ANALISIS
PASAL 106 KUHP TERHADAP DELIK MAKAR PENGIBARAN BENDERA RMS DI MALUKU
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam hukum pidana di Indonesia sering kita jumpai mengenai tindakan yang
melanggar aturan di antaranya ialah dapat di kenakannya pidana dalam delik
tersebut, satu tindakan yang sangat kita fahami masalah pemberontakan yang di
lakukan oleh warga negara terhadap kedaulatn bangsa dan negara baik yang di
lakukan oleh perseorangan atau individualisme maupun di lakukan secara kolektif
atau berkelompok, sering juga kita kenal dengan istilah MAKAR, makar ialah
suatu pemberontakan terhadap keutuhan bangsa dengan cara yang di lakukan oleh
individu maupun kolektif dengan berbagai alasan, di antaranya ketidak puasan
pemberontak kepada system atau kebijakan yang dikemukakan kepala negara atau
presiden maupun dari pihak parlemen.
Pemberontak itu biasanya mengatas
namakan dirinya adalah suatu bentuk pembaharuan system yang menggantikan system
atau kebijakan lama yang di nggapnya tidak relevan untuk di teruskan lagi
sebagai landasan utama yang ada di antara landasan lain yang menyokong akan
keberlangsungan system kenegaraan.
Dengan kata lain bisa dinyatakan: jika terdapat diskrepansi
(ketidak sesuaian, pertentangan) antara ambisi-ambisi dengan kemampuan pribadi,
maka peristiwa sedemikian ini mendorong orang untuk melakukan tindak criminal atau,
jika terdapat diskrepansi antara aspirasi-aspirasi dengan potensi-potensi
personal, maka akan terjadi “maladjustment” ekonomis (ketidak mampuan
menyesuaikan diri secara ekonomis), yang mendorong orang untuk bertindak jahat
atau melakukan tindak pidana dan rasa ketidak puasan (merasa didiskriminasi)
dari pemerintah. Begitu juga dengan kejahatan terhadap keamann negara.
Crime atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan
melanggar norma-norma social, sehingga masyarakat menentangnya. Dewasa ini
banyak sekali kejahatan-kejahatan yang terjadi diantaranya kejahatan terhadap
keamanan negara sebagaimana yang akan dibahas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Delik Makar
Makar berasal dari kata “aanslag”
(belanda) yang berarti serangan atau “aanval” yang berarti suatu penyerangan
dengan maksud tidak baik (Misdadige Aanranding).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Kamus Hukum Andi
Hamzah, makar yaitu: Akal busuk; tipu muslihat; Perbuatan (usaha) dengan maksud
hendak menyerang (membunuh) orang. Perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah
yang sah.[1]
Makar dalam KUHP adalah tindakan melakukan penyerangan dengan
maksud hendak membunuh, merampas kemerdekaan dan menjadikan tidak cakap
memerintah atas diri presiden atau wakil presiden, diancam dengan hukuman mati,
atau penjara seumur hidup, atau pula penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun.[2]
Makar secara umum dipahami sebagai perbuatan jahat atau
persekongkolan jahat yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau rahasia (al-sa`yu
fi al-fasad khufyah) untuk membahayakan atau mencelakakan orang
lain.[3]
Jadi, perbuatan makar yaitu perbuatan jahat atau persengkokolan
jahat dengan maksud hendak membunuh, perlawanan terhadap presiden dan wakil
presiden, menjatuhkan pemerintah yang sah dengan maksud menyerang atau
menjatuhkan dan melakukan perlawanan serta membuat barisan baru.
B.
Bentuk-Bentuk
Delik Makar dalam KUHP
Bentuk
makar dalam KUHP
dapat digolongkan
dalam 3 bentuk yaitu
:
1. Makar
Terhadap Kepala Negara (Pasal 104 KUHP)
a. Makar yang
dilakukan dengan tujuan untuk membunuh Kepala Negara
b. Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengalahkan kemerdekaan kepala
negara
c. Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk
menjadikan kepala negara tidak dapat memjalankan pemerintahan
d. diancan dengan pidana 20 tahun/seumur hidup
dan hukuman mati
2. Makar Untuk
Memasukkan Indonesia Dalam Penguasaan Asing (Pasal 106)
a. Berusaha menyebabkan seluruh wilayah Indonesia atau
sebahagian menjadi jajahan negara lain
b. Berusaha menyebabkan bagian dari wilayah Indonesia
menjadi suatu negara yang mardeka atau berdaulat terlepas dari NKRI.
Diancam pidana
penjara seumur hidup atau paling lama dua puluhtahun.
3. Makar
Untuk Menggulingkan Pemerintahan (Pasal 107 KUHP)
Pasal (107) KUHP : Makar dilakukan
dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan dan diancam dengan hukuman 15
tahun penjara, seumur hidup, 20 tahun, dan maksimum hukuman mati.
Arti dari menggulingkan :
a. Menghancurkan bentuk pemerintahan menurut UU
b. Mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan
menurut UUD
4. Pemberontakan (OBSTAN)
Pemberontakan adalah nama
/kualifikasi perbuatan yang :
a. Melawan kekuasaan yang sah dengan
senjata
b. Dengan maksud melawan kekuasaan yang sah, maju
dengan pasukan bersenjata.
Diancam dengan 15 tahun penjara, 20
tahun maksimal seumur hidup/hukuman mati.[4]
5. Permufakatan (SAMENSPANNING)
Pasal 110 ayat 1 KUHP memuat suatu pengertian permufakatan untuk
melakukan kejahatan tertentu, yaitu yang termuat dalam pasal-pasal 104, 106,
107, dan 108 yang sudah dibahasa diatas. Permufakatan ini dihukum sama dengan
kejahatannya sendiri. Pasal 88 memberikan penafsiran tertentu dari kata
permufakatan ini, yaitu permufakatan ada apabila dua orang atau lebih
bersama-sama menyetujui untuk melakukan suatu kejahatan.
C.
Unsur-Unsur
Pasal 106 KUHP
Dalam pelaksanaan perbuatan
makar dapat
dikriteriakan
dalam 3
kriteria :
1. Obyektif : yang telah dilakukan terdakwa
benar-benar mendekatkan pada kondisi yang potensial mewujudkan delik.
2. Subyektif : yang telah dilakukan terdakwa
harus benar-benar dapat dinilai bahwa tidak lagi ada keraguan niat untuk mewujudkan delik yang
diniatinya.
3. Perbuatan terdakwa harus dikategorikan
sebagai perbuatan melawan
hukum.
Pasal 106 KUHP:
“Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian
wilayah Negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah
Negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
sementara paling lama dua puluh tahun.”
·
Unsur-Unsur Pasal 106 KUHP
a.
Unsur
dengan maksud atau niat hendak ( unsur sengaja)
b.
Unsur
memisahkan sebagian wilayah negara.
D.
Analisis
Kasus Makar
1.
Kronologi
Pengibaran bendera RMS di Maluku
Rakyat
Indonesia tiba-tiba dikejutkan oleh gangguan yang terjadi dihadapan presiden
Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ketika menghadiri peringatan Hari
Keluargha Nasional di Ambon, Jumat (29/6). Segerombolan penari Cakalele
tiba-tiba memasuki halaman upacara sampai pada jarak yang membahayakan presiden
SBY. Rombongan penari yang tidak diacarakan itu hendak membentangkan bendera
RMS dihadapan presiden dan rombongan pada saat Gubernur Maluku Albert Ralahalu
menyampaikan laporannya.
Peristiwa
memalukan ini membuat terenyuh banyak orang yang biasanya memandang orang
Ambon-Maluku sebagai sosok berkulit gelap, keriting, berani, dan berperangai
kasar,berambut keriting tetapi juga sebagai sosok yang romantis, berseni
dan pencinta yang lemah lembut tetapi tegas dan kokoh pada penderian yang
rasional, sangat menghormati tamu, adat istiadat dan sangat menghindari
perbuatan aib. Kini tercoreng.[5]
Aparat Kepolisian Resort Pulau Buru, Maluku, Jumat 29 Maret 2013, kembali
menangkap 17 warga yang kedapatan mengibarkan bendera separatis Republik Maluku
Selatan di areal tambang emas Gunung Botak di Pulau Buru, Maluku.[6]
2.
Analisis
Kasus Pengibaran Bendera RMS
Dalam kasus pengibaran bendera RMS di
Maluku yang berkibar di hadapan rombongan Presiden. Makar pada
konteks kasus ini dalam KUHP di atur dalam Pasal 106 yang menyatakan bahwa:
“Makar dengan maksud supaya seluruh atau
sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian wilayah
negara dari yang lain, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. (KUHP 41, 35, 87, 1
10, 128, 130 dst., 140, 164 dst.)”
Dalam kasus ini ada hal yang diperhatikan
yaitu kalimat “makar dengan maksud” artinya perbuatan makar tersebut harus
direncanakan setidak-tidaknya dipersiapkan. Meski perumusan delik ini adalah
delik formil oleh karenanya makar dalam konteks ini bersifat karet karena tidak
ada unsur penjelasan apakah makar ini dilakukan dengan upaya kekerasan atau
dilakukan dengan damai atau melalui mekanisme demokratis. Jika dilihat pada
konteks KUHP ini dibuat maka makar yang dimaksud dalam Pasal 106 ini dilakukan
dengan cara kekerasan.
Dalam kasus pengibaran bendera RMS jelas
sulit dikualifikasi perbuatan yang dilakukan oleh sekelompok penari tersebut
adalah makar dengan alasan:
(1) tidak cukup terang apakah ada ancaman nyata dengan pengibaran bendera
tersebut akan membuat terpisahnya Maluku Selatan menjadi negara sendiri,
(2) bendera tidak selalu harus diposisikan sebagai simbol negara, bendera
bisa berarti simbol kultural ataupun simbol apapun dalam kasus ini Aceh dan
Papua berhak menggunakan bendera sendiri sebagai simbol kulturalnya,
(3) tidak cukup terang setidaknya pada saat itu, bahwa akan terjadi tindak
kekerasan yang berakibat terpisahnya sebagian Maluku dari Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN
Makar berasal dari kata “aanslag”
(belanda) yang berarti serangan atau “aanval” yang berarti suatu penyerangan
dengan maksud tidak baik (Misdadige Aanranding).
Makar dalam KUHP adalah tindakan melakukan penyerangan dengan
maksud hendak membunuh, merampas kemerdekaan dan menjadikan tidak cakap
memerintah atas diri presiden atau wakil presiden, diancam dengan hukuman mati,
atau penjara seumur hidup, atau pula penjara sementara selama-lamanya dua puluh
(20) tahun.
Bentuk
makar dalam KUHP
dapat digolongkan
dalam 3 bentuk yaitu
:
1. Makar
Terhadap Kepala Negara (Pasal 104 KUHP)
2. Makar Untuk Memasukkan
Indonesia Dalam Penguasaan Asing
3. Makar Untuk Menggulingkan Pemerintahan
4. Pemberontakan
5. Pemufakatan
Kasus
pengibaran bendera RMS berawal ketika segerombolan penari Cakalele tiba-tiba
memasuki halaman upacara sampai pada jarak yang membahayakan presiden SBY.
Rombongan penari yang tidak diacarakan itu hendak membentangkan bendera RMS
dihadapan presiden dan rombongan pada saat Gubernur Maluku Albert Ralahalu
menyampaikan laporannya. Dalam
kasus makar ada hal
yang diperhatikan yaitu kalimat “makar dengan maksud” artinya perbuatan makar
tersebut harus direncanakan setidak-tidaknya dipersiapkan. Meski perumusan
delik ini adalah delik formil oleh karenanya makar dalam konteks ini bersifat
karet karena tidak ada unsur penjelasan apakah makar ini dilakukan dengan upaya
kekerasan atau dilakukan dengan damai atau melalui mekanisme demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Habib. http://habiebahmadz.blogspot.com/2012/10/makar.html. Diakses hari Selasa tanggal 02 Oktober 2012.
IlyasIsmail.http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/hikmah/11/06/23/ln7xrb-makar-dan-mungkar. Diakses hari Kamis tanggal 23 Juni 2011.
Madina.http://madina.co.id/index.php/opini/885-kasus-pengibaran-bendera-rms
bumi-cengkeh-dan-pala-malu-jadi-tontonan-memalukan. Diakses hari Senin 03 Juni 2013.
Syafrinaldi
Ocu. 2012. http://ilmukriminologi.blogspot.com/2012/09/delik-delik-kuhp.html. Diakses hari Senin tanggal 17 September 2012.
VelantiAnggunsuri.http://www.komisikepolisianindonesia.com/umum/read/10935/bedanya-kudeta-makar-bagi-bagi-sembako-.html. Diakses hari Kamis tanggal 28 Maret 2013.
Viva News.
2013. http://video.news.viva.co.id/read/24415-17-pengibar-bendera-rms-ditangkap. Diakses hari Sabtu tanggal 30 Maret 2013.
(Sumber Internet)
[1] Velanti
Anggunsuri. http://www.komisikepolisianindonesia.com/umum/read/10935/bedanya-kudeta-makar-bagi-bagi-sembako-.html. Diakses hari Kamis tanggal 28 Maret 2013.
[2] Ahmad Habib. http://habiebahmadz.blogspot.com/2012/10/makar.html. Diakses hari Selasa tanggal 02 Oktober 2012.
[3] Dr A Ilyas Ismail. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/06/23/ln7xrb-makar-dan-mungkar. Diakses hari Kamis tanggal 23 Juni 2011.
[4] Syafrinaldi Ocu. http://ilmukriminologi.blogspot.com/2012/09/delik-delik-kuhp.html. Diakses hari Senin tanggal 17 September 2012.
[5] Madina. http://madina.co.id/index.php/opini/885-kasus-pengibaran-bendera-rms-bumi-cengkeh-dan-pala-malu-jadi-tontonan-memalukan. Diakses hari Senin 03 Juni 2013.
[6] Viva News. http://video.news.viva.co.id/read/24415-17-pengibar-bendera-rms-ditangkap. Diakses hari Sabtu tanggal 30 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar