Halaman

Jumat, 21 Juni 2013

Analisis Kasus Pemalsuan

ANALISIS TINDAK PIDANA KEJAHATAN TERHADAP PEMALSUAN
 
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam hukum di Indonesia pemalsuan terhadap sesuatu merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang telah diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Memang pemalsuan sendiri akan mengakibatkan seseorang/pihak merasa dirugikan. Hal inilah yang membuat pemalsuan ini diatur dan termasuk suatu tindakan pidana.
Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam KUHP pemalsuan terdiri dari beberapa jenis. Adakalanya sumpah palsu dan keterangan palsu, pemalsuan mata uang, uang kertas Negara dan uang kertas bank, pemalsuan surat dan adakalanya juga pemalsuan terhadap materai dan merek. Oleh sebab itu agar kita memahami tentang pemalsuan dalam makalah kali ini akan dibahas secara lebih detail mengenai tindak pidana pemalsuan ini beserta pasal-pasal yang menentukannya dan juga beberapa jenis pemalsuan.
Kasus pemalsuan Surat Mahkamah Konstitusi (MK) berawal dari laporan Ketua MK, Mahfud MD yang menyatakan dalam pemilu 2009 yang lalu, ada indikasi bahwa surat keputusan MK telah dipalsukan. Menurut Mahfud keluarnya surat palsu tersebut diduga melibatkan Andi Nurpati yang waktu itu tercatat sebagai salah satu anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsyad Sanusi yang waktu itu menjadi salah satu hakim konstitusi. Tak cukup disini kemudian beberapa nama lainnya disebut seperti mantan panitera MK Zainal Arifin Hoesien, panitera pengganti Mohammad Faiz dan juru panggil MK Masyhuri Hasan. Surat keputusan MK menyangkut soal penetapan anggota DPR RI inilah yang menjadi pokok perdebatannya. Ada dua surat MK mengenai hal ini, pertama Surat Keputusan MK No. 112/PAN.MK/VII/2009 tertanggal 17 Agustus 2009 yang dinyatakan Mahfud sebagai surat yang asli, namun selain surat tersebut juga ada Surat Keputusan MK dengan nomor yang sama tertanggal 14 Agustus 2009 yang dikatakan sebagai surat palsu.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Kejahatan Terhadap Pemalsuan
Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu tampak dari luar seperti benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.[1] Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar:
1. Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggaranya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan.
2.Ketertiban masyarakat, yang pelanggaranya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap negara/ketertiban masyarakat.

B. Macam-macam Bentuk Kajahatan Pemalsuan
Dalam ketentuan hukum pidana, dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, antara lain sumpah palsu, pemalsuan uang, pemalsuan merek dan materai, dan pemalsuan surat.
1)   Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu
Ø Pasal 242 KUHP:
(1) Barangsiapa dengan keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum terhadap keterangan yang demikian, dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, secara pribadi maupun kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(3) Disamakan dengan sumpah adalah janji atau perbuatan yang diharuskan menurut aturan-aturan umum atau yang menjadi penganti sumpah.
(4) Pidana pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1-4 dapat dijatuhkan.
·      Unsur-unsur Pasal 242 KUHPidana :
a)      Dilakukan dengan sengaja
b)      UU memberikan atau memerintahkan yang bersangkutan harus memberi keterangan atau sumpah
c)      Keterangan atau sumpah tersebut mengandung kepalsuan (tidak benar seolah-olah benar)
d)     Olehnya sendiri atau wakilnya yang ditunjuk untuk itu
e)      Dilakukan secara lisan atau tertulis
f)       Menimbulkan akibat hukum karena adanya sumpah keterangan palsu tersebut.
2) Pemalsuan Mata Uang dan uang Kertas
Ø Pasal 244 KUHP
“Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh edarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai yang tulen dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Ø Pasal 245 mengancam dengan hukuman yang sama bagi pelaku yang mengedarkan uang palsu. Berdasarkan unsur kesengajaan, bahwa pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Selain itu, tidak perlu mengetahui bahwa berhubung dengan barang-barang telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 178- 179).
Ø Pasal 246 diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun barangsiapa mengurangi harga uang logam dengan tujuan untuk mengedarkannya atau untuk menyuruh mengedarkannya setelah harganya kurang.
Ø Pasal 247 Mengedarkan uang logam yang rusak, diancam hukuman sama dengan pasal 246.
Ø Pasal 249 dikenakan bagi pelaku yang menerima uang palsu dengan tidak mengetahui tentang kepalsuan uang itu, dan kemudian mengetahui tentang kepalsuannya tetapi tetap mengedarkannya dihukum hanya maksimum penjara empat bulan karena tidak ada unsur dari pasal 245 dan 247.
Ø Pasal 250 Membuat atau menyimpan barang-barang atau alat-alat untuk memalsukan uang diancam dengan hukuman enam tahun penjara apabila diketahui alat tersebut digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi harga nilai uang.
Ø Pasal 251 mengancam hukuman maksimum penjara 1 tahun bagi pelaku yang tanpa izin pemerintah memasukkan kedalam wilayah Indonesia keeping-keping perak atau papan-papan perak yang ada capnya atau tidak, dan sesudah dicap diulang capnya atau yang diusahakan dengan cara lain agar dapat dikirakan uang logam, dan tidak untuk perhiasan atau tanda peringatan. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 180-181)
3) Pemalsuan Materai dan merek
Ø Pasal 253, diancam hukuman tujuh tahun bagi pelaku yang meniru atau memalsukan materai  yang dikeluarkan  pemerintah Indonesia, dengan maksud menggunakan atau menyuruh   menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan materai itu sebagai yang asli. Jika maksud tidak ada, tidak dikenakan pasal ini. Juga dihukum pembuat materai dengan cap yang asli dengan melawan hak, yang berarti bahwa pemakaian cap asli itu tidak dengan izin pemerintahan. (R.Soesilo, 1991: 189)
Ø Pasal 254 KUHP
“Diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, barangsiapa membubuhi barang-barang emas atau perak dengan merek negara yang palsu, barangsiapa melakukan secara melawan hukum, barangsiapa memberi, menambah, memindah dengan maksud memakai atau menyuruh orang untuk pakai barang itu”. 
Ø Pasal 255 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap tera yang diwajibkan atau diadakan atas permohonan orang-orang yang berkepentingan pada barang-barang tertentu, misalnya alat-alat untuk menimbang atau mengukur. Hukumannya lebih ringan lagi, yaitu maksimum empat tahun penjara.
Ø Pasal 256 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap-cap lin daripada cap negara atau cap orang ahli atau cap tera yang menurut peraturan undang-undang harus atau dapat diadakan pada barang-barang tertentu. Hukumannya diringankan lagi sampai maksimum hukuman penjara tiga tahun. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 183-184).
Ø Pasal 257. Perbuatan terhadap barang-barang yang materai atau capnya dipalsukan meliputi, memakai, menjual, menawarkan, untuk membeli, menyerahkan, menyimpan untuk dijual, atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia, seolah-olah barang itu disertai materai atau cap palsu.
Ø Pasal 258 Memalsukan ukuran dan timbangan yang sudah disertai cap tera
mengancam pada ayat 1 dengan hukuman maksimum tiga tahun penjara barangsiapa yang memalsukan ukuran tau takaran, anak timbang atau timbangan, yang sudah dibubuhi tanda tera, dengan tujuan untuk memakainya atau menyuruh memakainya oleh orang lain, seolah-olah tidak dipalsukan.
Oleh ayat 2 dihukum dengan hukuman yang sama barangsiapa yang dengan sengaja memakai barang-barang tersebut seolah-olah tidak dipalsukan.
Ø Pasal 259 Membuang tanda batal cap tera, membuang tanda batal cap tera pada barang yang dulu pernah dibubuhi tanda cap tera dengan tujuan memakainya atau menyuruh oarang lain memakainya seolah-olah tidak ada tanda batal (afkeuringsmerk), sedangkan si pemakai sendiri oleh ayat 2 dihukum dengan hukuman yang sama, yaitu maksimum hukuman penjara satu tahun empat bulan.
Ø Pasal 260 Menghilangkan tanda-tanda bahwa materai-materai sudah terpakai.
4) Pemalsuan Surat
Ø Pasal 263 KUHP:
(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat  menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak. 
(2) Diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukanseolah-olah sejati jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
·      Unsur-Unsur Pasal 263 ayat (1) : 
Subjektif : Dengan maksud untuk mempergunakan atau memakai surat itu seolah-olah asli dan tidak palsu pemakaian atau penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian. 
Objektif : Membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, menerbitkan sesuatu perjanjian, menimbulkan pembebasan sesuatu hutang, diperuntukan guna menjadi bukti atas sesuatu hal.[2]
·      Unsur-Unsur Pasal 263 ayat (2):
Subjektif : Dengan sengaja.
Objektif : Memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan seolah – olah surat itu asli dan tidak dipalsukan atau apabila pemakai surat itu dapat menimbulkan kerugian. 
Ø Pasal 264 KUHP
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. Akta-akta otentik;
2. Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya atau pun dari suatu lembaga umum;
3. Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari sesuatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;
4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
(2). Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Ø Pasal 266 KUHP, mengenai suatu akta otentik yang di dalamnya seseorang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta itu tentang hal yang kebenarannya harus dibuktikan oleh akta itu dengan tujuan untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu, seolah-olah keterangan itu benar. Kalau pemakaian akta itu dapat mendatangkan suatu kerugian maka pelaku dihukum dengan hukuman maksimum tujkuh tahun penjara.
Ø Pasal 267 KUHP mengenai pemalsuan keterangan dokter.
(1)   Seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2)   Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukan seseorang kerumah sakit gila atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan hukuman paling lama delapan tahun enam bulan.
(3)   Diancam pidan yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan sebenarnya.

C. Analisis Kasus Tindak Pidana Pemalsuan Tanda Tangan Masyhuri Hasan
1. Kronologi Kasus Pemalsuan Tanda Tangan Masyhuri Hasan
Sekertaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedri M Gafar di depan anggota Komisi II DPR RI, Selasa (21/6/2011) menuturkan, konsep surat palsu putusan MK terkait calon anggota legislatif Dapil Sulawesi Selatan I dari Hanura, Dewi Yasin Limpo, dilakukan di kediaman mantan Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi. Konsep surat tersebut dilakukan oleh staf administrasi MK, Mashuri Hasan. Dia datang ke kediaman Arsyad pada 16 Agustus 2009. Kedatangannya tersebut atas panggilan putri Arsyad, Neshawati.
"Pada 16 Agustus Hasan datang sendiri, ia ditelepon Nesha putri Hakim Arsyad untuk datang ke apartemen pejabat negara di Kemayoran. Di kediaman bapak Arsyad, Hasan kemudian mengkopi file, dibuat tanggal 14 Agustus 2009, dalam sebuah file tersendiri. Menurut pengakuan Hasan substansi file tidak diubah,” kata Janedri. Janedri menuturkan, Hasan kemudian mencetak konsep, diberi tanggal surat 14 agustus 2009, dan diberi nomor surat 112 dengan tulisan tangan. Bukti buku penomoran surat juga ditulis Hasan dengan tulisan tangan.
Selanjutnya Janedri mengatakan, Hasan langsung meluncur ke gedung MK dan bermaksud untuk mengadministraskan surat yang sudah dikonsep itu. “Bukti buku penomoran surat ditulis sendiri oleh Hasan, karena sekretaris panitera MK Alifah ketika itu tidak masuk.
Akhirnya Mashuri Hasan mengadministrasikan, tapi tidak ada tanda tangan panitera MK, Zaenal Arifin Hoesein," kata Janedri. Hasan terus berupaya untuk mendapatkan tanda tangan di surat yang telah dikonsep tersebut. Hasan pun memalsukan tandatangan dengan cara mencangkok komputer, membongkar isinya. “Hasan punya file tanda tangan panitera MK, file TTD Panitera 0000059, sama dengan Mashudi Hasan, scan tanda tangan panitera MK, Zainal Arifin Hoesein,” ujar Janedri. File tersebut kemudian disimpan ke USB milik Alifah, tapi menurut pengakuan Alifah, USB rusak sudah tidak dapat digunakan. Setelah mendapatkan file tanda tangan tersebut maka Hasan segera meluncur ke  kediaman Arsyad. Di apartemen Arsyadm, ternyata sudah ada ibu Dewi Yasin Limpo. “Dia menyerahkan konsep itu ke Arsyad, sementara USB diminta seseorang tidak diketahui namanya,” kata Janedri.
Sebelumnya sekitar pukul 12.00 WIB dan 13.00 WIB panitera MK Zaenal Arifin Hoesein ditelepon Arsyad Sanusi. “Pak Arsyad menanyakan apakah ada penambahan putusan Hanura? Dan dijawab panitera itu bukan penambahan. Setelah itu bapak Arsyad pun mengatakan kalau ada caleg DPR Dapil Sulsel I menemui panitera MK tapi disarankan oleh panitera agar bertemu di kantor,” katanya.
Malam harinya sekitar pukul 20.00 WIB, panitera MK, Zaenal pun kedatangan tamu, yakni Dewi Yasin Limpo ke perumahan pegawai dan karyawan MK di Bekasi, Jawa Barat. Tujuan caleg asal Hanura itu meminta tolong supaya surat jawaban panitera agar ada kata penambahan. Permintaan langsung ditolak Panitera MK karena sebelumnya tidak mengenal karena baru ketemu saat itu juga itu 16 Agustus.
Esoknya, sekira pukul 14.00 WIB tanggal 17 Agustus 2009 Mashuri Hasan bertemu ketua MK, Mahfud MD kurang lebih selama 15 sampai 20 menit. Tujuan Hasan untuk berkonsultasi ke ketua MK perihal surat jawaban putusan.
Mahfud menjelaskan ke Hasan bahwa surat jawaban harus berdasar ke amar putusan MK, yang harus dikirim ke Andi Nurpati. Setelah berkonsultasi, surat itu pun dibawa ke KPU pada sore hari dengan maksud diberikan ke Komisioner KPU. Saat itu Hasan ditemani Nalom. Di sana mereka bertemu Dewi Yasin Limpo yang juga sudah berada di KPU. “Kemudian Dewi menelepon yang kemungkinan adalah Arsyad karena bahasa yang digunakan bahasa daerah. Saat itu Nalom tak memahaminya, tapi ternyata yang berbicara adalah Nesha putri bapak Arsyad, Nesha meminta dewi Yasin Limpo membaca isi surat tersebut, lalu diserahkan ke Dewi Yasin Limpo, karena menurut Nesha itu atas perintah Pak Arsyad," tutur Janedjri. Malam harinya, kedua staf MK itu pun meluncur ke Jak TV bertemu anggota KPU Andi Nurpati. Surat diterima Andi Nurpati dan menurut Nalom dan Mashuri Hasan. "Ibu Andi Nurpati berkomentar, tidak seperti ini suratnya. Kalau tidak mengubah jumlah kursi mengapa dikabulkan. Andi Nurpati tidak mau menandatangani tanda terima surat, lalu disampaikan ke sopir Andi Nurpati, dengan tanda bukti penyampaian surat, ditandatangani saudara Aryo yang juga sopirnya," jelas Janedjri. Hasan pun langsung menyampaikan surat itu ke supir Andi Nurpati, dengan tanda bukti penyampaian surat, ditandatangani saudara Aryo supir Andi Nurpati.[3]
2. Analisis Hukum Terhadap Kasus Pemalsuan Tanda Tangan Masyhuri Hasan
Perbuatan memalsu tanda tangan, menurut R. Soesilo dalam bukunya “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” (hlm. 196), masuk ke dalam pengertian memalsu surat dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Pasal 263 ayat (1) KUHP berbunyi sebagai berikut: “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
Jadi, pidana maksimal yang dapat dijatuhkan pada pemalsu tanda tangan suatu surat adalah enam tahun penjara. Namun, untuk dapat dikenai sanksi pidana Pasal 263 ayat (1) KUHP ini sebagaimana dijelaskan R. Soesilo (hlm 195), surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang:
a)      Dapat menerbitkan hak, misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil dan lainnya.
b)      Dapat menerbitkan suatu perjanjian, misalnya: surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa dan sebagainya.
c)      Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang, misalnya kwitansi atau surat semacam itu; atau
d)     Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa, misalnya: surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, dan masih banyak lagi.
Jadi, menurut hemat kami, pemalsuan tanda tangan pejabat lembaga pemerintah yang dilakukan oleh Masyhuri Hasan dapat dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara. Pada akhirnya hakim di pengadilanlah yang berwenang memutuskan pidana yang akan dijatuhkan terhadap seorang yang terbukti memalsu surat.[4]
3. Penerapan Hukum Terhadap kasus Pemalsuan Tanda Tangan Masyhuri Hasan Berdasarkan Putusan Majlis Hakim Pengadilan Negri Jakarta Pusat
Majelis hakim menghukum terdakwa kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK), Masyhuri Hasan selama setahun. Vonis ini dbacakan oleh majelis hakim yang dipimpin Herdi Agusten di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (03/01). "Terbukti secara meyakinkan, perbuatan terdakwa memenuhi unsur pasal 263 Pasal 1 KUHP dan majelis hakim menjatuhkan vonis kepada terdakwa selama 1 tahun penjara dikurangi masa tahanan yang telah dijalani," jelas Herdi Agusten.
Kasus pemalsuan Surat Mahkamah Konstitusi (MK) berawal dari laporan Ketua MK, Mahfud MD yang menyatakan dalam pemilu 2009 yang lalu, ada indikasi bahwa surat keputusan MK telah dipalsukan. Menurut Mahfud keluarnya surat palsu tersebut diduga melibatkan Andi Nurpati yang waktu itu tercatat sebagai salah satu anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsyad Sanusi yang waktu itu menjadi salah satu hakim konstitusi. Tak cukup disini kemudian beberapa nama lainnya disebut seperti mantan panitera MK Zainal Arifin Hoesien, panitera pengganti Mohammad Faiz dan juru panggil MK Masyhuri Hasan.
Surat keputusan MK menyangkut soal penetapan anggota DPR RI inilah yang menjadi pokok perdebatannya. Ada dua surat MK mengenai hal ini, pertama Surat Keputusan MK No. 112/PAN.MK/VII/2009 tertanggal 17 Agustus 2009 yang dinyatakan Mahfud sebagai surat yang asli, namun selain surat tersebut juga ada Surat Keputusan MK dengan nomor yang sama tertanggal 14 Agustus 2009 yang dikatakan sebagai surat palsu. Surat tersebut mengenai penjelasan MK bahwa Mestariyani Hasbie dari Partai Gerindra sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Surat MK tersebut membantah rapat pleno KPU yang menyebutkan Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan I.[5]
Menanggapi vonis ini, Masyhuri Hasan bersama dengan penasihat hukum memutuskan untuk mengajukan banding. Menurutnya, ada fakta-fakta yang dijelaskan di dalam pledoi tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim. "Saya menghargai keputusan majelis. Namun saya akan tetap menggunakan hak hukum saya untuk mengajukan banding," ungkap Masyhuri Hasan usai persidangan.[6]

BAB III
KESIMPULAN
Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu tampak dari luar seperti benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.
            Macam-macam bentuk kejahatan pemalsuan:
1.      Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu
2.      Pemalsuan mata uang dan uang kertas
3.      Pemalsuan materai dan merek
4.      Pemalsuan surat
Kasus pemalsuan Surat Mahkamah Konstitusi (MK) berawal dari laporan Ketua MK, Mahfud MD yang menyatakan dalam pemilu 2009 yang lalu, ada indikasi bahwa surat keputusan MK telah dipalsukan. Menurut Mahfud keluarnya surat palsu tersebut diduga melibatkan Andi Nurpati yang waktu itu tercatat sebagai salah satu anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsyad Sanusi yang waktu itu menjadi salah satu hakim konstitusi. Tak cukup disini kemudian beberapa nama lainnya disebut seperti mantan panitera MK Zainal Arifin Hoesien, panitera pengganti Mohammad Faiz dan juru panggil MK Masyhuri Hasan.
Majelis hakim menghukum terdakwa kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK), Masyhuri Hasan selama setahun. Vonis ini dbacakan oleh majelis hakim yang dipimpin Herdi Agusten di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (03/01). "Terbukti secara meyakinkan, perbuatan terdakwa memenuhi unsur pasal 263 Pasal 1 KUHP dan majelis hakim menjatuhkan vonis kepada terdakwa selama 1 tahun penjara dikurangi masa tahanan yang telah dijalani," jelas Herdi Agusten.
 
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=172372
http://news.okezone.com/read/2011/06/21/339/471035/kronologis-pemalsuan-surat-putusan-mk


[3] http://news.okezone.com/read/2011/06/21/339/471035/kronologis-pemalsuan-surat-putusan-mk
[4] http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2110/jerat-hukum-untuk-pelaku-pemalsuan-tanda-tangan
[5]http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=172372
[6] http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f029beb290b3/masyhuri-hasan-divonis-setahun
(Sumber Internet)

Tidak ada komentar: