1. SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Islam
merupakan agama dengan pemeluk terbesar di Indonesia. Hal tersebut tidak
terlepas dari usaha para juru dakwah agama Islam dalam melakukan islamisasi di
Indonesia. Islamisasi adalah istilah umum yang biasa dipergunakan untuk
menggambarkan proses persebaran Islam di Indonesia pada periode awal (abad 7-13
M).
Islam
masuk ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih
kuat. Ketika itu, Majapahit masih menguasai sebagian besar wilayah yang
kini termasuk wilayah Indonesia. Sama seperti ketika berkenalan dengan agama
dan kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama
dan kebudayaan Islam melalui jalur perdagangan. Melalui aktifitas ekonomi ini
masyarakat Indonesia yang Hindu-Buddha lambat laun mengenal ajaran Islam,
terutama masyarakat pesisir laut yang cenderung lebih terbuka terhadap budaya
asing. Ada beberapa teori mengenai masuknya Islam ke Indonesia,
yaitu:
1.
Teori Mekah, mengatakan bahwa proses masuknya Islam
ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab sekitar abad pertama
Hijriah. Tokoh yang menperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim
Amrullah atau HAMKA.
2.
Teori
Gujarat, mengatakan bahwa proses masuknya
Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad
ke-13 M. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel
dari Universitas Leiden, Belanda. Teori ini juga dikembangkan oleh J.P.
Moquetta.
3.
Teori
Persia, mengatakan bahwa proses masuknya
Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia. Pencetus teori ini
adalah Hoesein Djajadiningrat yang memberikan analisisnya pada kesamaan budaya
dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia.
4.
Teori Cina, mengatakan bahwa
proses masuknya Islam ke Indonesia berasal dari para perantau
Cina. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan,
menurut kronik Dinasti Tang (618-960), di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou,
dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.
Kedatangan
Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula
kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik
dan sosial budaya yang berlainan. Proses masuknya Islam ke Indonesia
memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh yang mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang langsung mengetahui
tentang masuk dan tersebarnya budaya serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada
pula yang melalui berbagai bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh
orang-orang barat (eropa) yang datang ke Indonesia karena tugas atau
dipekerjakan oleh pemerintahnya di Indonesia. Tokoh-tokoh itu diantaranya,
Marcopolo, Muhammad Ghor, Ibnu Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir Richard
Wainsted. Sedangkan sumber-sumber pendukung Masuknya Islam di Indonesia
diantaranya adalah:
a.
Berita dari Arab
Berita
ini diketahui dari pedagang Arab yang melakukan aktivitas perdagangan dengan
bangsa Indonesia. Pedagang Arab Telah datang ke Indonesia sejak masa kerajaan
Sriwijaya (abad ke-7 M) yang menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah
Indonesia bagian barat termasuk Selat Malaka pada waktu itu. Hubungan pedagang
Arab dengan kerajaan Sriwijaya terbukti dengan adanya para pedagang Arab untuk
kerajaan Sriwijaya dengan sebutan Zabak, Zabay atau Sribusa. Pendapat ini
dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander, Syeh Muhammad Naquib
Al-Attas dalam bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan
Melayu dan mayoritas tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti Hamka dan
Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka menuduh bahwa teori yang mengatakan Islam datang
dari India adalah sebagai sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam yang datang ke
Asia Tenggara itu tidak murni.
b.
Berita Eropa
Berita
ini datangnya dari Marcopolo tahun 1292 M. Ia adalah orang yang pertama kali
menginjakan kakinya di Indonesia, ketika ia kembali dari Cina menuju Eropa
melalui jalan laut. Ia dapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya
yang
dipersembahkan kepada kaisar Romawi, dari perjalannya itu ia singgah di
Sumatera bagian utara. Di daerah ini ia menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu
kerajaan Samudera dengan ibu kotanya Pasai. Diantara sejarawan yang menganut
teori ini adalah C. Snouch Hurgronye, W.F. Stutterheim,dan Bernard H.M. Vlekke.
c.
Berita India
Berita
ini menyebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan
penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Karena
disamping berdagang mereka aktif juga mengajarkan agama dan kebudayaan Islam
kepada setiap masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada masyarakat yang
terletak di daerah pesisisr pantai.9 Teori ini lahir selepas tahun 1883 M.
Dibawa oleh C. Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini, diantaranya adalah Dr.
Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.10
d.
Berita Cina
Berita ini
diketahui melalui catatan dari Ma Huan, seorang penulis yang mengikuti
perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyatakan melalui tulisannya bahwa sejak
kira-kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat
tinggal di pantai utara Pulai Jawa. T.W. Arnol pun mengatakan para pedagang
Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, ketika mereka mendominasi
perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijrah atau abad ke-7 dan ke-8 M.
Dalam sumber-sumber Cina disebutkan bahwa pada abad ke-7 M seorang pedagang
Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera
(disebut Ta’shih).12
e. Sumber dalam Negeri
Terdapat
sumber-sumber dari dalam negeri yang menerangkan berkembangnya pengaruh Islam
di Indonesia. Yakni Penemuan sebuah batu di Leran (Gresik). Batu bersurat itu
menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian tulisannya telah rusak. Batu
itu memuat tentang meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah Binti
Maimun (1028). Kedua, Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara yang
meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 H atau tahun 1297 M. Ketiga, makam
Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419 M. Jirat makan
didatangkan dari Guzarat dan berisi tulisan-tulisan Arab.
Pada awalnya
pengaruh Islam hanya berkembang di daerah-daerah pantai, namun lambat laun
berkembang di wilayah pedalaman. Ada beberapa pendapat yang menyatakan tentang
masuknya Islam ke Indonesia. Pendapat tersebut antara lain :
1.
Masuknya Islam
ke Indonesia antara abad 7 dan 8, buktinya pada abad 7 dan 8 telah terdapat
perkampungan Islam di sekitar Malaka.
2.
Islam masuk ke
Indonesia pada abad 11, buktinya Nisan Fatimah binti Maimun di desa Leran
(Gresik) Jawa Timur yang berangka tahun 1082
3.
Islam masuk ke
Indonesia pada abad 13, buktinya :
- Batu
nisan Sultan Malik Al Saleh berangka tahun 1297
- Catatan
Marcopolo tahun 1292 yang menyatakan bahwa penduduk Perlak telah memeluk agama
Islam
- Catatan
Ibnu Batutah tahun 1345 -1346 yang menyatakan bahwa penguasa Samudra Pasai
menganut paham Syafi’i
-
Catatan Ma Huan
yang menyatakan bahwa pada abad 15 sebagian besar masyarakat di Pantai Utara
Jawa Timur telah memeluk agama Islam
-
Summa Oriental
karya dari Tome Pires yang memberitahukan tentang penyebaran Islam meliputi
Sumatera, Kalimantan, Jawa hingga kepulauan Maluku.
Ø Cara-Cara Penyebaran Islam
Kedatangan Islam
ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat
umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi
yang berkembang ada enam, yaitu:
-
Perdagangan
Sejak
abad ke 7 M para pedagang Islam dari Arab, Persia dan India telah ikut ambil
bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Di samping berdagangan, para
pedagang Islam dapat menyampaikan dan mengajarkan agama dan budaya Islam kepada
orang lain termasuk masyarakat Indonesia.
-
Perkawinan
Para
pedagang Islam yang melakukan kegiatan perdagangan dalam waktu yang cukup lama.
Keadaan ini dapat mempererat hubungan mereka dengan penduduk pribumi atau
dengan kaum bangsawan pribumi. Jalinan hubungan yang baik ini terkadang diteruskan
dengan adanya perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang islam.
-
Politik
Pengaruh
kekuasaan seorang raja sangat besar peranannya dalam proses Islamisasi. Ketika
seorang raja memeluk agama Islam maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya.
Setelah tersosialisasinya agama islam, maka kepentingan politik dilakukan
melalui perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti pula dengan penyebaran agama
Islam. Contohnya, Sultan Demak mengirimkan pasukannya untuk menduduki wilayah
Jawa Barat dan memerintahkanuntuk menyebarkan agama Islam. Pasukan itu dipimpin
oleh Fatahillah
-
Pendidikan
Para
ulama, guru-guru, ataupun para Kyai juga memiliki peranan yang cukup penting
dalam penyebarkan agama dan budaya Islam. Meraka menyebarkan agama Islam
melalui bidang pendidikan, yaitu dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.
-
Kesenian
Saluran
kesenian dapat dilakukan dengan mengadakan pertunjukkan seni gamelan seperti
yang terjadi di Yogyakarta, Solo, Cirebon, dan lain-lain. Seni gamelan ini
dapat mengundang masyarakat untuk berkumpul dan selanjutnya dilaksankan
dakwah-dakwah keagamaan. Disamping seni gamelan juga terdapat seni wayang.
Melalui cerita-cerita wayang itu para ulama menyisipkan ajaran agama Islam
.Contohnya:Sunan Kalijaga memanfatkan seni wayang untuk proses Islamisasi.
-
Tasawuf
Para
ahli tasawwuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha untuk
menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama ditengah-tengah
masyarakatnya. Para ahli tasawwuf ini biasanya memiliki keahlian yang dapat
membantu kehidupan masyarakat, diantaranya ahli dalam menyembuhkan penyakit.
Penyebaran agama-agama islam yang mereka lakukan disesuaikan dengan kondisi,
dalam pikiran, dan budaya masyarakat pada masa itu, sehingga ajaran-ajaran
Islam dapat mudah diterima oleh masyarakat. Contoh ahli tasawwuf antara lain
Hamzah Fansuri di Aceh dan Sunan Panggung di Jawa.
Melalui
berbagai saluran diatas, Islam dapt diterima dan berkembang pesat sejak sekitar
abad ke 13 M. Alasanya adalah sebagai berikut .
-
Islam bersifat
terbuka.
-
Penyebaran islam
dilakukan secara damai
-
Islam tidak
membedakan kedudukan seseorang dalam masyarakat
-
Upacara-upacara
dalam agama Islam dilakukan dengan sangat sederhana
-
Ajaran Islam berupaya untuk menciptakan
kesejahteraan kehidupan masyarakat dengan adanya kewajiban zakat bagi yang
memiliki harta.
Ø Bukti masuknya Islam ke Indonesia
Waktu
masuknya Islam ke Indonesia.
1.
Abad ke VII
-
Adanya koloni arab di Sriwijaya disebut Ta Syih tahun 674
-
Sumber dari China.
2.
Abad ke-XIII
-
Ada makam Malik Al-Shaleh yang berangka tahun 1297
-
Berita Marcopolo
2.
KESULTANAN PALEMBANG DI
BAWAH PEMERINTAHAN MAJAPAHIT, DEMAK, DAN MATARAM
- Kesultanan Palembang dibawah pemerintahan Majapahit
Semasa dibawah Majapahit, penduduk Palembang sudah beragama Islam.
Kesultanan Palembang dapat dimulai pada pertengahan abad ke-15 pada masa
hidupnya seorang tokoh bernama Ario Dillah atau Ario Damar. Beliau adalah
seorang putera dari raja Majapahit yang terakhir, yang mewakili kerajaan
Majapahit bergelar Adipati Ario Damar yang berkuasa antara tahun 1455-1486 di
Palembang Lamo, yang sekarang ini letaknya di kawasan 1 ilir. Pada saat
kedatangan Ario Damar ke Palembang, penduduk dan rakyat Palembang sudah banyak
yang memeluk agama Islam dan Adipati Ario Damar pun mungkin kemudian memeluk
agama Islam, konon namanya berubah menjadi Ario Abdillah atau Ario Dillah
(Dalam bahasa Jawa damar = dillah = lampu).
Ario Dillah mendapat hadiah dari Raja Majapahit terakhir Prabu
Kertabumi Brawijaya V salah seorang isterinya keturunan Cina (kadang-kadang
disebut juga Puteri Champa) yang telah memeluk Islam dan dibuatkan istana untuk
Puteri. Pada saat putri ini diboyong ke Palembang ia sedang mengandung,
kemudian lahir anaknya yang bernama Raden Fatah. Menurut cerita tutur yang ada
di Palembang, Raden Fatah ini lahir di istana Ario Dillah di kawasan Palembang
lama (1 ilir), tempat itu dahulu dinamakan Candi ing Laras, yaitu sekarang
terletak di antara PUSRI I dan PUSRI II. Raden Fatah dipelihara dan dididik
oleh Ario Dillah menurut agama Islam dan menjadi seorang ulama Islam. Sementara
itu hasil perkawinan Ario Dillah dengan putri Cina tersebut, lahir Raden Kusen
yaitu adik Raden Fatah lain bapak.
- Kesultanan
Palembang dibawah pemerintahan Demak
Setelah kerajaan Majapahit bubar karena desakan kerajaan-kerajaan
Islam, Sunan Ngampel, sebagai wakil Walisongo, mengangkat Raden Fatah menjadi
penguasa seluruh Jawa, menggantikan ayahnya. Pusat kerajaan Jawa dipindahkan ke
Demak. Atas bantuan dari daerah-daerah lainnya yang sudah lepas dari Majapahit
seperti Jepara, Tuban, Gresik, Raden Fatah mendirikan Kerajaan Islam dengan
Demak sebagai pusatnya (kira-kira tahun 1481). Raden Fatah memperoleh gelar
Senapati Jimbun Ngabdur-Rahman Panembahan Palembang Sayidin Panata ’Gama. Raja Kerajaan Demak Raden Fatah wafat tahun
1518 dan digantikan puteranya Pati-Unus atau Pangeran Sabrang Lor yang wafat
tahun 1521, kemudian digantikan saudara Pati-Unus yaitu Pangeran Trenggono yang
wafat pada tahun 1546 (makam-makam mereka ada di halaman Mesjid Demak). Setelah
Pangeran Trenggono wafat terjadi perebutan kekuasaan antara saudaranya
(Pangeran Seda ing Lepen) dan anaknya (Pangeran Prawata). Pangeran Seda ing
Lepen akhirnya dibunuh oleh Pangeran Prawata. Kemudian Pangeran Prawata beserta
keluarganya dibunuh pada tahun 1549 oleh anak Pangeran Seda ing Lepen yang
bernama Arya Penangsang atau Arya Jipang. Demikian juga menantu Raden Trenggono
yang bernama Pangeran Kalinyamat dari Jepara juga dibunuh. Arya Penangsang
sendiri dibunuh oleh Adiwijaya juga seorang menantu Pangeran Trenggono atau
terkenal dengan sebutan Jaka Tingkir yang menjabat Adipati penguasa Pajang.
Akhirnya Keraton Demak dipindah oleh Jaka Tingkir ke Pajang dan habislah
riwayat Kerajaan Demak. Kerajaan Demak hanya berumur 65 tahun yaitu dari tahun
1481 sampai 1546.
Dalam kemelut yang terjadi atas penyerangan Demak oleh Pajang ini,
berpindahlah 24 orang keturunan Pangeran Trenggono (atau Keturunan Raden Fatah)
dari kerajaan Demak ke Palembang, dipimpin oleh Ki Gede Sedo ing Lautan yang
datang melalui Surabaya ke Palembang dan membuat kekuatan baru dengan
mendirikan Kerajaan Palembang, yang kemudian menurunkan raja-raja, atau
sultan-sultan Palembang. Keraton pertamanya di Kuto Gawang, pada saat ini
situsnya tepat berada di kompleks PT. Pusri, Palembang..
- Kesultanan
Palembang
dibawah pemerintahan Mataram
Pindahnya pusat kerajaan Jawa dari Demak ke Pajang menimbulkan
pergolakan baru setelah wafatnya Jaka Tingkir. Pajang yang diperintah Arya
Pangiri diserang oleh gabungan dua kekuatan, dari Pangeran Benowo (putra Jaka
Tingkir yang tersingkir) dan kekuatan Mataram (dipimpin Panembahan Senapati
atau Senapati Mataram, putra Kyai Ageng Pemanahan atau Kyai Gede Mataram).
Akhirnya Arya Pangiri menyerah kepada Senapati Mataram dan Kraton Pajang
dipindahkan ke Mataram (1587) dan mulailah sejarah Kerajaan Jawa Mataram.
Senapati Mataram sendiri merupakan keturunan Raden Fatah dan Raden Trenggono
yang masih meneruskan dinastinya di Jawa, sehingga dapat dipahami eratnya
pertalian antara Palembang dan Mataram pada masa itu, yang terus berlanjut
hingga masa pemerintahan Raja Amangkurat I (silsilah raja yang keempat). Sampai
akhir 1677 Palembang masih setia kepada Mataram yang dianggap sebagai
pelindungnya, terutama dari serangan kerajaan Banten. Sultan Muhammad (1580 –
1596) dari Kesultanan Banten pada tahun 1596 pernah menyerbu Palembang
(diperintah Pangeran Madi Angsoko) dengan membawa 990 armada perahu, yang
berakhir dengan kekalahan Banten dan wafatnya Sultan Muhammad. Penyerbuan ini
dilakukan atas anjuran Pangeran Mas, putra Arya Pangiri dari Demak.
Tetapi tidak lama kemudian terdapat golongan yang ingin memisahkan
diri dari ikatan dengan Jawa khususnya generasi mudanya. Sementara itu
kekuasaan raja-raja Mataram juga berangsur berkurang karena makin bertambahnya
ikut campur kekuasaan VOC Belanda di Mataram, sehingga dengan demikian
kekuasaan dan hubungan dengan daerah-daerah seberang yang termasuk dalam kota
Palembang juga ikut merenggang disebabkan oleh
kekeuasaannya.
3. SISTEM KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM
Dalam
mengatur pemerintahan, para penguasa di Kesultanan Palembang Darussalam memilih
sikap kompromistis terhadap penduduk setempat. Salah satu sikap kompromistis
penguasa dilakukan dengan jalan lembaga perkawinan (Hanafiah, 1995:169).
Sebagai contoh, Sultan Abdurrahman pernah melangsungkan perkawinan dengan
puteri penguasa Bangka. Imbas dari perkawinan tersebut, Sultan Abdurrahman
mendapatkan warisan kepulauan Bangka yang kemudian masuk ke dalam wilayah
kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam (Hanafiah, 1995:169).
Selain
menggunakan lembaga perkawinan, penguasa di Kesultanan Palembang Darussalam
juga menunjukkan sikap untuk lebih menghormati adat setempat yang berlaku di
masing-masing komunitas adat. Kehidupan hukum masyarakat yang ada di bawah
kekuasaan sultan biasanya berjalan sesuai dengan tradisi masing-masing. Tetapi
kadang-kadang mereka terdesak sampai musnah. Di lain, tempat konstruksi
hukumnya mengalami perubahan hak ulayat kepala-kepala (rakyat yang telah
turun-temurun misalnya, tetap berlaku seperti sediakala, tetapi selanjutnya
disebut-sebut seolah-olah didasarkan atas satu karunia daripada seorang sultan
(B.J.O Schrieke, 1974 dalam Hanafiah:169-170)
Sejarah
panjang terbentuknya Kesultanan Palembang Darussalam pada abad
ke-17, dapat kita runtut dari tokoh Aria Damar, seorang
keturunan dari raja Majapahit yang terakhir. Kesultanan Palembang Darussalam
secara resmi diproklamirkan oleh Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan Abdurrahman
Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul Iman (atau lebih dikenal Kimas
Hindi/Kimas Cinde) sebagai sultan pertama (1643-1651), terlepas dari
pengaruh kerajaan Mataram (Jawa). Corak pemerintahanya dirubah condong ke corak
Melayu dan lebih disesuaikan dengan ajaran agama Islam.
Tanggal
7 Oktober 1823, Kesultanan Palembang Darussalam dihapuskan oleh
penjajah Belanda dan kota Palembang dijadikan Komisariat di bawah Pemerintahan
Hindia Belanda (kontrak terhitung 18 Agustus 1823).
Berikut
beberapa nama penguasa/raja dan Sultan yang pernah memimpin Kesultanan
Palembang Darussalam.
No
|
Nama Penguasa
|
Tahun
|
Makam
|
Keturunan
|
1
|
Ario Dillah (Ario
Damar)
|
1455 – 1486
|
Jl. Ario Dillah III,
20 ilr
|
Anak Brawijaya V
|
2
|
Pangeran Sedo ing
Lautan (diganti putranya)
|
s.d 1528
|
1 Ilir, di sebelah
Masjid Sultan Agung
|
Keturunan R. Fatah
|
3
|
Kiai Gede in Suro Tuo
(diganti saudaranya)
|
1528 – 1545
|
1 Ilir, halaman musim
Gedeng Suro
|
Anak R Fatah
|
4
|
Kiai Gede in Suro
Mudo (Kiai Mas Anom Adipati ing Suro/Ki Gede ing Ilir) (diganti putranya)
|
1546 – 1575
|
1 Ilir, kompleks
makam utama Gedeng Suro
|
Saudara Kiai Gede in
Suro Tuo
|
5
|
Kiai Mas Adipati
(diganti saudaranya)
|
1575 – 1587
|
1 Ilir, makam
Panembahan selatan Sabo Kingking
|
Anak Kiai Gede in
Suro Mudo
|
6
|
Pangeran Madi ing
Angsoko (diganti adiknya)
|
1588 – 1623
|
20 ilir, candi
Angsoko
|
Anak Kiai Gede in
Suro Mudo
|
7
|
Pangeran Madi Alit
(diganti saudaranya)
|
1623 – 1624
|
20 Ilir, sebelah RS
Charitas
|
Anak Kiai Gede in
Suro Mudo
|
8
|
Pangeran Sedo ing
Puro (diganti keponakannya)
|
1624 – 1630
|
Wafat di Indralaya
|
Anak Kiai Gede in
Suro Mudo
|
9
|
Pangeran Sedo ing
Kenayan (diganti keponakannya)
|
1630 – 1642
|
2 Ilir, Sabokingking
|
|
10
|
Pangeran Sedo ing
Pasarean (Nyai Gede Pembayun) (diganti putranya)
|
1642 – 1643
|
2 Ilir, Sabokingking
|
Cucu Kiai Mas Adipati
|
11
|
Pangeran Mangkurat
Sedo ing Rejek (diganti saudaranya)
|
1643 – 1659
|
Saka Tiga, Tanjung
Raja
|
Anak Pangeran Sedo
ing Pasarean
|
12
|
Kiai Mas Hindi,
Pangeran Kesumo Abdurrohim (Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin
Sayyidul Imam) (diganti putranya)
|
1662 – 1706
|
Candi Walang (Gelar
Sultan Palembang Darusslam 1675)
|
Anak Pangeran Sedo
ing Pasarean
|
13
|
Sultan Muhammad
(Ratu) Mansyur Jayo ing Lago (Diganti saudaranya)
|
1706 – 1718
|
32 Ilir, Kebon Gede
|
Anak Kiai Mas Hindi
|
14
|
Sultan Agung
Komaruddin Sri teruno (diganti keponakannya)
|
1718 – 1727
|
1 Ilir, sebelah
Masjid Sultan Agung
|
Anak Kiai Mas Hindi
|
15
|
Sultan Mahmud
Badaruddin I Jayo Wikromo (diganti putranya)
|
1727 – 1756
|
3 Ilir, Lamehabang
Kawmah Tengkurap
|
Anak Sultan Muhammad
Mansyur Jayo ing Lago
|
16
|
Sultan/Susuhunan
Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo (diganti putranya)
|
1756 – 1774
|
3 Ilir, Lemahabang
(wafat 1776)
|
Anak Sultan Mahmud
Badaruddin I
|
17
|
Sultan Muhammad
Bahauddin
|
1774 – 1803
|
3 Ilir, Lemahabang
|
Anak Sultan Ahmad
Najamuddin I
|
18
|
Sultan/Susuhunan
Mahmud Badaruddin II R. Hasan
|
1803 – 1821
|
Dibuang ke Ternate
(wafat 1852)
|
Anak Sultan Muhammad
Bahauddin
|
19
|
Sultan/Susuhunan
Husin Dhiauddin (adik SMB II)
|
1812 – 1813
|
Wafat 1826 di
Jakarta. Makam di Krukut, lalu dipindah ke Lemahabang
|
Anak Sultan Muhammad
Bahauddin
|
20
|
Sultan Ahmad
Najamuddin III Pangeran Ratu (putra SMB II)
|
1819 – 1821
|
Dibuang ke Ternate
|
Anak SMB II
|
21
|
Sultan Ahmad
najamuddin IV Prabu Anom (putra Najamuddin II)
|
1821 – 1823
|
Dibuang ke Manado
25-10-1825. Wafat usia 59 tahun
|
Anak Sultan Husin
Dhiauddin
|
22
|
Pangeran Kramo Jayo,
Keluarga SMB II. Pejabat yang diangkat Pemerintah Belanda sebangai Pejabat
Negara Palembang
|
1823 – 1825
|
Dibuangke Purbalingga
Banyumas. Makam di 15 Ilir, sebelah SDN 2, Jl. Segaran
|
Anak Pangeran Natadiraja
M. Hanafiah
|
4. PENGERTIAN, TUJUAN DAN ISI UNDANG-UNDANG SIMBUR CAHAYA
a). Pengertian
Undang-Undang Simbur Cahaya secara bahasa, simbur
berarti percikan, pancaran. Cahaya berarti sinar, terang. Sedangkan secara
istilah yaitu cahaya sebagai obor yang menerangi jalan hidup masyarakat
sumatera selatan.
b). Tujuan Undang-Undang
Simbur Cahaya untuk mengatur masyarakat sebagai pedoman mengenai
pemerintahan.
c). Yang diatur dalam UU
Simbur Cahaya
Undang-Undang Simbur cahaya
terdiri dari 5 bab yang masing-masing bab terdiri dari pasal-pasal. Bab I
mengatur tentang etika hubungan bujang gadis dan kawin (adat perkawinan). Bab
II mengatur tentang aturan marga yang meliputi administrasi, perpajakan,
penanganan urusan masyarakat, pelanggaran dan lain-lain. Bab III mengatur
tentang aturan dusun dan berladang yang meliputi batas-batas dusun, agrarian,
dan tata cara berladang. Bab IV mengatur tentang aturan kaum yang meliputi
pejabat-pejabat, aturan pemerintahan, zakat, warga, kewajiban dan kewenangan pejabat.
Bab V mengatur tentang adat perhukuman yang meliputi aturan perdata, pidana,
pengaduan atas ketidak setujuan masyarakat terhadap keputusan pemimpin dan lain
sebagainya.
5.
SYAIKH ABDUL SAMAD AL-FALIMBANI
Abdush
Shamad adalah putra Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul
Wahhab bin Syekh Ahmad al-Mahdani (ada yang mengatakan al-Mahdali), seorang
ulama keturunan Arab (Yaman) yang diangkat menjadi Mufti negeri Kedah pada awal
abad ke-18. Sementara ibunya, Radin Ranti adalah seorang wanita Palembang.
Syekh Abdul Jalil adalah ulama besar sufi yang menjadi guru agama di Palembang.
Tetapi, Azyumardi menginformasikan nama Al-Palimbani juga terdapat dalam
kamus-kamus biografi Arab. Suatu hal yang tidak pernah ada sebelumnya, ulama
Melayu-lndonesia ditulis dalam kamus biografi Arab. Ini menunjukkan
Al-Palimbani mempunyai karir terhormat di Timur Tengah.
Dalam
literatur Arab, Al-Palimbani dikenal dengan nama Sayyid Abdush Shamad bin Abdur
Rahman al-Jawi. Tokoh ini, menurut Azra, bisa dipercaya adalah Al-Palimbani karena
gambaran karirnya hampir seluruhnya merupakan gambaran karir Abdush Shamad
al-Palimbani yang diberitakan sumber-sumber lain.
Syeikh Abdus Shomad Al-Palimbani bermukim seumur
hidup di tanah Arab. Disana beliau menikah dengan seorang wanita berasal
dari Yaman Selatan yang bernama Aisyah binti Idrus Aden. Dari perkawinan ini ia
dikaruniai dua orang putrid yang diberi nama Fatimah dan Rukiah.
Beberapa kitab karangan Sheikh Abdush Shamad al-Falimbani
1. Zahratul Murid fi Bayani Kalimatit Tauhid, 1178 H/1764 M.
2. Risalah Pada Menyatakan Sebab Yang Diharamkan Bagi Nikah, 1179 H/1765
M.
3. Hidayatus Salikin fi Suluki MaslakilMuttaqin, 1192 H/1778 M.
4. Siyarus Salikin ila ‘Ibadati Rabbil ‘Alamin, 1194 H/1780 M-1203
H/1788 M.
5. Al-‘Urwatul Wutsqa wa Silsiltu Waliyil Atqa.
6. Ratib Sheikh ‘Abdus Shamad al-Falimbani.
7. Nashihatul Muslimina wa Tazkiratul Mu’minina fi Fadhailil Jihadi wa
Karaamatil Mujtahidina fi Sabilillah.
8. Ar-Risalatu fi Kaifiyatir Ratib Lailatil Jum’ah
9. Mulhiqun fi Bayani Fawaidin Nafi’ah fi Jihadi fi Sabilillah
10. Zatul Muttaqin fi Tauhidi Rabbil ‘Alamin
11. ‘Ilmut Tasawuf
12. Mulkhishut Tuhbatil Mafdhah minar Rahmatil Mahdah ‘Alaihis Shalatu
was Salam
13. Kitab Mi’raj, 1201 H/1786 M.
14. Anisul Muttaqin
15. Puisi Kemenangan Kedah.
Ananlisis sederhana dari
data tersebut menghasilkan kesimpulan, Abdul Samad dilahirkan di Palembang pada
tahun 1150/1737, dalam garis nasab urutan cucu dari Abd al-jalil al-Mahdali.
Pendidikan awalnya telah mengantarnya pada kemampuan memahami Al-Quran dan
menjadi Hafidz. Di tanah suci mula-mulanya ia mendalami ilmu-ilmu syariah dan kemudian memusatkan perhatian
pada tasawuf di bawah bimbingan langsung Al-Samman. Karya besarnya Sayr
al-Salikin (1203/1789) bukanlah akhir dari karir intelektual dan perjalanan
hayatnya. Ia meninggal dunia sebagai Syahid di medan peperangan kedah melawan
siam, tahun 1256/1939.
Ajaran tasawuf Syaikh Abd
Samad Al-Palimbani dengan mengambil jalan tengan antara doktrin tasawuf Imam
Al-Ghazali dan ajaran wahdatul wujud Ibn Arabi. Sebagai Ulama Ia juga merupakan
pejuang dan penjaga daerah Palembang dari gangguan tangan-tangan yang tidak
bertanggung jawab.
Abdul Samad Al-Palimbani
adalah seorang sufi yang menyebarkan Agama Islam dengan jalan tasawuf. Ia ahli
di bidang fiqih, tafsir, dan juga Hafidz. Abd Samad juga merupakan tokoh yang
menentang penjajahan Belanda. Yang dapat diambil dari Abd Samad adalah
keberanian dan kepandaiannya.
6.
MASUKNYA ISLAM KE SUMATERA SELATAN
Di
Sumatra bagian Selatan menurut Ahmad mansyur Suryanegara dalam makalah yang
berjudul Masuknya Agama Islam ke Sumatra Selatan, menulis bahwa, pertama,
Penguasaan jalan laut perdagangan oleh bangsa Arab jauh lebih maju dari bangsa
Barat. Jauh sebelumnya bangsa Arab telah mengusai samudra India atau Samudra
Persia. Sekitar abad ke 10 navigasi perdagangannya sudah sampai ke Korea dan
Jepang, di tengah perjalanan di Selat Malaka mereka berhubungan dagang dengan
Zabaj (Sriwijaya), karena suluruh kapal yang melewati Selat Malaka singgah
mengambil perbekalan di bandar Sriwijaya. Kedua, dapat dipastikan bahwa Islam
masuk di daerah Sriwijaya pada abad ke-7. Hal ini mengingat cerita buku sejarah
Cina yang menyebutkan bahwa Dinasti Tang memberitakan tentang utusan Tache
(sebutan untuk orang Arab) ke Kalingga pada tahun 674 M. Dari sana dapat
disimpulkan bahwa pada saat itu telah terjadi proses Islamisasi. Apalagi
disebutkan bahwa pada zaman Dinasti Tang telah dikabarkan bahwa telah ada
perkampungan Arab Muslim di pantai barat Sumatra pada tahun 674 M. Ketiga, Para
penulis seperti Ibnu Batuta (900M), Sulaiman (850M), dan Abu Said (950 M)
menyebutkan bahwa sejak kekhalifahan Umayyah (661-750M) dan Abbasiyah
(750-1268M) hubungan dagang mereka telah samapai ke wilayah kekuasaan
Sriwijaya. Juga di saat yang sama para pedagang Sriwijaya telah berlayar ke
negara-negara Timur Tengah.
DR.
taufiq Abdullah dalam makalahnya yang berjudul beberapa Aspek Perkembangan
Islam di Sumatra Selatan, menulis. “….setidaknya sejak akhir abad ke 16,
Palembang merupakan salah satu enclave Islam terpenting atau bahkan pusat Islam
di bagian selatan ‘pulau emas’ ini. Ini bukan saja karena reputasinya sebagai
pusat perdagangan yang banyak dikunjungi oleh pedagang Arab/Islam pada
abad-abad kejayaan Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh kebesaran Malaka. Ini
berarti proses Islamisasi telah terjadi jauh sebelumnya…”
Salman
Aly di dalam makalahnya yang berjudul Sejarah Kesultanan Palembang, menulis.
“Pada waktu Gede Ing Suro mendirikan kesultanan Palembang, agama Islam telah
lama ada di kawasan ini kira-kira pada tahun 1440 M…orang-orang Arab di masa
ini terdapat sekitar 500 jiwa yang kebanyakan tinggal di tepi Sungai Musi…”
Di
masa Sultan Muhammad Mansur, terdapat seorang ulama yaitu Sayid Jamaluddin
Agung bin Ahmad bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad yang lebih dikenal dengan
sebutan Tuan Fakih Jalaluddin yang berjasa menyebarkan agama Islam di daerah
Komering Ilir dan Komering Ulu bersama-sama dengan ulama lainnya yaitu Sayid
al-Idrus yang sekaligus merupakan nenek moyang masyarakat dusun Adumanis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar