ANALISIS TINDAK PIDANA
KEJAHATAN TERHADAP PEMALSUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam hukum di Indonesia pemalsuan terhadap sesuatu merupakan salah
satu bentuk tindak pidana yang telah diatur dalam kitab undang-undang hukum
pidana (KUHP). Memang pemalsuan sendiri akan mengakibatkan seseorang/pihak
merasa dirugikan. Hal inilah yang membuat pemalsuan ini diatur dan termasuk
suatu tindakan pidana.
Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam KUHP pemalsuan terdiri
dari beberapa jenis. Adakalanya sumpah palsu dan keterangan palsu, pemalsuan
mata uang, uang kertas Negara dan uang kertas bank, pemalsuan surat dan
adakalanya juga pemalsuan terhadap materai dan merek. Oleh sebab itu agar kita
memahami tentang pemalsuan dalam makalah kali ini akan dibahas secara lebih
detail mengenai tindak pidana pemalsuan ini beserta pasal-pasal yang
menentukannya dan juga beberapa jenis pemalsuan.
Kasus pemalsuan Surat Mahkamah Konstitusi (MK) berawal dari laporan
Ketua MK, Mahfud MD yang menyatakan dalam pemilu 2009 yang lalu, ada indikasi
bahwa surat keputusan MK telah dipalsukan. Menurut Mahfud keluarnya surat palsu
tersebut diduga melibatkan Andi Nurpati yang waktu itu tercatat sebagai salah
satu anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsyad Sanusi yang waktu itu
menjadi salah satu hakim konstitusi. Tak cukup disini kemudian beberapa nama lainnya
disebut seperti mantan panitera MK Zainal Arifin Hoesien, panitera pengganti
Mohammad Faiz dan juru panggil MK Masyhuri Hasan. Surat keputusan MK menyangkut
soal penetapan anggota DPR RI inilah yang menjadi pokok perdebatannya. Ada dua
surat MK mengenai hal ini, pertama Surat Keputusan MK No. 112/PAN.MK/VII/2009
tertanggal 17 Agustus 2009 yang dinyatakan Mahfud sebagai surat yang asli,
namun selain surat tersebut juga ada Surat Keputusan MK dengan nomor yang sama
tertanggal 14 Agustus 2009 yang dikatakan sebagai surat palsu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kejahatan Terhadap Pemalsuan
Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung
sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu
tampak dari luar seperti benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan
yang sebenarnya.[1]
Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar:
1. Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggaranya dapat tergolong dalam
kelompok kejahatan penipuan.
2.Ketertiban masyarakat, yang pelanggaranya tergolong dalam
kelompok kejahatan terhadap negara/ketertiban masyarakat.
B. Macam-macam Bentuk Kajahatan Pemalsuan
Dalam ketentuan hukum pidana, dikenal beberapa bentuk kejahatan
pemalsuan, antara lain sumpah palsu, pemalsuan uang, pemalsuan merek dan
materai, dan pemalsuan surat.
1)
Sumpah
Palsu dan Keterangan Palsu
Ø
Pasal
242 KUHP:
(1) Barangsiapa dengan keadaan di mana undang-undang menentukan supaya
memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum terhadap keterangan
yang demikian, dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik
dengan lisan maupun tulisan, secara pribadi maupun kuasanya yang khusus
ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana
dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
(3) Disamakan dengan sumpah adalah janji atau perbuatan yang diharuskan
menurut aturan-aturan umum atau yang menjadi penganti sumpah.
(4) Pidana pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1-4 dapat
dijatuhkan.
· Unsur-unsur Pasal 242 KUHPidana :
a)
Dilakukan
dengan sengaja
b)
UU
memberikan atau memerintahkan yang bersangkutan harus memberi keterangan atau
sumpah
c)
Keterangan
atau sumpah tersebut mengandung kepalsuan (tidak benar seolah-olah benar)
d)
Olehnya
sendiri atau wakilnya yang ditunjuk untuk itu
e)
Dilakukan
secara lisan atau tertulis
f)
Menimbulkan
akibat hukum karena adanya sumpah keterangan palsu tersebut.
2) Pemalsuan Mata Uang dan uang
Kertas
Ø Pasal 244 KUHP
“Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh Negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau
menyuruh edarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai yang tulen dan tidak
dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Ø Pasal 245 mengancam dengan hukuman yang sama bagi pelaku yang mengedarkan
uang palsu. Berdasarkan unsur kesengajaan, bahwa pelaku harus tahu bahwa
barang-barang tersebut adalah uang palsu. Selain itu, tidak perlu mengetahui
bahwa berhubung dengan barang-barang telah dilakukan tindak pidana pembuatan
uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa
yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan
barang-barang itu sebagai uang asli. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 178-
179).
Ø Pasal 246 diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun
barangsiapa mengurangi harga uang logam dengan tujuan untuk mengedarkannya atau
untuk menyuruh mengedarkannya setelah harganya kurang.
Ø Pasal 247 Mengedarkan uang logam yang rusak, diancam hukuman sama
dengan pasal 246.
Ø Pasal 249 dikenakan bagi pelaku yang menerima uang palsu dengan
tidak mengetahui tentang kepalsuan uang itu, dan kemudian mengetahui tentang
kepalsuannya tetapi tetap mengedarkannya dihukum hanya maksimum penjara empat
bulan karena tidak ada unsur dari pasal 245 dan 247.
Ø Pasal 250 Membuat atau menyimpan barang-barang atau alat-alat
untuk memalsukan uang diancam dengan hukuman enam tahun penjara apabila
diketahui alat tersebut digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi harga
nilai uang.
Ø Pasal 251 mengancam hukuman maksimum penjara 1 tahun bagi pelaku
yang tanpa izin pemerintah memasukkan kedalam wilayah Indonesia keeping-keping
perak atau papan-papan perak yang ada capnya atau tidak, dan sesudah dicap
diulang capnya atau yang diusahakan dengan cara lain agar dapat dikirakan uang
logam, dan tidak untuk perhiasan atau tanda peringatan. (Wirjono
Prodjodikoro, 2008: 180-181)
3) Pemalsuan Materai dan merek
Ø Pasal 253, diancam hukuman tujuh tahun bagi pelaku yang meniru atau
memalsukan materai yang dikeluarkan pemerintah Indonesia, dengan
maksud menggunakan atau menyuruh menggunakan atau menyuruh orang
lain menggunakan materai itu sebagai yang asli. Jika maksud tidak ada, tidak
dikenakan pasal ini. Juga dihukum pembuat materai dengan cap yang asli dengan
melawan hak, yang berarti bahwa pemakaian cap asli itu tidak dengan izin
pemerintahan. (R.Soesilo, 1991: 189)
Ø Pasal 254 KUHP
“Diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, barangsiapa
membubuhi barang-barang emas atau perak dengan merek negara yang palsu,
barangsiapa melakukan secara melawan hukum, barangsiapa memberi, menambah,
memindah dengan maksud memakai atau menyuruh orang untuk pakai barang itu”.
Ø Pasal 255 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi
mengenai cap tera yang diwajibkan atau diadakan atas permohonan orang-orang
yang berkepentingan pada barang-barang tertentu, misalnya alat-alat untuk
menimbang atau mengukur. Hukumannya lebih ringan lagi, yaitu maksimum empat
tahun penjara.
Ø Pasal 256 memuat tindak-tindak pidana
seperti pasal 254, tetapi mengenai cap-cap lin daripada cap negara atau cap
orang ahli atau cap tera yang menurut peraturan undang-undang harus atau dapat
diadakan pada barang-barang tertentu. Hukumannya diringankan lagi sampai
maksimum hukuman penjara tiga tahun. (Wirjono Prodjodikoro, 2008:
183-184).
Ø Pasal 257. Perbuatan terhadap barang-barang yang materai atau
capnya dipalsukan meliputi, memakai, menjual, menawarkan, untuk membeli,
menyerahkan, menyimpan untuk dijual, atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia,
seolah-olah barang itu disertai materai atau cap palsu.
Ø Pasal 258 Memalsukan ukuran dan timbangan yang sudah disertai cap
tera
mengancam pada ayat 1 dengan hukuman maksimum tiga tahun penjara barangsiapa yang memalsukan ukuran tau takaran, anak timbang atau timbangan, yang sudah dibubuhi tanda tera, dengan tujuan untuk memakainya atau menyuruh memakainya oleh orang lain, seolah-olah tidak dipalsukan.
Oleh ayat 2 dihukum dengan hukuman yang sama barangsiapa yang dengan sengaja memakai barang-barang tersebut seolah-olah tidak dipalsukan.
mengancam pada ayat 1 dengan hukuman maksimum tiga tahun penjara barangsiapa yang memalsukan ukuran tau takaran, anak timbang atau timbangan, yang sudah dibubuhi tanda tera, dengan tujuan untuk memakainya atau menyuruh memakainya oleh orang lain, seolah-olah tidak dipalsukan.
Oleh ayat 2 dihukum dengan hukuman yang sama barangsiapa yang dengan sengaja memakai barang-barang tersebut seolah-olah tidak dipalsukan.
Ø Pasal 259 Membuang tanda batal cap tera, membuang tanda batal cap
tera pada barang yang dulu pernah dibubuhi tanda cap tera dengan tujuan
memakainya atau menyuruh oarang lain memakainya seolah-olah tidak ada tanda
batal (afkeuringsmerk), sedangkan si pemakai sendiri oleh ayat 2 dihukum dengan
hukuman yang sama, yaitu maksimum hukuman penjara satu tahun empat bulan.
Ø Pasal 260 Menghilangkan tanda-tanda bahwa materai-materai sudah
terpakai.
4) Pemalsuan Surat
Ø
Pasal
263 KUHP:
(1)
Barangsiapa
membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau
pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut
seolah-olah isinya benar dan tidak.
(2)
Diancam
jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat,
dengan pidana penjara paling lama enam diancam dengan pidana yang sama,
barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukanseolah-olah
sejati jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
·
Unsur-Unsur
Pasal 263 ayat (1) :
Subjektif : Dengan maksud untuk mempergunakan atau memakai
surat itu seolah-olah asli dan tidak palsu pemakaian atau penggunaan surat itu
dapat menimbulkan kerugian.
Objektif : Membuat surat palsu atau memalsukan surat yang
dapat menerbitkan sesuatu hak, menerbitkan sesuatu perjanjian, menimbulkan
pembebasan sesuatu hutang, diperuntukan guna menjadi bukti atas sesuatu
hal.[2]
·
Unsur-Unsur
Pasal 263 ayat (2):
Subjektif : Dengan sengaja.
Objektif : Memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan seolah –
olah surat itu asli dan tidak dipalsukan atau apabila pemakai surat itu dapat
menimbulkan kerugian.
Ø Pasal 264 KUHP
(1) Pemalsuan
surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan
terhadap:
1. Akta-akta
otentik;
2. Surat hutang
atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya atau pun dari suatu
lembaga umum;
3. Surat sero
atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari sesuatu perkumpulan, yayasan,
perseroan atau maskapai;
4. Talon, tanda
bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3,
atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5. Surat kredit
atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
(2). Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
(2). Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Ø Pasal 266 KUHP, mengenai suatu akta otentik yang di dalamnya
seseorang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta itu tentang hal
yang kebenarannya harus dibuktikan oleh akta itu dengan tujuan untuk memakai
atau menyuruh orang lain memakai akta itu, seolah-olah keterangan itu benar.
Kalau pemakaian akta itu dapat mendatangkan suatu kerugian maka pelaku dihukum
dengan hukuman maksimum tujkuh tahun penjara.
Ø
Pasal
267 KUHP mengenai pemalsuan keterangan dokter.
(1)
Seorang
dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada tidaknya
penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
(2)
Jika
keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukan seseorang kerumah sakit gila
atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan hukuman paling lama delapan tahun
enam bulan.
(3)
Diancam
pidan yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu
seolah-olah isinya sesuai dengan sebenarnya.
C. Analisis Kasus Tindak Pidana Pemalsuan Tanda Tangan Masyhuri
Hasan
1. Kronologi Kasus
Pemalsuan Tanda Tangan Masyhuri Hasan
Sekertaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedri M Gafar di depan
anggota Komisi II DPR RI, Selasa (21/6/2011) menuturkan, konsep surat palsu
putusan MK terkait calon anggota legislatif Dapil Sulawesi Selatan I dari
Hanura, Dewi Yasin Limpo, dilakukan di kediaman mantan Hakim Konstitusi, Arsyad
Sanusi. Konsep surat tersebut dilakukan oleh staf administrasi MK, Mashuri
Hasan. Dia datang ke kediaman Arsyad pada 16 Agustus 2009. Kedatangannya
tersebut atas panggilan putri Arsyad, Neshawati.
"Pada 16 Agustus Hasan datang sendiri, ia ditelepon Nesha
putri Hakim Arsyad untuk datang ke apartemen pejabat negara di Kemayoran. Di
kediaman bapak Arsyad, Hasan kemudian mengkopi file, dibuat tanggal 14 Agustus
2009, dalam sebuah file tersendiri. Menurut pengakuan Hasan substansi file
tidak diubah,” kata Janedri. Janedri menuturkan, Hasan kemudian mencetak
konsep, diberi tanggal surat 14 agustus 2009, dan diberi nomor surat 112 dengan
tulisan tangan. Bukti buku penomoran surat juga ditulis Hasan dengan tulisan
tangan.
Selanjutnya Janedri mengatakan, Hasan langsung meluncur ke gedung
MK dan bermaksud untuk mengadministraskan surat yang sudah dikonsep itu. “Bukti
buku penomoran surat ditulis sendiri oleh Hasan, karena sekretaris panitera MK
Alifah ketika itu tidak masuk.
Akhirnya Mashuri Hasan mengadministrasikan, tapi tidak ada tanda
tangan panitera MK, Zaenal Arifin Hoesein," kata Janedri. Hasan terus
berupaya untuk mendapatkan tanda tangan di surat yang telah dikonsep tersebut.
Hasan pun memalsukan tandatangan dengan cara mencangkok komputer, membongkar
isinya. “Hasan punya file tanda tangan panitera MK, file TTD Panitera 0000059,
sama dengan Mashudi Hasan, scan tanda tangan panitera MK, Zainal Arifin
Hoesein,” ujar Janedri. File tersebut kemudian disimpan ke USB milik Alifah,
tapi menurut pengakuan Alifah, USB rusak sudah tidak dapat digunakan. Setelah
mendapatkan file tanda tangan tersebut maka Hasan segera meluncur ke
kediaman Arsyad. Di apartemen Arsyadm, ternyata sudah ada ibu Dewi Yasin Limpo.
“Dia menyerahkan konsep itu ke Arsyad, sementara USB diminta seseorang tidak
diketahui namanya,” kata Janedri.
Sebelumnya sekitar pukul 12.00 WIB dan 13.00 WIB panitera MK Zaenal
Arifin Hoesein ditelepon Arsyad Sanusi. “Pak Arsyad menanyakan apakah ada
penambahan putusan Hanura? Dan dijawab panitera itu bukan penambahan. Setelah
itu bapak Arsyad pun mengatakan kalau ada caleg DPR Dapil Sulsel I menemui
panitera MK tapi disarankan oleh panitera agar bertemu di kantor,” katanya.
Malam harinya sekitar pukul 20.00 WIB, panitera MK, Zaenal pun
kedatangan tamu, yakni Dewi Yasin Limpo ke perumahan pegawai dan karyawan MK di
Bekasi, Jawa Barat. Tujuan caleg asal Hanura itu meminta tolong supaya surat
jawaban panitera agar ada kata penambahan. Permintaan langsung ditolak Panitera
MK karena sebelumnya tidak mengenal karena baru ketemu saat itu juga itu 16
Agustus.
Esoknya, sekira pukul 14.00 WIB tanggal 17 Agustus 2009 Mashuri
Hasan bertemu ketua MK, Mahfud MD kurang lebih selama 15 sampai 20 menit.
Tujuan Hasan untuk berkonsultasi ke ketua MK perihal surat jawaban putusan.
Mahfud menjelaskan ke Hasan bahwa surat jawaban harus berdasar ke
amar putusan MK, yang harus dikirim ke Andi Nurpati. Setelah berkonsultasi,
surat itu pun dibawa ke KPU pada sore hari dengan maksud diberikan ke
Komisioner KPU. Saat itu Hasan ditemani Nalom. Di sana mereka bertemu Dewi
Yasin Limpo yang juga sudah berada di KPU. “Kemudian Dewi menelepon yang
kemungkinan adalah Arsyad karena bahasa yang digunakan bahasa daerah. Saat itu
Nalom tak memahaminya, tapi ternyata yang berbicara adalah Nesha putri bapak
Arsyad, Nesha meminta dewi Yasin Limpo membaca isi surat tersebut, lalu
diserahkan ke Dewi Yasin Limpo, karena menurut Nesha itu atas perintah Pak
Arsyad," tutur Janedjri. Malam harinya, kedua staf MK itu pun meluncur ke
Jak TV bertemu anggota KPU Andi Nurpati. Surat diterima Andi Nurpati dan menurut
Nalom dan Mashuri Hasan. "Ibu Andi Nurpati berkomentar, tidak seperti ini
suratnya. Kalau tidak mengubah jumlah kursi mengapa dikabulkan. Andi Nurpati
tidak mau menandatangani tanda terima surat, lalu disampaikan ke sopir Andi
Nurpati, dengan tanda bukti penyampaian surat, ditandatangani saudara Aryo yang
juga sopirnya," jelas Janedjri. Hasan pun langsung menyampaikan surat itu ke
supir Andi Nurpati, dengan tanda bukti penyampaian surat, ditandatangani
saudara Aryo supir Andi Nurpati.[3]
2. Analisis
Hukum Terhadap Kasus Pemalsuan Tanda Tangan Masyhuri Hasan
Perbuatan
memalsu tanda tangan, menurut R. Soesilo dalam bukunya “Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”
(hlm. 196), masuk ke dalam pengertian memalsu surat dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”).
Pasal
263 ayat (1) KUHP berbunyi sebagai berikut: “Barangsiapa membuat surat palsu
atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian
(kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai
keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh
orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak
dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian
dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam
tahun.”
Jadi, pidana
maksimal yang dapat dijatuhkan pada pemalsu tanda tangan suatu surat adalah
enam tahun penjara. Namun, untuk dapat dikenai sanksi pidana Pasal 263 ayat (1)
KUHP ini sebagaimana dijelaskan R. Soesilo (hlm 195), surat yang dipalsu itu
harus suatu surat yang:
a)
Dapat menerbitkan hak, misalnya: ijazah, karcis
tanda masuk, surat andil dan lainnya.
b)
Dapat menerbitkan suatu perjanjian, misalnya:
surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa dan sebagainya.
c)
Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang,
misalnya kwitansi atau surat semacam itu; atau
d)
Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai
suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa, misalnya: surat tanda
kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, dan masih banyak lagi.
Jadi,
menurut hemat kami, pemalsuan tanda tangan pejabat lembaga pemerintah yang
dilakukan oleh Masyhuri Hasan dapat dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP,
dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara. Pada akhirnya hakim di
pengadilanlah yang berwenang memutuskan pidana yang akan dijatuhkan terhadap
seorang yang terbukti memalsu surat.[4]
3. Penerapan Hukum Terhadap kasus Pemalsuan
Tanda Tangan Masyhuri Hasan Berdasarkan Putusan Majlis Hakim Pengadilan Negri
Jakarta Pusat
Majelis hakim menghukum terdakwa
kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK), Masyhuri Hasan selama setahun.
Vonis ini dbacakan oleh majelis hakim yang dipimpin Herdi Agusten di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, Selasa (03/01). "Terbukti secara meyakinkan,
perbuatan terdakwa memenuhi unsur pasal 263 Pasal 1 KUHP dan majelis hakim
menjatuhkan vonis kepada terdakwa selama 1 tahun penjara dikurangi masa tahanan
yang telah dijalani," jelas Herdi Agusten.
Kasus
pemalsuan Surat Mahkamah Konstitusi (MK) berawal dari laporan Ketua MK, Mahfud
MD yang menyatakan dalam pemilu 2009 yang lalu, ada indikasi bahwa surat
keputusan MK telah dipalsukan. Menurut Mahfud keluarnya surat palsu tersebut
diduga melibatkan Andi Nurpati yang waktu itu tercatat sebagai salah satu
anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsyad Sanusi yang waktu itu menjadi
salah satu hakim konstitusi. Tak cukup disini kemudian beberapa nama lainnya
disebut seperti mantan panitera MK Zainal Arifin Hoesien, panitera pengganti
Mohammad Faiz dan juru panggil MK Masyhuri Hasan.
Surat
keputusan MK menyangkut soal penetapan anggota DPR RI inilah yang menjadi pokok
perdebatannya. Ada dua surat MK mengenai hal ini, pertama Surat Keputusan MK
No. 112/PAN.MK/VII/2009 tertanggal 17 Agustus 2009 yang dinyatakan Mahfud
sebagai surat yang asli, namun selain surat tersebut juga ada Surat Keputusan
MK dengan nomor yang sama tertanggal 14 Agustus 2009 yang dikatakan sebagai
surat palsu. Surat tersebut mengenai penjelasan MK bahwa Mestariyani Hasbie
dari Partai Gerindra sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan
I. Surat MK tersebut membantah rapat pleno KPU yang menyebutkan Dewi Yasin
Limpo dari Partai Hanura sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Sulawesi
Selatan I.[5]
Menanggapi vonis ini, Masyhuri Hasan
bersama dengan penasihat hukum memutuskan untuk mengajukan banding. Menurutnya,
ada fakta-fakta yang dijelaskan di dalam pledoi tidak dipertimbangkan oleh
majelis hakim. "Saya menghargai keputusan majelis. Namun saya akan tetap
menggunakan hak hukum saya untuk mengajukan banding," ungkap Masyhuri
Hasan usai persidangan.[6]
BAB III
KESIMPULAN
Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung
sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu
tampak dari luar seperti benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan
yang sebenarnya.
Macam-macam bentuk
kejahatan pemalsuan:
1.
Sumpah
Palsu dan Keterangan Palsu
2.
Pemalsuan
mata uang dan uang kertas
3.
Pemalsuan
materai dan merek
4.
Pemalsuan
surat
Kasus
pemalsuan Surat Mahkamah Konstitusi (MK) berawal dari laporan Ketua MK, Mahfud
MD yang menyatakan dalam pemilu 2009 yang lalu, ada indikasi bahwa surat
keputusan MK telah dipalsukan. Menurut Mahfud keluarnya surat palsu tersebut
diduga melibatkan Andi Nurpati yang waktu itu tercatat sebagai salah satu
anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsyad Sanusi yang waktu itu menjadi
salah satu hakim konstitusi. Tak cukup disini kemudian beberapa nama lainnya
disebut seperti mantan panitera MK Zainal Arifin Hoesien, panitera pengganti
Mohammad Faiz dan juru panggil MK Masyhuri Hasan.
Majelis hakim menghukum terdakwa
kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK), Masyhuri Hasan selama setahun.
Vonis ini dbacakan oleh majelis hakim yang dipimpin Herdi Agusten di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, Selasa (03/01). "Terbukti secara meyakinkan, perbuatan
terdakwa memenuhi unsur pasal 263 Pasal 1 KUHP dan majelis hakim menjatuhkan
vonis kepada terdakwa selama 1 tahun penjara dikurangi masa tahanan yang telah
dijalani," jelas Herdi Agusten.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=172372
http://news.okezone.com/read/2011/06/21/339/471035/kronologis-pemalsuan-surat-putusan-mk
[5]http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=172372
(Sumber Internet)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar