Halaman

Minggu, 16 Juni 2013

Islam dan Budaya Lokal


1. SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Islam merupakan agama dengan pemeluk terbesar di Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha para juru dakwah agama Islam dalam melakukan islamisasi di  Indonesia. Islamisasi adalah istilah umum yang biasa dipergunakan untuk menggambarkan proses persebaran Islam di Indonesia pada periode awal (abad 7-13 M).
Islam masuk ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat. Ketika itu, Majapahit masih menguasai sebagian besar wilayah  yang kini termasuk wilayah Indonesia. Sama seperti ketika berkenalan dengan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat Indonesia berkenalan  dengan agama dan kebudayaan Islam melalui jalur perdagangan. Melalui aktifitas ekonomi ini  masyarakat Indonesia yang Hindu-Buddha lambat laun mengenal ajaran Islam, terutama masyarakat pesisir laut yang cenderung lebih terbuka terhadap budaya asing. Ada beberapa teori mengenai masuknya Islam ke Indonesia, yaitu:
1.      Teori Mekah,  mengatakan  bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab sekitar abad pertama Hijriah.  Tokoh yang menperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA.
2.      Teori Gujarat, mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini  adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden, Belanda. Teori ini  juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta.
3.      Teori Persia, mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia. Pencetus teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat yang memberikan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia.
4.       Teori Cina, mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia berasal dari para perantau Cina. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik Dinasti Tang (618-960), di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.
Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Proses masuknya Islam ke Indonesia memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh yang mengemukakan pendapat itu  diantaranya ada yang langsung mengetahui tentang masuk dan tersebarnya budaya serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada pula yang melalui berbagai bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang barat (eropa) yang datang ke Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di Indonesia. Tokoh-tokoh itu diantaranya, Marcopolo, Muhammad Ghor, Ibnu Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir Richard Wainsted. Sedangkan sumber-sumber pendukung Masuknya Islam di Indonesia diantaranya adalah:
a. Berita dari Arab
Berita ini diketahui dari pedagang Arab yang melakukan aktivitas perdagangan dengan bangsa Indonesia. Pedagang Arab Telah datang ke Indonesia sejak masa kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M) yang menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah Indonesia bagian barat termasuk Selat Malaka pada waktu itu. Hubungan pedagang Arab dengan kerajaan Sriwijaya terbukti dengan adanya para pedagang Arab untuk kerajaan Sriwijaya dengan sebutan Zabak, Zabay atau Sribusa. Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander, Syeh Muhammad Naquib Al-Attas dalam bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu dan mayoritas tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti Hamka dan Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka menuduh bahwa teori yang mengatakan Islam datang dari India adalah sebagai sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara itu tidak murni.
b. Berita Eropa
Berita ini datangnya dari Marcopolo tahun 1292 M. Ia adalah orang yang pertama kali menginjakan kakinya di Indonesia, ketika ia kembali dari Cina menuju Eropa melalui jalan laut. Ia dapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya
yang dipersembahkan kepada kaisar Romawi, dari perjalannya itu ia singgah di Sumatera bagian utara. Di daerah ini ia menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudera dengan ibu kotanya Pasai. Diantara sejarawan yang menganut teori ini adalah C. Snouch Hurgronye, W.F. Stutterheim,dan Bernard H.M. Vlekke.
c. Berita India
Berita ini menyebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Karena disamping berdagang mereka aktif juga mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada setiap masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada masyarakat yang terletak di daerah pesisisr pantai.9 Teori ini lahir selepas tahun 1883 M. Dibawa oleh C. Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini, diantaranya adalah Dr. Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.10
d. Berita Cina
Berita ini diketahui melalui catatan dari Ma Huan, seorang penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyatakan melalui tulisannya bahwa sejak kira-kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat tinggal di pantai utara Pulai Jawa. T.W. Arnol pun mengatakan para pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, ketika mereka mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijrah atau abad ke-7 dan ke-8 M. Dalam sumber-sumber Cina disebutkan bahwa pada abad ke-7 M seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera (disebut Ta’shih).12
e. Sumber dalam Negeri
Terdapat sumber-sumber dari dalam negeri yang menerangkan berkembangnya pengaruh Islam di Indonesia. Yakni Penemuan sebuah batu di Leran (Gresik). Batu bersurat itu menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian tulisannya telah rusak. Batu itu memuat tentang meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah Binti Maimun (1028). Kedua, Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 H atau tahun 1297 M. Ketiga, makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419 M. Jirat makan didatangkan dari Guzarat dan berisi tulisan-tulisan Arab.
Pada awalnya pengaruh Islam hanya berkembang di daerah-daerah pantai, namun lambat laun berkembang di wilayah pedalaman. Ada beberapa pendapat yang menyatakan tentang masuknya Islam ke Indonesia. Pendapat tersebut antara lain :
1.      Masuknya Islam ke Indonesia antara abad 7 dan 8, buktinya pada abad 7 dan 8 telah terdapat perkampungan Islam di sekitar Malaka.
2.      Islam masuk ke Indonesia pada abad 11, buktinya Nisan Fatimah binti Maimun di desa Leran (Gresik) Jawa Timur yang berangka tahun 1082
3.      Islam masuk ke Indonesia pada abad 13, buktinya :
-    Batu nisan Sultan Malik Al Saleh berangka tahun 1297
-    Catatan Marcopolo tahun 1292 yang menyatakan bahwa penduduk Perlak telah memeluk agama Islam
-    Catatan Ibnu Batutah tahun 1345 -1346 yang menyatakan bahwa penguasa Samudra Pasai menganut paham Syafi’i
-    Catatan Ma Huan yang menyatakan bahwa pada abad 15 sebagian besar masyarakat di Pantai Utara Jawa Timur telah memeluk agama Islam
-    Summa Oriental karya dari Tome Pires yang memberitahukan tentang penyebaran Islam meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa hingga kepulauan Maluku.
Ø  Cara-Cara Penyebaran Islam
Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi
yang berkembang ada enam, yaitu:
-          Perdagangan
Sejak abad ke 7 M para pedagang Islam dari Arab, Persia dan India telah ikut ambil bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Di samping berdagangan, para pedagang Islam dapat menyampaikan dan mengajarkan agama dan budaya Islam kepada orang lain termasuk masyarakat Indonesia.
-          Perkawinan
Para pedagang Islam yang melakukan kegiatan perdagangan dalam waktu yang cukup lama. Keadaan ini dapat mempererat hubungan mereka dengan penduduk pribumi atau dengan kaum bangsawan pribumi. Jalinan hubungan yang baik ini terkadang diteruskan dengan adanya perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang islam.
-          Politik
Pengaruh kekuasaan seorang raja sangat besar peranannya dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Setelah tersosialisasinya agama islam, maka kepentingan politik dilakukan melalui perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti pula dengan penyebaran agama Islam. Contohnya, Sultan Demak mengirimkan pasukannya untuk menduduki wilayah Jawa Barat dan memerintahkanuntuk menyebarkan agama Islam. Pasukan itu dipimpin oleh Fatahillah
-          Pendidikan
Para ulama, guru-guru, ataupun para Kyai juga memiliki peranan yang cukup penting dalam penyebarkan agama dan budaya Islam. Meraka menyebarkan agama Islam melalui bidang pendidikan, yaitu dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.
-          Kesenian
Saluran kesenian dapat dilakukan dengan mengadakan pertunjukkan seni gamelan seperti yang terjadi di Yogyakarta, Solo, Cirebon, dan lain-lain. Seni gamelan ini dapat mengundang masyarakat untuk berkumpul dan selanjutnya dilaksankan dakwah-dakwah keagamaan. Disamping seni gamelan juga terdapat seni wayang. Melalui cerita-cerita wayang itu para ulama menyisipkan ajaran agama Islam .Contohnya:Sunan Kalijaga memanfatkan seni wayang untuk proses Islamisasi.
-          Tasawuf
Para ahli tasawwuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha untuk menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama ditengah-tengah masyarakatnya. Para ahli tasawwuf ini biasanya memiliki keahlian yang dapat membantu kehidupan masyarakat, diantaranya ahli dalam menyembuhkan penyakit. Penyebaran agama-agama islam yang mereka lakukan disesuaikan dengan kondisi, dalam pikiran, dan budaya masyarakat pada masa itu, sehingga ajaran-ajaran Islam dapat mudah diterima oleh masyarakat. Contoh ahli tasawwuf antara lain Hamzah Fansuri di Aceh dan Sunan Panggung di Jawa.
Melalui berbagai saluran diatas, Islam dapt diterima dan berkembang pesat sejak sekitar abad ke 13 M. Alasanya adalah sebagai berikut .
-          Islam bersifat terbuka.
-          Penyebaran islam dilakukan secara damai
-          Islam tidak membedakan kedudukan seseorang dalam masyarakat
-          Upacara-upacara dalam agama Islam dilakukan dengan sangat sederhana
-           Ajaran Islam berupaya untuk menciptakan kesejahteraan kehidupan masyarakat dengan adanya kewajiban zakat bagi yang memiliki harta.
Ø  Bukti masuknya Islam ke Indonesia
Waktu masuknya Islam ke Indonesia.
1. Abad ke VII
- Adanya koloni arab di Sriwijaya disebut Ta Syih tahun 674
- Sumber dari China.
2. Abad ke-XIII
- Ada makam Malik Al-Shaleh yang berangka tahun 1297
- Berita Marcopolo
2.      KESULTANAN PALEMBANG DI BAWAH PEMERINTAHAN MAJAPAHIT, DEMAK, DAN MATARAM
- Kesultanan Palembang dibawah pemerintahan Majapahit
Semasa dibawah Majapahit, penduduk Palembang sudah beragama Islam. Kesultanan Palembang dapat dimulai pada pertengahan abad ke-15 pada masa hidupnya seorang tokoh bernama Ario Dillah atau Ario Damar. Beliau adalah seorang putera dari raja Majapahit yang terakhir, yang mewakili kerajaan Majapahit bergelar Adipati Ario Damar yang berkuasa antara tahun 1455-1486 di Palembang Lamo, yang sekarang ini letaknya di kawasan 1 ilir. Pada saat kedatangan Ario Damar ke Palembang, penduduk dan rakyat Palembang sudah banyak yang memeluk agama Islam dan Adipati Ario Damar pun mungkin kemudian memeluk agama Islam, konon namanya berubah menjadi Ario Abdillah atau Ario Dillah (Dalam bahasa Jawa damar = dillah = lampu).
Ario Dillah mendapat hadiah dari Raja Majapahit terakhir Prabu Kertabumi Brawijaya V salah seorang isterinya keturunan Cina (kadang-kadang disebut juga Puteri Champa) yang telah memeluk Islam dan dibuatkan istana untuk Puteri. Pada saat putri ini diboyong ke Palembang ia sedang mengandung, kemudian lahir anaknya yang bernama Raden Fatah. Menurut cerita tutur yang ada di Palembang, Raden Fatah ini lahir di istana Ario Dillah di kawasan Palembang lama (1 ilir), tempat itu dahulu dinamakan Candi ing Laras, yaitu sekarang terletak di antara PUSRI I dan PUSRI II. Raden Fatah dipelihara dan dididik oleh Ario Dillah menurut agama Islam dan menjadi seorang ulama Islam. Sementara itu hasil perkawinan Ario Dillah dengan putri Cina tersebut, lahir Raden Kusen yaitu adik Raden Fatah lain bapak.
- Kesultanan Palembang dibawah pemerintahan Demak
Setelah kerajaan Majapahit bubar karena desakan kerajaan-kerajaan Islam, Sunan Ngampel, sebagai wakil Walisongo, mengangkat Raden Fatah menjadi penguasa seluruh Jawa, menggantikan ayahnya. Pusat kerajaan Jawa dipindahkan ke Demak. Atas bantuan dari daerah-daerah lainnya yang sudah lepas dari Majapahit seperti Jepara, Tuban, Gresik, Raden Fatah mendirikan Kerajaan Islam dengan Demak sebagai pusatnya (kira-kira tahun 1481). Raden Fatah memperoleh gelar Senapati Jimbun Ngabdur-Rahman Panembahan Palembang Sayidin Panata ’Gama.  Raja Kerajaan Demak Raden Fatah wafat tahun 1518 dan digantikan puteranya Pati-Unus atau Pangeran Sabrang Lor yang wafat tahun 1521, kemudian digantikan saudara Pati-Unus yaitu Pangeran Trenggono yang wafat pada tahun 1546 (makam-makam mereka ada di halaman Mesjid Demak). Setelah Pangeran Trenggono wafat terjadi perebutan kekuasaan antara saudaranya (Pangeran Seda ing Lepen) dan anaknya (Pangeran Prawata). Pangeran Seda ing Lepen akhirnya dibunuh oleh Pangeran Prawata. Kemudian Pangeran Prawata beserta keluarganya dibunuh pada tahun 1549 oleh anak Pangeran Seda ing Lepen yang bernama Arya Penangsang atau Arya Jipang. Demikian juga menantu Raden Trenggono yang bernama Pangeran Kalinyamat dari Jepara juga dibunuh. Arya Penangsang sendiri dibunuh oleh Adiwijaya juga seorang menantu Pangeran Trenggono atau terkenal dengan sebutan Jaka Tingkir yang menjabat Adipati penguasa Pajang. Akhirnya Keraton Demak dipindah oleh Jaka Tingkir ke Pajang dan habislah riwayat Kerajaan Demak. Kerajaan Demak hanya berumur 65 tahun yaitu dari tahun 1481 sampai 1546.
Dalam kemelut yang terjadi atas penyerangan Demak oleh Pajang ini, berpindahlah 24 orang keturunan Pangeran Trenggono (atau Keturunan Raden Fatah) dari kerajaan Demak ke Palembang, dipimpin oleh Ki Gede Sedo ing Lautan yang datang melalui Surabaya ke Palembang dan membuat kekuatan baru dengan mendirikan Kerajaan Palembang, yang kemudian menurunkan raja-raja, atau sultan-sultan Palembang. Keraton pertamanya di Kuto Gawang, pada saat ini situsnya tepat berada di kompleks PT. Pusri, Palembang..
- Kesultanan  Palembang dibawah pemerintahan Mataram
Pindahnya pusat kerajaan Jawa dari Demak ke Pajang menimbulkan pergolakan baru setelah wafatnya Jaka Tingkir. Pajang yang diperintah Arya Pangiri diserang oleh gabungan dua kekuatan, dari Pangeran Benowo (putra Jaka Tingkir yang tersingkir) dan kekuatan Mataram (dipimpin Panembahan Senapati atau Senapati Mataram, putra Kyai Ageng Pemanahan atau Kyai Gede Mataram). Akhirnya Arya Pangiri menyerah kepada Senapati Mataram dan Kraton Pajang dipindahkan ke Mataram (1587) dan mulailah sejarah Kerajaan Jawa Mataram. Senapati Mataram sendiri merupakan keturunan Raden Fatah dan Raden Trenggono yang masih meneruskan dinastinya di Jawa, sehingga dapat dipahami eratnya pertalian antara Palembang dan Mataram pada masa itu, yang terus berlanjut hingga masa pemerintahan Raja Amangkurat I (silsilah raja yang keempat). Sampai akhir 1677 Palembang masih setia kepada Mataram yang dianggap sebagai pelindungnya, terutama dari serangan kerajaan Banten. Sultan Muhammad (1580 – 1596) dari Kesultanan Banten pada tahun 1596 pernah menyerbu Palembang (diperintah Pangeran Madi Angsoko) dengan membawa 990 armada perahu, yang berakhir dengan kekalahan Banten dan wafatnya Sultan Muhammad. Penyerbuan ini dilakukan atas anjuran Pangeran Mas, putra Arya Pangiri dari Demak.
Tetapi tidak lama kemudian terdapat golongan yang ingin memisahkan diri dari ikatan dengan Jawa khususnya generasi mudanya. Sementara itu kekuasaan raja-raja Mataram juga berangsur berkurang karena makin bertambahnya ikut campur kekuasaan VOC Belanda di Mataram, sehingga dengan demikian kekuasaan dan hubungan dengan daerah-daerah seberang yang termasuk dalam kota Palembang juga ikut merenggang disebabkan oleh  kekeuasaannya.
3.      SISTEM KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM
Dalam mengatur pemerintahan, para penguasa di Kesultanan Palembang Darussalam memilih sikap kompromistis terhadap penduduk setempat. Salah satu sikap kompromistis penguasa dilakukan dengan jalan lembaga perkawinan (Hanafiah, 1995:169). Sebagai contoh, Sultan Abdurrahman pernah melangsungkan perkawinan dengan puteri penguasa Bangka. Imbas dari perkawinan tersebut, Sultan Abdurrahman mendapatkan warisan kepulauan Bangka yang kemudian masuk ke dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam (Hanafiah, 1995:169).
Selain menggunakan lembaga perkawinan, penguasa di Kesultanan Palembang Darussalam juga menunjukkan sikap untuk lebih menghormati adat setempat yang berlaku di masing-masing komunitas adat. Kehidupan hukum masyarakat yang ada di bawah kekuasaan sultan biasanya berjalan sesuai dengan tradisi masing-masing. Tetapi kadang-kadang mereka terdesak sampai musnah. Di lain, tempat konstruksi hukumnya mengalami perubahan hak ulayat kepala-kepala (rakyat yang telah turun-temurun misalnya, tetap berlaku seperti sediakala, tetapi selanjutnya disebut-sebut seolah-olah didasarkan atas satu karunia daripada seorang sultan (B.J.O Schrieke, 1974 dalam Hanafiah:169-170)
Sejarah panjang terbentuknya Kesultanan Palembang Darussalam pada abad ke-17, dapat kita runtut dari tokoh Aria Damar, seorang keturunan dari raja Majapahit yang terakhir. Kesultanan Palembang Darussalam secara resmi diproklamirkan oleh Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Abdurrahman Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul Iman (atau lebih dikenal Kimas Hindi/Kimas Cinde) sebagai sultan pertama (1643-1651), terlepas dari pengaruh kerajaan Mataram (Jawa). Corak pemerintahanya dirubah condong ke corak Melayu dan lebih disesuaikan dengan ajaran agama Islam. 
Tanggal 7 Oktober 1823, Kesultanan Palembang Darussalam dihapuskan oleh penjajah Belanda dan kota Palembang dijadikan Komisariat di bawah Pemerintahan Hindia Belanda (kontrak terhitung 18 Agustus 1823).
Berikut beberapa nama penguasa/raja dan Sultan yang pernah memimpin Kesultanan Palembang Darussalam.
No
Nama Penguasa
Tahun
Makam
Keturunan
1
Ario Dillah (Ario Damar)
1455 – 1486
Jl. Ario Dillah III, 20 ilr
Anak Brawijaya V
2
Pangeran Sedo ing Lautan (diganti putranya)
s.d 1528
1 Ilir, di sebelah Masjid Sultan Agung
Keturunan R. Fatah
3
Kiai Gede in Suro Tuo (diganti saudaranya)
1528 – 1545
1 Ilir, halaman musim Gedeng Suro
Anak R Fatah
4
Kiai Gede in Suro Mudo (Kiai Mas Anom Adipati ing Suro/Ki Gede ing Ilir) (diganti putranya)
1546 – 1575
1 Ilir, kompleks makam utama Gedeng Suro
Saudara Kiai Gede in Suro Tuo
5
Kiai Mas Adipati (diganti saudaranya)
1575 – 1587
1 Ilir, makam Panembahan selatan Sabo Kingking
Anak Kiai Gede in Suro Mudo
6
Pangeran Madi ing Angsoko (diganti adiknya)
1588 – 1623
20 ilir, candi Angsoko
Anak Kiai Gede in Suro Mudo
7
Pangeran Madi Alit (diganti saudaranya)
1623 – 1624
20 Ilir, sebelah RS Charitas
Anak Kiai Gede in Suro Mudo
8
Pangeran Sedo ing Puro (diganti keponakannya)
1624 – 1630
Wafat di Indralaya
Anak Kiai Gede in Suro Mudo
9
Pangeran Sedo ing Kenayan (diganti keponakannya)
1630 – 1642
2 Ilir, Sabokingking

10
Pangeran Sedo ing Pasarean (Nyai Gede Pembayun) (diganti putranya)
1642 – 1643
2 Ilir, Sabokingking
Cucu Kiai Mas Adipati
11
Pangeran Mangkurat Sedo ing Rejek (diganti saudaranya)
1643 – 1659
Saka Tiga, Tanjung Raja
Anak Pangeran Sedo ing Pasarean
12
Kiai Mas Hindi, Pangeran Kesumo Abdurrohim (Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam) (diganti putranya)
1662 – 1706
Candi Walang (Gelar Sultan Palembang Darusslam 1675)
Anak Pangeran Sedo ing Pasarean
13
Sultan Muhammad (Ratu) Mansyur Jayo ing Lago (Diganti saudaranya)
1706 – 1718
32 Ilir, Kebon Gede
Anak Kiai Mas Hindi
14
Sultan Agung Komaruddin Sri teruno (diganti keponakannya)
1718 – 1727
1 Ilir, sebelah Masjid Sultan Agung
Anak Kiai Mas Hindi
15
Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikromo (diganti putranya)
1727 – 1756
3 Ilir, Lamehabang Kawmah Tengkurap
Anak Sultan Muhammad Mansyur Jayo ing Lago
16
Sultan/Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo (diganti putranya)
1756 – 1774
3 Ilir, Lemahabang (wafat 1776)
Anak Sultan Mahmud Badaruddin I
17
Sultan Muhammad Bahauddin
1774 – 1803
3 Ilir, Lemahabang
Anak Sultan Ahmad Najamuddin I
18
Sultan/Susuhunan Mahmud Badaruddin II R. Hasan
1803 – 1821
Dibuang ke Ternate (wafat 1852)
Anak Sultan Muhammad Bahauddin
19
Sultan/Susuhunan Husin Dhiauddin (adik SMB II)
1812 – 1813
Wafat 1826 di Jakarta. Makam di Krukut, lalu dipindah ke Lemahabang
Anak Sultan Muhammad Bahauddin
20
Sultan Ahmad Najamuddin III Pangeran Ratu (putra SMB II)
1819 – 1821
Dibuang ke Ternate
Anak SMB II
21
Sultan Ahmad najamuddin IV Prabu Anom (putra Najamuddin II)
1821 – 1823
Dibuang ke Manado 25-10-1825. Wafat usia 59 tahun
Anak Sultan Husin Dhiauddin
22
Pangeran Kramo Jayo, Keluarga SMB II. Pejabat yang diangkat Pemerintah Belanda sebangai Pejabat Negara Palembang
1823 – 1825
Dibuangke Purbalingga Banyumas. Makam di 15 Ilir, sebelah SDN 2, Jl. Segaran
Anak Pangeran Natadiraja M. Hanafiah



4.      PENGERTIAN, TUJUAN DAN ISI UNDANG-UNDANG SIMBUR CAHAYA
a). Pengertian Undang-Undang Simbur Cahaya secara bahasa, simbur berarti percikan, pancaran. Cahaya berarti sinar, terang. Sedangkan secara istilah yaitu cahaya sebagai obor yang menerangi jalan hidup masyarakat sumatera selatan.
b). Tujuan Undang-Undang Simbur Cahaya untuk mengatur masyarakat sebagai pedoman mengenai pemerintahan.
c). Yang diatur dalam UU Simbur Cahaya
Undang-Undang Simbur cahaya terdiri dari 5 bab yang masing-masing bab terdiri dari pasal-pasal. Bab I mengatur tentang etika hubungan bujang gadis dan kawin (adat perkawinan). Bab II mengatur tentang aturan marga yang meliputi administrasi, perpajakan, penanganan urusan masyarakat, pelanggaran dan lain-lain. Bab III mengatur tentang aturan dusun dan berladang yang meliputi batas-batas dusun, agrarian, dan tata cara berladang. Bab IV mengatur tentang aturan kaum yang meliputi pejabat-pejabat, aturan pemerintahan, zakat, warga, kewajiban dan kewenangan pejabat. Bab V mengatur tentang adat perhukuman yang meliputi aturan perdata, pidana, pengaduan atas ketidak setujuan masyarakat terhadap keputusan pemimpin dan lain sebagainya.
5. SYAIKH ABDUL SAMAD  AL-FALIMBANI
Abdush Shamad adalah putra Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul Wahhab bin Syekh Ahmad al-Mahdani (ada yang mengatakan al-Mahdali), seorang ulama keturunan Arab (Yaman) yang diangkat menjadi Mufti negeri Kedah pada awal abad ke-18. Sementara ibunya, Radin Ranti adalah seorang wanita Palembang. Syekh Abdul Jalil adalah ulama besar sufi yang menjadi guru agama di Palembang. Tetapi, Azyumardi menginformasikan nama Al-Palimbani juga terdapat dalam kamus-kamus biografi Arab. Suatu hal yang tidak pernah ada sebelumnya, ulama Melayu-lndonesia ditulis dalam kamus biografi Arab. Ini menunjukkan Al-Palimbani mempunyai karir terhormat di Timur Tengah.
Dalam literatur Arab, Al-Palimbani dikenal dengan nama Sayyid Abdush Shamad bin Abdur Rahman al-Jawi. Tokoh ini, menurut Azra, bisa dipercaya adalah Al-Palimbani karena gambaran karirnya hampir seluruhnya merupakan gambaran karir Abdush Shamad al-Palimbani yang diberitakan sumber-sumber lain.
Syeikh Abdus Shomad Al-Palimbani bermukim seumur hidup di tanah Arab. Disana beliau menikah dengan seorang wanita berasal dari Yaman Selatan yang bernama Aisyah binti Idrus Aden. Dari perkawinan ini ia dikaruniai dua orang putrid yang diberi nama Fatimah dan Rukiah.
Beberapa kitab karangan Sheikh Abdush Shamad al-Falimbani
1. Zahratul Murid fi Bayani Kalimatit Tauhid, 1178 H/1764 M.
2. Risalah Pada Menyatakan Sebab Yang Diharamkan Bagi Nikah, 1179 H/1765 M.
3. Hidayatus Salikin fi Suluki MaslakilMuttaqin, 1192 H/1778 M.
4. Siyarus Salikin ila ‘Ibadati Rabbil ‘Alamin, 1194 H/1780 M-1203 H/1788 M.
5. Al-‘Urwatul Wutsqa wa Silsiltu Waliyil Atqa.
6. Ratib Sheikh ‘Abdus Shamad al-Falimbani.
7. Nashihatul Muslimina wa Tazkiratul Mu’minina fi Fadhailil Jihadi wa Karaamatil  Mujtahidina fi Sabilillah.
8. Ar-Risalatu fi Kaifiyatir Ratib Lailatil Jum’ah
9. Mulhiqun fi Bayani Fawaidin Nafi’ah fi Jihadi fi Sabilillah
10. Zatul Muttaqin fi Tauhidi Rabbil ‘Alamin
11. ‘Ilmut Tasawuf
12. Mulkhishut Tuhbatil Mafdhah minar Rahmatil Mahdah ‘Alaihis Shalatu was Salam
13. Kitab Mi’raj, 1201 H/1786 M.
14. Anisul Muttaqin
15. Puisi Kemenangan Kedah.
Ananlisis sederhana dari data tersebut menghasilkan kesimpulan, Abdul Samad dilahirkan di Palembang pada tahun 1150/1737, dalam garis nasab urutan cucu dari Abd al-jalil al-Mahdali. Pendidikan awalnya telah mengantarnya pada kemampuan memahami Al-Quran dan menjadi Hafidz. Di tanah suci mula-mulanya ia mendalami ilmu-ilmu  syariah dan kemudian memusatkan perhatian pada tasawuf di bawah bimbingan langsung Al-Samman. Karya besarnya Sayr al-Salikin (1203/1789) bukanlah akhir dari karir intelektual dan perjalanan hayatnya. Ia meninggal dunia sebagai Syahid di medan peperangan kedah melawan siam, tahun 1256/1939.
Ajaran tasawuf Syaikh Abd Samad Al-Palimbani dengan mengambil jalan tengan antara doktrin tasawuf Imam Al-Ghazali dan ajaran wahdatul wujud Ibn Arabi. Sebagai Ulama Ia juga merupakan pejuang dan penjaga daerah Palembang dari gangguan tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
Abdul Samad Al-Palimbani adalah seorang sufi yang menyebarkan Agama Islam dengan jalan tasawuf. Ia ahli di bidang fiqih, tafsir, dan juga Hafidz. Abd Samad juga merupakan tokoh yang menentang penjajahan Belanda. Yang dapat diambil dari Abd Samad adalah keberanian dan kepandaiannya.
6. MASUKNYA ISLAM KE SUMATERA SELATAN
Di Sumatra bagian Selatan menurut Ahmad mansyur Suryanegara dalam makalah yang berjudul Masuknya Agama Islam ke Sumatra Selatan, menulis bahwa, pertama, Penguasaan jalan laut perdagangan oleh bangsa Arab jauh lebih maju dari bangsa Barat. Jauh sebelumnya bangsa Arab telah mengusai samudra India atau Samudra Persia. Sekitar abad ke 10 navigasi perdagangannya sudah sampai ke Korea dan Jepang, di tengah perjalanan di Selat Malaka mereka berhubungan dagang dengan Zabaj (Sriwijaya), karena suluruh kapal yang melewati Selat Malaka singgah mengambil perbekalan di bandar Sriwijaya. Kedua, dapat dipastikan bahwa Islam masuk di daerah Sriwijaya pada abad ke-7. Hal ini mengingat cerita buku sejarah Cina yang menyebutkan bahwa Dinasti Tang memberitakan tentang utusan Tache (sebutan untuk orang Arab) ke Kalingga pada tahun 674 M. Dari sana dapat disimpulkan bahwa pada saat itu telah terjadi proses Islamisasi. Apalagi disebutkan bahwa pada zaman Dinasti Tang telah dikabarkan bahwa telah ada perkampungan Arab Muslim di pantai barat Sumatra pada tahun 674 M. Ketiga, Para penulis seperti Ibnu Batuta (900M), Sulaiman (850M), dan Abu Said (950 M) menyebutkan bahwa sejak kekhalifahan Umayyah (661-750M) dan Abbasiyah (750-1268M) hubungan dagang mereka telah samapai ke wilayah kekuasaan Sriwijaya. Juga di saat yang sama para pedagang Sriwijaya telah berlayar ke negara-negara Timur Tengah.
DR. taufiq Abdullah dalam makalahnya yang berjudul beberapa Aspek Perkembangan Islam di Sumatra Selatan, menulis. “….setidaknya sejak akhir abad ke 16, Palembang merupakan salah satu enclave Islam terpenting atau bahkan pusat Islam di bagian selatan ‘pulau emas’ ini. Ini bukan saja karena reputasinya sebagai pusat perdagangan yang banyak dikunjungi oleh pedagang Arab/Islam pada abad-abad kejayaan Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh kebesaran Malaka. Ini berarti proses Islamisasi telah terjadi jauh sebelumnya…”
Salman Aly di dalam makalahnya yang berjudul Sejarah Kesultanan Palembang, menulis. “Pada waktu Gede Ing Suro mendirikan kesultanan Palembang, agama Islam telah lama ada di kawasan ini kira-kira pada tahun 1440 M…orang-orang Arab di masa ini terdapat sekitar 500 jiwa yang kebanyakan tinggal di tepi Sungai Musi…”
Di masa Sultan Muhammad Mansur, terdapat seorang ulama yaitu Sayid Jamaluddin Agung bin Ahmad bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Fakih Jalaluddin yang berjasa menyebarkan agama Islam di daerah Komering Ilir dan Komering Ulu bersama-sama dengan ulama lainnya yaitu Sayid al-Idrus yang sekaligus merupakan nenek moyang masyarakat dusun Adumanis.

Tidak ada komentar: