Halaman

Jumat, 21 Juni 2013

Analisis Kasus Makar

ANALISIS PASAL 106 KUHP TERHADAP DELIK MAKAR PENGIBARAN BENDERA RMS DI MALUKU

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam hukum pidana di Indonesia  sering kita jumpai mengenai tindakan yang melanggar aturan di antaranya ialah dapat di kenakannya pidana dalam delik tersebut, satu tindakan yang sangat kita fahami masalah pemberontakan yang di lakukan oleh warga negara terhadap kedaulatn bangsa dan negara baik yang di lakukan oleh perseorangan atau individualisme maupun di lakukan secara kolektif atau berkelompok, sering juga kita kenal dengan istilah MAKAR, makar ialah suatu pemberontakan terhadap keutuhan bangsa dengan cara yang di lakukan oleh individu maupun kolektif dengan berbagai alasan, di antaranya ketidak puasan pemberontak kepada system atau kebijakan yang dikemukakan kepala negara atau presiden maupun dari pihak parlemen.
Pemberontak itu biasanya mengatas namakan dirinya adalah suatu bentuk pembaharuan system yang menggantikan system atau kebijakan lama yang di nggapnya tidak relevan untuk di teruskan lagi sebagai landasan utama yang ada di antara landasan lain yang menyokong akan keberlangsungan system kenegaraan.
Dengan kata lain bisa dinyatakan: jika terdapat diskrepansi (ketidak sesuaian, pertentangan) antara ambisi-ambisi dengan kemampuan pribadi, maka peristiwa sedemikian ini mendorong orang untuk melakukan tindak criminal atau, jika terdapat diskrepansi antara aspirasi-aspirasi dengan potensi-potensi personal, maka akan terjadi “maladjustment” ekonomis (ketidak mampuan menyesuaikan diri secara ekonomis), yang mendorong orang untuk bertindak jahat atau melakukan tindak pidana dan rasa ketidak puasan (merasa didiskriminasi) dari pemerintah. Begitu juga dengan kejahatan terhadap keamann negara.
Crime atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma social, sehingga masyarakat menentangnya. Dewasa ini banyak sekali kejahatan-kejahatan yang terjadi diantaranya kejahatan terhadap keamanan negara sebagaimana yang akan dibahas dalam makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Delik Makar
Makar berasal dari kata “aanslag” (belanda) yang berarti serangan atau “aanval” yang berarti suatu penyerangan dengan maksud tidak baik (Misdadige Aanranding).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Kamus Hukum Andi Hamzah, makar yaitu: Akal busuk; tipu muslihat; Perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang. Perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.[1]
Makar dalam KUHP adalah tindakan melakukan penyerangan dengan maksud hendak membunuh, merampas kemerdekaan dan menjadikan tidak cakap memerintah atas diri presiden atau wakil presiden, diancam dengan hukuman mati, atau penjara seumur hidup, atau pula penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.[2]
Makar secara umum dipahami sebagai perbuatan jahat atau persekongkolan jahat yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau rahasia (al-sa`yu fi al-fasad khufyah) untuk membahayakan atau mencelakakan orang lain.[3]
Jadi, perbuatan makar yaitu perbuatan jahat atau persengkokolan jahat dengan maksud hendak membunuh, perlawanan terhadap presiden dan wakil presiden, menjatuhkan pemerintah yang sah dengan maksud menyerang atau menjatuhkan dan melakukan perlawanan serta membuat barisan baru.

B.  Bentuk-Bentuk Delik Makar dalam KUHP
Bentuk makar dalam KUHP dapat digolongkan dalam 3 bentuk yaitu :
1. Makar Terhadap Kepala Negara (Pasal 104 KUHP)
a.  Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk membunuh Kepala Negara 
b. Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk mengalahkan  kemerdekaan   kepala negara
c.  Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan kepala negara tidak dapat memjalankan pemerintahan
d. diancan dengan pidana 20 tahun/seumur hidup dan hukuman mati
2. Makar Untuk Memasukkan Indonesia Dalam Penguasaan Asing (Pasal 106)
a. Berusaha menyebabkan seluruh wilayah Indonesia atau sebahagian menjadi jajahan negara lain
b. Berusaha menyebabkan bagian dari wilayah Indonesia menjadi suatu negara  yang mardeka atau berdaulat terlepas dari NKRI.
Diancam pidana penjara seumur hidup atau paling lama dua puluhtahun.
3. Makar Untuk Menggulingkan Pemerintahan (Pasal 107 KUHP)
Pasal (107) KUHP : Makar dilakukan dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan dan diancam dengan hukuman 15 tahun penjara, seumur hidup, 20 tahun, dan maksimum hukuman mati.
Arti dari menggulingkan :
a. Menghancurkan bentuk pemerintahan menurut UU
b. Mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut UUD
4. Pemberontakan (OBSTAN)
Pemberontakan adalah nama /kualifikasi perbuatan yang :
a. Melawan kekuasaan yang sah dengan senjata
b. Dengan maksud melawan kekuasaan yang sah, maju dengan pasukan bersenjata.  
Diancam dengan 15 tahun penjara, 20 tahun maksimal seumur hidup/hukuman mati.[4]
5. Permufakatan (SAMENSPANNING)
Pasal 110 ayat 1 KUHP memuat suatu pengertian permufakatan untuk melakukan kejahatan tertentu, yaitu yang termuat dalam pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108 yang sudah dibahasa diatas. Permufakatan ini dihukum sama dengan kejahatannya sendiri. Pasal 88 memberikan penafsiran tertentu dari kata permufakatan ini, yaitu permufakatan ada apabila dua orang atau lebih bersama-sama menyetujui untuk melakukan suatu kejahatan.

C.  Unsur-Unsur Pasal 106 KUHP
Dalam pelaksanaan perbuatan makar dapat dikriteriakan dalam 3 kriteria :
1. Obyektif : yang telah dilakukan terdakwa benar-benar mendekatkan pada kondisi yang potensial mewujudkan delik.
2. Subyektif : yang telah dilakukan terdakwa harus benar-benar dapat dinilai bahwa tidak lagi ada keraguan niat untuk mewujudkan delik yang diniatinya.
3. Perbuatan terdakwa harus dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Pasal 106 KUHP:
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah Negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah Negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”
·         Unsur-Unsur Pasal 106 KUHP
a.       Unsur dengan maksud atau niat hendak ( unsur sengaja)
b.      Unsur memisahkan sebagian wilayah negara.

D.  Analisis Kasus Makar
1.    Kronologi Pengibaran bendera RMS di Maluku
Rakyat Indonesia tiba-tiba dikejutkan oleh gangguan yang terjadi dihadapan presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ketika menghadiri peringatan Hari Keluargha Nasional di Ambon, Jumat (29/6). Segerombolan penari Cakalele tiba-tiba memasuki halaman upacara sampai pada jarak yang membahayakan presiden SBY. Rombongan penari yang tidak diacarakan itu hendak membentangkan bendera RMS dihadapan presiden dan rombongan pada saat Gubernur Maluku Albert Ralahalu menyampaikan laporannya.
Peristiwa memalukan ini membuat terenyuh banyak orang yang biasanya memandang orang Ambon-Maluku sebagai sosok berkulit gelap, keriting, berani, dan berperangai kasar,berambut keriting tetapi  juga sebagai sosok yang romantis, berseni dan pencinta yang lemah lembut tetapi tegas dan kokoh pada penderian yang rasional, sangat menghormati tamu, adat istiadat dan sangat menghindari perbuatan aib. Kini tercoreng.[5]
Aparat Kepolisian Resort Pulau Buru, Maluku, Jumat 29 Maret 2013, kembali menangkap 17 warga yang kedapatan mengibarkan bendera separatis Republik Maluku Selatan di areal tambang emas Gunung Botak di Pulau Buru, Maluku.[6]

2.    Analisis Kasus Pengibaran Bendera RMS
Dalam kasus pengibaran bendera RMS di Maluku yang berkibar di hadapan rombongan Presiden. Makar pada konteks kasus ini dalam KUHP di atur dalam Pasal 106 yang menyatakan bahwa:
“Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian wilayah negara dari yang lain, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. (KUHP 41, 35, 87, 1 10, 128, 130 dst., 140, 164 dst.)”
Dalam kasus ini ada hal yang diperhatikan yaitu kalimat “makar dengan maksud” artinya perbuatan makar tersebut harus direncanakan setidak-tidaknya dipersiapkan. Meski perumusan delik ini adalah delik formil oleh karenanya makar dalam konteks ini bersifat karet karena tidak ada unsur penjelasan apakah makar ini dilakukan dengan upaya kekerasan atau dilakukan dengan damai atau melalui mekanisme demokratis. Jika dilihat pada konteks KUHP ini dibuat maka makar yang dimaksud dalam Pasal 106 ini dilakukan dengan cara kekerasan.
Dalam kasus pengibaran bendera RMS jelas sulit dikualifikasi perbuatan yang dilakukan oleh sekelompok penari tersebut adalah makar dengan alasan:
(1) tidak cukup terang apakah ada ancaman nyata dengan pengibaran bendera tersebut akan membuat terpisahnya Maluku Selatan menjadi negara sendiri,
(2) bendera tidak selalu harus diposisikan sebagai simbol negara, bendera bisa berarti simbol kultural ataupun simbol apapun dalam kasus ini Aceh dan Papua berhak menggunakan bendera sendiri sebagai simbol kulturalnya,
(3) tidak cukup terang setidaknya pada saat itu, bahwa akan terjadi tindak kekerasan yang berakibat terpisahnya sebagian Maluku dari Indonesia.


BAB III
KESIMPULAN
Makar berasal dari kata “aanslag” (belanda) yang berarti serangan atau “aanval” yang berarti suatu penyerangan dengan maksud tidak baik (Misdadige Aanranding).
Makar dalam KUHP adalah tindakan melakukan penyerangan dengan maksud hendak membunuh, merampas kemerdekaan dan menjadikan tidak cakap memerintah atas diri presiden atau wakil presiden, diancam dengan hukuman mati, atau penjara seumur hidup, atau pula penjara sementara selama-lamanya dua puluh (20) tahun.
Bentuk makar dalam KUHP dapat digolongkan dalam 3 bentuk yaitu :
1. Makar Terhadap Kepala Negara (Pasal 104 KUHP)
2. Makar Untuk Memasukkan Indonesia Dalam Penguasaan Asing
3. Makar Untuk Menggulingkan Pemerintahan
4. Pemberontakan
5. Pemufakatan
Kasus pengibaran bendera RMS berawal ketika segerombolan penari Cakalele tiba-tiba memasuki halaman upacara sampai pada jarak yang membahayakan presiden SBY. Rombongan penari yang tidak diacarakan itu hendak membentangkan bendera RMS dihadapan presiden dan rombongan pada saat Gubernur Maluku Albert Ralahalu menyampaikan laporannya. Dalam kasus makar ada hal yang diperhatikan yaitu kalimat “makar dengan maksud” artinya perbuatan makar tersebut harus direncanakan setidak-tidaknya dipersiapkan. Meski perumusan delik ini adalah delik formil oleh karenanya makar dalam konteks ini bersifat karet karena tidak ada unsur penjelasan apakah makar ini dilakukan dengan upaya kekerasan atau dilakukan dengan damai atau melalui mekanisme demokratis.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Habib. http://habiebahmadz.blogspot.com/2012/10/makar.html. Diakses hari Selasa tanggal 02 Oktober 2012.
Syafrinaldi Ocu. 2012. http://ilmukriminologi.blogspot.com/2012/09/delik-delik-kuhp.html. Diakses hari Senin tanggal 17 September 2012.
Viva News. 2013. http://video.news.viva.co.id/read/24415-17-pengibar-bendera-rms-ditangkap. Diakses hari Sabtu tanggal 30 Maret 2013.
(Sumber Internet)


[2] Ahmad Habib.  http://habiebahmadz.blogspot.com/2012/10/makar.html. Diakses hari Selasa tanggal 02 Oktober 2012.
[3] Dr A Ilyas Ismail. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/06/23/ln7xrb-makar-dan-mungkar. Diakses hari Kamis tanggal 23 Juni 2011.
[4] Syafrinaldi Ocu. http://ilmukriminologi.blogspot.com/2012/09/delik-delik-kuhp.html. Diakses hari Senin tanggal 17 September 2012.
[6] Viva News. http://video.news.viva.co.id/read/24415-17-pengibar-bendera-rms-ditangkap. Diakses hari Sabtu tanggal 30 Maret 2013.

Tidak ada komentar: