagi dalam strata (tingkat) yang berbeda-beda, semestinya pengambilan sampel didasarkan pada tingkat  harus terwakili. Misalnya penelitian siswa SMA, mestinya kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 terwakili semua.
3)      Sampel wilayah (area probability sampling).
Pengambilan sampel ini jika dalam penelitian meliputi wilayah yang sangat luas. Untuk itu diperlukan pengambilan sampel didasarkan wilyah tertentu yang dapat mewakili daerah yang lebih luas.
4)      Sampel proporsi (propostional sampling).
Pengambilan sampel ini merupakan penyempurnaan dari sampel berstrata dan sampel wilayah. Sampel ini didasarkan berapa jumlah perwakilan sampel yang mewakili kela maupun wilayah penelitian.
5)      Sampel bertujuan (purpossive sampling).
Penentuan sampel kadang tidak sesuai yang kita harapkan. Penentuan sampel ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu agar tujuan penelitian dapat dicapai. Pertimbangan ini anatara lain waktu, tempat yang jauh dan sebagainya.
6)      Sampel kelompok (cluster sampling).
Sebenarnya hampir sam dengan sampel strata, setiap populasi terdiri dari kelompok-kelompok. Sehingga setiap kelompok seharusnya terwakili dalam sampel penelitian.
b.      Metode pengumpulan data
Sebelum kita membahas teknik pengumpulan data, perlu kita bahas dahulu tentang data. Secara umum data dibedakan menjadi data primer dan data sekunder
1.      Data primer .
Adalah data yang dieproleh langsung dari lapangan atau responden. Data tersebut data berupa data kuisioner yang dibagikan atau wawancara langsung dengan nara sumber.
2.      Data sekunder.
Adalah data yang diperoleh tidak langsung dari lapangan, tetapi sumber-sumber lain seperti publikasi instansi, koran, dokumen dan sebagainya.
Di dalam rancangan peneitian perlu dijelaskan metode pengumpulan data apa yang dipergunakan. Ada beberapa metode yang sering dipergunakan dalam pengumpulan data antara lain studi kepustakaan, observasi, wawancara, dan metode angket
c.       Teknik pengolahan dan analisis  data
Setelah itu, maka proses berikutnya adalah menentukan teknik pengolahan data dan analisis data. Teknik pengolahan data erat kaitannya dengan jenis data yang didapatkan. Terdapat 2 pendekatan dalam  penelitian yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.
1.      Pendekatan kualitatif
Pendekatan ini digunakan apabila data yang diperoleh dari lapangan merupakan data kuaitatif yang tersaji dalam kalimat atau kata-kata. Biasanya penyajian data ini dalam bentuk uraian naratif maupun diskriptif. Sehingga analisisnya sering disebut analisis diskripsi.
2.      Pendekatan kuantitatif
Pendekatan ini dipergunakan apabila data yang diperoleh merupakan data-data yang berbentuk angka. Untuk menganalisis data yang demikian menggungakan analisis statistik yang diwujudkan dalam bentuk tabel, grafik, diagram dan sebagainya.
Penelitian yang baik hendaknya memenuhi persyaratan berikut :
a.       Sistematis
Penelitian dilaksanakan menurut pola tertentu. Pola tersebut dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Tujuannya agar pelaksanaan penelitian lebih efisien dan efektif.

b.      Terencana
Penelitian telah direncanakan jauh-jauh sebelumnya. Sehingga penelitian merupakan kegiatan yang disengaja dengan menggunakan langkah-langkah yang baku.
c.       Mengikuti metode ilmiah
Dalam mengadakan penelitian harus didasari cara-cara (metode) yang sudah ditentukan. Dalam penelitian seharusnya menggunakan prinsip-prinsip memperoleh pengetahuan.
Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti mempunyai cara berfikir yang berbeda dengan seorang yang bukan peneliti.
Cara berfikir seorang peneliti, antara lain:
a.       Berfikir skeptis
Adalah rasa tidak percaya kepada sesuatu yang sudah ada. Peneliti harus selalu menanyakan bukti mapun fakta yang mendukung penelitian.
b.      Berfikir analitis
Seorang peneliti harus mempunyai kemampuan untuk menganalisis setiap sesuatu yang baru dan persoalan dalam penelitian.
c.       Berfikir kritis
Seorang peneliti harus mempunyai kemampuan berfikir yang kritis. Sehingga dalam mengemukakan pendapat dan pikirannya didsarkan atas logika yang disertai dengan pertimbangan yang obyektif dari lapangan.
d.      Jujur
Seorang peneliti harus mengesampingkan kepentingan pribadi dalam penelitian. Sehingga data yang diperoleh lebih obyektif tidak subyektif.


e.       Terbuka
Peneliti harus bersedia mengemukakan hasil penelitian kepada pihak lain dan bersedia menerima masukan dan kritik terhadap penelitian tersebut.
3. Kerangka Teoritik dan Hipotesis
     a. Diskripsi Teoritik
Dalam diskripsi teoritik akan diuraikan konsep-konsep sebagai berikut:
 1. Kemampuan Menulis Karya Ilmiah
Menurut Sternberg, kemampuan berarti kekuatan untuk menunjukan suatu tindakan khusus ataub tugas khusus, baik secara fisik maupun mental. Kemampuan menulis mengacu pada pengertian pengetahuan dan pemahaman menulis.
Menulis merupakan suatu bentuk komunikasi tersendiri yang ditunjukan untuk ketidaktahuan pembaca. Penulis biasanya lebih mengutamakan apa yang akan dikomunikasikan daripada kepada siapa penulis berkomunikasi. Penulis juga harus melibatkan pembacanya. Menulis membutuhkan pemikiran, disiplin, dan konsentrasi. Menulis melibatkan pengerjaan sesuatu ke dalam bentuk yang relatif permanen. Dalam hal ini menulis bukan hanya terfokus pada hal-hal seperti tulisan, ejaan dan tata bahasa, pembaca juga akan menilai tulisan tersebut melalui gaya, isi, dan logika penulis. Oleh karena itu, menulis membutuhkan perhatian dan pemikiran.
Kemampuan menulis menuntut kemampuan menggunakan pola-pola secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan. Kemampuan menulis ini mencakup berbagai kemampuan, misalnya kemampuan memahami apa yang akan dikomunikasikan, kemampuan menggunakan unsur-unsur bahasa secara tepat, kemampuan menggunakan gaya bahasa yang tepat, pilihan kata serta lainnya.
Dalam mengembangkan tulisan menjadi karangan yang utuh diperlukan kemampuan berbahasa. Dalam hal ini seseorang harus menguasai kata-kata yang akan mendukung gagasannya. Ini berarti bahwa seseorang harus mampu memilih kata dan istilah yang tepat pula. Kata-kata itu dirangkaikan menjadi kalimat-kalimaat yang efektif. Selanjutnya, ditata menjadi paragraf-paragraf. Biasanya suatu paragraf dimulai dengan suatu kalimat umum yang memperkaenalkan topik.
2. Pendekatan Pembelajaran
Untuk menyelesaikan suatu persoalan pokok dalam memilih tehnik belajar
-mengajar diperlukan pendekatan tertentu. Pendekatan itu merupakan titik tolak atau sudut pandang kita memandang seluruh masalah yang ada dalam program belajar-mengajar. Salah satu segi yang sering disoroti orang dalam pengajaran bahasa, termasuk bahasa Indonesia adalah pendekatan yang digunakan dalam pengajaran bahasa yang berpengaruh pada pemilihan metode dan strategi atau teknik pengajarannya. Berhasil tidaknya suatu pengajaran bahasa sering kali dinilai dari pendekatan yang dipilih dan dilakukan oleh guru atau pengajar karena dengan pendekatan inilah kita dapat menentukan isi dan cara pengajaran bahasa.
Edward Anthony, seorang ahli linguistik terapan dari Amerika, mengindentifikasi perbedaan antara pendekatan, metode, dan teknik. Pendekatan adalah serangkaian asumsi yang bersifat aksiomatis tentang sifat dan hakikat bahasa, pengajaran bahasa serta belajar bahasa. Metode adalah rencana teratur dan didasarkan atas suatu pendekatan yang dipilih.
3.      Penalaran Verbal
Penalaran verbal, yaitu kemampuan berpikir untuk menarik kesimpulan yang dapat dipertaggungjawabkan kebenarannya baik secara induktif maupun deduktif dengan menggunakan bahasa sebagai sarana utama serta menghindari salah nalar.
Komponen-komponen yang mengacu pada penalaran verbal tersebut adalah:
·         Penarikan kesimpulan secaara induktif, yang meliputi generalisasi, analogi, dan hubungan sebab-akibat
·         Penarikan kesimpulan secara deduktif
·         Penghindaran salah nalar

b. Hasil Penelitian yang Relevan
Susetyo dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Penguasaan Struktur Terhadap Hasil Belajar Menulis” menyimpulkan bahwa secara keseluruhan hasil belajar menulis pada kelompok mahasiswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran terpadu lebih baik dibandingkan dengan belajar dengan pendekatan tidak terpadu. Hasil penelitian ini juga menggambarkan bahwa bagi mahasiswa yang memiliki penguasaan struktur tinggi, hasil belajar menulis kelompok yang belajar dengan pembelajaran terpadu lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang dengan pendekatan pembelajaran tidak terpadu.
c. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah suatu model kontekstual tentang bagaimana teori berhubungan dengan faktor yang telah diindetifikasikan sebagai masalah yang penting. Serta menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. 
Adapun urutan untuk membuat kerangka berpikir yang baik adalah sbb:
·         Menetapkan variabel 
·         Membaca buku dan hasil penelitian
·         Deskripsi teori dan hasil penelitian
·         Analisis kritis terhadap teori dan hasil penelitian
·         Analisis komparatif terhadap teori dan hasil penelitian.
·         Kesimpulan

d. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah menarik kesimpulan sementara. Hipotesis juga dapat diartikan sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat (teori, proposisi) meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan karena kesimpulan tersebut masih bersifat sementara.


B. Analisis Wacana
     1. Pengertian Wacana dan Analisis Wacana Secara Umum
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.
Para pakar bahasa telah memperkenalkan beberapa definisi wacana, seperti berikut:
Harimurti (1984:204)"Wacana atau dalam Bahasa Inggrisnya ialah 'Discourse'. Wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap, yaitu dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi ataupun terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh seperti novel, buku seri ensiklopedia dan sebagainya, paragraf, kalimat atau kalimat yang membawa amanat yang lengkap."
Anton M.Moeliono (1995:407)"Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat itu."
Menurut Asmah (1982:3) bahwa wacana tidak mempunyai satu-satu jenis kalimat yang berdiri secara utuh tanpa dipengaruhi oleh proses-proses kelahiran kalimat. Ini bermaksud bahwa kalimat yang selalu didapati dalam struktur dan sistem secara teratur. Asmah telah membedakan kalimat sistem dari ayat wacana. Kalimat sistem adalah kalimat atau tutur yang dikeluarkan dan diasingkan dari konteks wacana, sedangkan kalimat wacana yang juga disebut kalimat teks adalah kalimat yang betul-betul terdapat dalam wacana teks dan wacana lisan.
Menurut Edmonson di dalam Spoken Discourse: A Model jor Analysis (1981), wacana adalah satu peristiwa yang terstruktur diwujudkan di dalam perilaku llinguistik (bahasa) atau yang lainnya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang saling berkaitan, sehingga terbentuklah makna yang serasi.
Analisis wacana merupakan salah satu alternative dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif (yang lebih menekankan pada pertanyaan ‘apa’), sedangkan analisis wacana lebih melihat pada ‘bagaimana’dari suatu pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Selain itu, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari sebuah teks melalui struktur kebahasaannya.
Analisis wacana dapat melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif. Hal ini bukan berarti metode ini lebih unggul , namun lebih menjelaskan bahwa setiap metode memiliki karakteristik tersendiri, baik kelebihan maupun kekurangannya.
     2. Beberapa Pengertian Wacana
a. Kohesi dan Koherensi
Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang baik atau koheren. Kohesi merujuk pada perpautan bentuk, sedangkan koherensi merujuk pada perpautan makna. Agar wacana terlihat menjadi lebih baik harus memiliki keduanya. Kalimat atau kata yang dipakai bertautan, pengertian yang satu menyambung pengertian yang lainnya secara berturut-turut. Jadi, wacana yang kohesif dan koheren merupakan wacana yang utuh. Keutuhan wacana merupakan faktor yang menentukan kemampuan bahasa.
b. Deisksis
Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘menunjuk’ atau ‘menunjukkan’. Dalam KBBI (1991: 217), deiksis diartikan sebagai hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk pronomina, ketakrifan, dan sebagainya.
Deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau berpindah-pindah (Wijana, 1998: 6). Menurut Bambang Yudi Cahyono (1995: 217), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakekat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan.
Deiksis dapat juga diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara (Lyons, 1977: 637 via Djajasudarma, 1993: 43). Menurut Bambang Kaswanti Purwo (1984: 1) sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. Rujukan semacam itu oleh Nababan (1987: 40) disebut deiksis (Setiawan, 1997: 6).
Pengertian deiksis dibedakan dengan pengertian anafora. Deiksis dapat diartikan sebagai luar tuturan, dimana yang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa si pembicara, yang tidak merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora merujuk dalam tuturan baik yang mengacu kata yang berada di belakang maupun yang merujuk kata yang berada di depan (Lyons, 1977: 638 via Setiawan, 1997: 6).
Berdasarkan beberapa pendapat, dapat dinyatakan bahwa deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya. Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan pada bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora.
Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata deiktis. Kata-kata ini tidak memiliki referen yang tetap. Referen kata saya, sini, sekarang baru dapat diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di tempat mana, dan waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Jadi, yang menjadi pusat orientasi deiksis adalah penutur.
c. Anafora dan Katafora
Anafora ialah pengulangan bunyi, kata, atau struktur sintaktis pada larik-larik atau kalimat-kalimat yang berturutan untuk memperoleh efek tertentu,  hal atau fungsi merujuk kembali pada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dulu wacana (yang disebut anteseden) dengan substitusi, misalnya dulu Pak Karta rumahnya terbakar, kata “nya” menunjuk kepada Pak Karta.
Katafora ialah pengacuan pada sesuatu yang disebut di belakang, misalnya pada kalimat “dengan gayanya yang khas, ia mulai bicara” mengacu pada ia.
d. Pengacuan atau Referensi
Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b) ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada hal yang berbeda.
Juga dapat diartikan acuan atau sebagai dasar / pedoman untuk pengembangan suatu masalah. Biasanya dalam mengerjakan makalah atau membuat buku kita memerlukan buku rujukan.
e. Konstruksi Endosentrik dan Eksosentrik
Konstruksi eksosentrik adalah komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.
Konstruksi eksosentrik biasanya dibedakan atas frase eksosentrik yang direktif atau disebut frase preposisional ( komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina) dan non direktif (komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba).
Konstruksi endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya. Frase ini disebut juga frase modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (Inggris head) mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya itu. Selain itu disebut juga frase subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan.
3. Metode Analisis Wacana
Pada dasarnya, metode analisis wacana menempatkan manusia sebagai konstruk/ makhluk aktif (dinamis). Yang mana peranannya sebagai peneliti media, memiliki fungsi memberikan pengamatan secara sistematis dan teratur. Baik objek yang diteliti berasal dari ilmu-ilmu alam, dan terlebih lagi ilmu-ilmu social. Adapun metode analisis wacana terbagi menjadi empat metode yaitu :
a. Metode Distribusional
Metode Distribusional adalah metode analisis linguistik yang dikembangkan oleh kalangan linguistik strukturalisme model Amerika, yang lebih dikenal dengan sebutan kaum “Neo-Bloomfieldians”. Metode ini pada dasarnya merupakan reaksi terhadap Metode Padan yang pada umumnya dipakai di dalam linguistik tradisional. Karena cara bekerjanya berdasarkan logika yang bersifat spekulatif, maka Metode Padan itu ditentang habis-habisan oleh linguistik struktural.
Metode distribusional atau metode agih (istilah Sudaryanto), yaitu menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-ciri khas kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu.

b. Metode Prahma Linguistik
Dalam linguistik, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap satuan bahasa di atas kalimat yang memusatkan perhatian pada aras lebih tinggi dari hubungan ketata-bahasaan (grammatical), dalam sosiologi, analisis wacana menunjuk pada kajian hubugan konteks sosial dengan pemakaian bahasa. Kalau dalam psikologi sosial, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap struktur dan bentuk percakapan atau wawancara, dalam ilmu politik, analisis wacana menunjuk pada kajian terhadap praktik pemakaian bahasa dan tali-temalinya dengan kekuasaan. Tampak jelas, digunakan dalam lapangan kajian apa pun, istilah analisis wacana niscaya menyertakan telaah bahasa dalam pemakaian.
c. Metode Analisis Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif
Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.
Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.
Konteks wacana ialah tersusun dari berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan saluran (Moeliono dan Soejono Dardjowidjojo, 1988). Unsur-unsur itu berhubungan pula dengan unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi bahasa yang dikemukakan Hymes. Unsur-unsur itu adalah:
1. Latar (setting)
Latar ini mengacu pada tempat dan waktu atau tempo terjadinya percakapan. Misalnya, percakapan dikampus pada pukul 08.30 pagi, yang menghasilkan wacana sebagai berikut:
Ana     : “Selamat pagi”
Ani      :  “Selamat pagi”
Ana     : “ Mau kuliah, Bu?”
Ani      : “Ya, sudah terlambat ni, mari”
2. Peserta (Participants)
Peserta mengacu kepada peserta percakapan, yakni pembicara dan pendengar atau kawan bicara, misalnya antara Ana dan Ani pada contoh diatas, keduanya adalah peserta percakapan.
3. Hasil (ends)
Hasil mengacu pada hasil percakapan, misalnya seorang pengajar brtujuan memberikan pelajaran yang menarik kepada para pemelajar itu sendiri. Topik yang menarik belum tentu hasilnya baik karena sangat bergantung pada pemelajar ittu sendiri dan cara penyampaiannya. Kadang-kadang topik menarik, tetapi hasil tidak memuaskan.
4. Amanat (message)
Amanat mengacu pada bentuk dan isi amanat. Bentuk amanat dapat berupa surat, esai, iklan pemberitahuan, pengumuman.


5. Cara (key)
Cara mengacu pada semangat melaksanakan percakapan, misalnya dengan cara bersemangat, menyala-nyala, atau dengan cara santai, tenang meyakinkan.
6. Sarana (instrument)
Mengacu kepada apakah pemakaian bahasa dilaksanakan secara lisan atau tulis, dan mengacu pula pada variasi bahasa yang digunakan.
7. Norma (norms)
Mengacu pada perilaku peserta percakapan. Misalnya, diskusi yang cenderung dua arah, setiap peserta memberikan tanggapan (argumentasi).
8. Jenis (genre)
Mengacu pada katagori, seperti sajak, teka-teki,dan doa. Jenis (genre) termasuk salah satu ciri pokok wacana.
d. Metode Deskriptif
Metode deskripsi adalah suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Whitney (1960) berpendapat, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya peneliti mengadakan klasifikasi, serta penelitian terhadap fenomena-fenomena dengan menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentu, sehingga banyak ahli meamakan metode ini dengan nama survei normatif (normatif survei). Dengan metode ini juga diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor dan memilih hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain. Karenanya mentode ini juga dinamakan studi kasus (status study).
Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau standar-standar sehingga penelitian ini disebut juga survei normatif. Dalam metode ini juga dapat diteliti masalah normatif bersama-sama dengan masalah status dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan antarfenomena. Studi demikian dinamakan secara umum sebagai studi atau penelitian deskritif. Perspektif waktu yang dijangkau, adalah waktu sekarang atau sekurang-kurangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan responden.
4. Klasifikasi Wacana
    a. Berdasarkan Media Penyampaian
1. Wacana Tulis
Wacana tulis ialah wacana yang tersusun secara gramatikal maksudnya menggunakan tata bahasa yang benar, menggunakan alat hubung seperti kertas, pena, dan lain-lain, kata-katanya berstruktur maksudnya berurutan. Contoh wacana tlis, artikel-artikel, majalah, tabloid dan lain-lain.
2. Wacana Lisan
Wacana lisan ialah wacana yang penyampaiannya tidak menggunakan alat hubung karena disini langsung ada yang berbicara dan yang mendengarkan, dan kata-katanya pun menggunakan bahasa percakapan, dan urutanya pun tidak terlalu diperhatikan. Contohnya, dialog antara penjual dan pembeli di pasar.
    b. Berdasarkan Sifat
1.      Wacana Fiksi
Wacana fiksi adalah wacana yang mengemukakan dunia imajinasi hasil kreativitas pengarang. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia hidup, dan kehidupan. Wacana fiksi pada dasarnya merupakan hasil pengungkapan kembali berbagai permasalahan yang dialami dan dihayati oleh pengarang. Oleh karena itulah, wacana fiksi dapat diartikan sebagai rangkaian kalimat mengenai kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar, serta tahapan, dan rangkaian cerita yang bertolak dari hasil imajinasi.
2.      Wacana Nonfiksi
Wacana nonfiksi adalah wacana yang mengemukakan suatu peristiwa atau kejadian nyata (fakta) yang kemudian dikembangkan oleh pengarang menjadi suatu karya-karya, biasanya dalam pembuatan wacana nonfiksi pengarang membutuhkan bukti-bukti atau acuan-acuan untuk dijadikan sebuah karya.

Kesimpulan
Penelitian Sosial
Penelitian Sosial, adalah penelitian yang dilakukan untuk menginterpretasikan gejala-gejala yang terdapat dalam  masyarakat. Metode dan pendekatan dalam penelitian sosial tidak jauh berbeda dengan penelitian ilmu alam. Penelitian juga mempunyai arti yaitu suatu usaha untuk menemukan pengetahuan baru dengan menggunakan metode-metode ilmiah secara sistematis untuk memperluas dan menggali lebih mendalam apa yang sudah ada.
Ciri-ciri pernyataan Masalah Penelitian yang baik :
Masalah yang dipilih harus mempunya nilai penelitian
·         Masalah harus mempunyai keaslian
·         Masalah harus menyatakan suatu hubungan
·         Masalah harus merupakan hal yang penting
·         Masalah harus dapat di uji
·         Masalah harus mencerminkan suatu pertanyaan

Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu harus dipersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian. Segala rencana penelitian yang dituangkan dalam bentuk tulisan disebut rancangan penelitian. Rancangan penelitian berisi pokok-pokok perencanaan yang mencakup seluruh peneltian  yang tertuang dalam satu kesatuan naskah yang ringkas, jelas dan lugas. Rancangan penelitian sering disebut disain penelitian.
Dalam menentukan topik hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini :
·         Topik harus terjangkau oleh peneliti.
Topik yang diambil disesuaikan dengan kemampuan peneliti. Peneliti harus menyesuaikan dengan kemampuan akademik dan finansial dari topik yang akan diteliti.
·         Topik dipandang penting dan menarik.
Topik hendaknya akan memberikan sumbangan bagi kehidupan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu hendaknya topik mempunyai daya tarik tersendiri bagi peneliti, sehingga menimbulkan antusiasme dalam penelitian.
·         Topik memiliki kegunaan praktis.
Topik hendaknya dapat digunakan oleh masyarakat untuk mempermudah kehidupan
·         Data cukup tersedia.
Dalam penelitian hendaknya didukung oleh fakta-fakta dan data-data yang akurat dan kredibel.
Setelah menentukan topik, yang harus kita lakukan adalah membuat rancangan penelitian adapun manfaat rancangan penelitian adalah sebagai berikut :
·         memberi pedoman yang lebih detail kepada peneliti dalam menyelenggarakan penelitian.
·         memberikan rambu-rambu batasan dalam penyelenggaraan penelitian, sehingga penelitian lebih efektif dan efisien.
·         memberikan diskripsi (gambaran) yang jelas tentang apa yang harus dilakukan dan kesulitan apa yang dihadapi dalam melakukan penelitian.

Metode Analisis Wacana

Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.
Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif (yang lebih menekankan pada pertanyaan ‘apa’), sedangkan analisis wacana lebih melihat pada ‘bagaimana’dari suatu pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Selain itu, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari sebuah teks melalui struktur kebahasaannya.
Pada dasarnya, metode analisis wacana menempatkan manusia sebagai konstruk/ makhluk aktif (dinamis). Yang mana peranannya sebagai peneliti media, memiliki fungsi memberikan pengamatan secara sistematis dan teratur. Baik objek yang diteliti berasal dari ilmu-ilmu alam, dan terlebih lagi ilmu-ilmu social. Adapun metode analisis wacana terbagi menjadi empat metode yaitu : Metode distribusional, metode Prahma linguistik, metode analisis konteks, metode deskriptif.
 

DAFTAR PUSTAKA

Djajasudarma, Fatimah. 2010. Wacana (Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur).        Bandung: Refika Aditama
Hasan, Lubis Hamid. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa
Rohman, Dhohiri Taufik dkk. 2007. Sosiologi 3 (Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat.                Jakarta: Yudistira
Wardarita, Ratu. 2010. Kemampuan Menulis Karya Ilmiah. Yogyakarta: Pararaton
http//:www.blogspot.com/Analisis-wacana,metode penelitian sosial





Tidak ada komentar: